Jalan Terjal Chairul Tanjung Pegang Saham GIAA, Ekuitas Negatif hingga Saham Anjlok
Menggenggam saham Garuda Indonesia (GIAA), Chairul Tanjung mengalami jatuh bangun dari ekuitas negatif yang dibukukan GIAA hingga sahamnya nyungsep.
IDXChannel – Ambisi Chairul Tanjung ‘main’ pesawat lewat PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dipenuhi jalan terjal. Pasalnya, emiten ini justru mencatatkan ekuitas negatif hingga kinerja saham yang terjun bebas.
Tercatat, bos CT Corp tersebut membeli saham maskapai penerbangan pelat merah tersebut melalui PT Trans Airways pada tahun 2012 lalu, sebelum initial public offering (IPO), yakni sebesar Rp620/saham.
Adapun, melansir data Yahoo Finance, pada 1 Juli di tahun yang sama, harga saham GIAA mencapai harga tertingginya, yakni Rp733/saham.
Dengan demikian, Chairul Tanjung meraup untung di atas dari naiknya saham GIAA sebesar 18,23 persen dibanding harga yang ia beli kala itu.
Selain itu, pada tahun yang sama konglomerat ini menyuntikkan dana sebesar USD250 juta atau setara dengan Rp2 trilliun dengan asumsi kurs Rp8.000/USD pada tahun 2012.
Di samping itu, pada 2021 lalu, pendiri CT Corp tersebut turut menambah kepemilikan sahamnya di emiten penerbangan ini senilai Rp317,23 miliar.
Akan tetapi, bukannya semakin cuan, saham GIAA justru semakin merosot. Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (2/2), harga saham GIAA sudah ambruk menyentuh Rp99/saham.
Artinya, Chairul Tanjung kembali boncos akibat ambruknya saham GIAA hingga 84,03 persen dibanding harga saham yang ia beli pada tahun 2012 lalu.
Utang Jumbo hingga Disuspensi Bursa
Selain mencatatkan harga saham yang terkontraksi, GIAA juga membukukan utang yang jumbo hingga ekuitas negatif.
Melansir laporan keuangan emiten, utang perusahaan penerbangan ini terus membengkak sejak tahun 2020.
Pada tahun 2019, utang atau liabilitas GIAA hanya sebesar USD3,87 miliar atau Rp57,56 triliun dengan asumsi kurs Rp14.861/USD.
Kemudian, liabilitas tersebut membengkak hingga 228,76 persen menjadi USD12,73 miliar atau Rp189,22 triliun pada tahun 2020.
Membengkaknya liabilitas GIAA berdampak pada ekuitas emiten di tahun tersebut. Adapun, pada 2020, GIAA membukukan ekuitas negatif, yakni mencapai minus USD1,94 miliar (minus Rp28,87 triliun).
Sedangkan, di tahun 2021, liabilitas GIAA kembali membengkak menjadi minus USD13,30 miliar (minus Rp197,69 triliun). Disusul dengan ekuitas negatif GIAA yang meroket hingga 214,46 persen secara year on year (yoy) menjadi minus USD6,11 miliar (minus Rp90,80 triliun). (Lihat tabel di bawah ini.)
Membengkaknya ekuitas negatif GIAA kala itu menyebabkan sahamnya disuspensi oleh BEI. Adapun, sejak 18 Juni 2021, BEI melakukan suspensi alias menghentikan perdagangan saham GIAA untuk sementara.
Di samping itu, emiten penerbangan ini juga menyandang sejumlah notasi khusus M, E, D, L, dan X.
Kendati demikian, hingga kuartal III-2022, ekuitas negatif GIAA menyusut 60,52 persen menjadi USD2,41 miliar (Rp35,84 triliun) seiring liabilitas emiten yang terkontraksi 37,62 persen menjadi USD8,30 miliar (Rp123,32 triliun).
Gembok Dibuka, Saham Melambung Sentuh ARA Lalu Terjun Bebas
Setelah mencatatkan liabilitas yang menurun pada kuartal III-2022, GIAA juga berhasil merestrukturisasi utangnya pada akhir 2022 lalu.
Adapun, GIAA resmi menuntaskan proses restrukturisasi utang yang dimulai sejak akhir tahun lalu. Perampungan tersebut salah satunya ditandai dengan diterbitkannya Surat Utang Baru dan Sukuk Baru pada tanggal 28 dan 29 Desember 2022.
Keberhasilan GIAA dalam menyelesaikan restrukturisasi utang tersebut membuat BEI mencabut suspensi perdagangan saham GIAA pada 3 Januari 2023 lalu.
Dibukanya kembali perdagangan saham emiten ini mengerek saham GIAA hingga menyentuh auto reject atas (ARA) pada perdagangan di periode tersebut.
Melansir data BEI pada 3 Januari 2023, harga saham GIAA dibuka stagnan di level Rp204. Beberapa detik setelahnya, saham maskapai penerbangan plat merah itu anjlok 6,86 persen bahkan sempat menduduki top losers.
Namun beberapa menit setelahnya GIAA rebound dan terpantau menguat 9,80 persen menyentuh auto reject atas (ARA) 10 persen pada pukul 09.17 WIB.
Walaupun memang GIAA menyentuh ARA, saham emiten ini ditutup memerah di minus 0,98 persen ke level Rp202/saham pada 3 Januari 2023.
Sayangnya, setelah melambung ketika ‘gembok’ dibuka, saham GIAA malah ambles menyentuh auto reject bawah (ARB) selama 10 hari beruntun.
Tercatat, sejak perdagangan 6 Januari 2023 hingga 17 Januari 2023, saham GIAA terjun bebas menyentuh ARB dalam kurun waktu tersebut.
Adapun, menurut catatan BEI, saham GIAA ambruk paling dalam pada 4 Januari 2023 dengan penurunan harga saham hingga 6,93 persen.
Sementara, selama sebulan belakangan, saham GIAA sudah merosot hingga 47,34 persen. Sedangkan secara year to date (YTD), saham GIAA anjlok hingga 51,47 persen.
Periset: Melati Kristina
(ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.