MARKET NEWS

JPMorgan Cs Sebut Likuidasi Carry Trade Yen Masih akan Berlanjut, Risiko Hantui Pasar

TIM RISET IDX CHANNEL 07/08/2024 10:43 WIB

Proses unwinding carry trade berbasis yen Jepang besar-besaran membuat pasar keuangan global tergoncang hebat pada Senin (5/8).

JPMorgan Cs Sebut Likuidasi Carry Trade Yen Masih akan Berlanjut, Risiko Hantui Pasar. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Proses unwinding carry trade berbasis yen Jepang besar-besaran membuat pasar keuangan global tergoncang hebat pada Senin (5/8). Analis menilai proses likuidasi tersebut masih akan berlanjut.

Sebagai gambaran, dalam dunia keuangan, unwinding itu berarti menutup posisi perdagangan (trade), biasanya digunakan ketika perdagangan tersebut kompleks atau besar.

Misalnya, jika seorang investor terlibat dalam carry trade, unwinding berarti mereka menjual aset yang diinvestasikan dan mengembalikan pinjaman mereka, seringkali karena perubahan kondisi pasar atau strategi investasi.

Sementara, carry trade adalah strategi perdagangan yang sangat populer di mana investor meminjam dari negara dengan suku bunga rendah dan mata uang lemah dan menginvestasikan kembali uang tersebut dalam aset negara lain dengan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.

Carry trade bisa dibilang menjadi salah satu sumber arus dana terbesar di pasar mata uang global.

Menurut catatan Economics Times, meskipun carry trade juga lazim dilakukan dengan beberapa mata uang, yen Jepang dianggap sebagai salah satu mata uang yang paling banyak digunakan untuk tujuan ini.

Dalam carry trade yen, investor, termasuk investor ritel Jepang meminjam dengan suku bunga rendah di dalam Negeri Sakura tersebut dan membeli aset di negara lain dengan imbal hasil lebih tinggi, seperti saham dan obligasi luar negeri.

Pasar saham AS alias Wall Street menjadi favorit dalam beberapa waktu terakhir seiring penguatan dolar AS.

Yen populer untuk carry trade karena Jepang telah mempertahankan kebijakan suku bunga nol selama lebih dari dua dekade, kecuali periode pendek pada 2006-2008, untuk memerangi deflasi yang terus-menerus.

Namun, situasi saat ini berubah.

Pekan lalu, yen menguat lebih dari 3 persen terhadap dolar AS setelah Bank Sentral Jepang (BOJ) menaikkan suku bunga menjadi 0,25 persen dan mengumumkan akan mengurangi pembelian obligasi.

Ekspektasi penurunan suku bunga oleh bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) juga berkontribusi terhadap melemahnya dolar.

Meskipun suku bunga di Jepang masih rendah, langkah BoJ dipandang sebagai sinyal bahwa mereka bergerak menuju normalisasi kebijakan moneter.

Pergerakan tajam yen tidak sering terjadi, itulah sebabnya yen menjadi mata uang pilihan untuk carry trade.

Yen harus tetap melemah jika carry trade ini ingin menghasilkan keuntungan.

Alhasil, ketika yen menguat terhadap dolar AS seperti saat ini, investor bergegas mengambil tindakan atau melepas taruhan mereka pada yen sebagai bagian dari carry trade untuk menghindari kerugian.

Seperti juga dicatat Algo Research, Senin (5/8), aksi investor mengurangi leverage (penggunaan utang sebagai modal investasi) dan menutup posisi di semua aset berisiko menjadi penyebab mengapa saham-saham global ambruk pada Senin.

Hal tersebut, kata Algo, merupakan sentimen negatif bagi semua pasar, termasuk Indonesia, karena aliran dana institusi asing kemungkinan besar akan berpindah ke obligasi dan uang tunai (cash) terlebih dahulu sebelum masuk ke saham.

Proses unwinding carry trade yen ini, bersamaan dengan kekhawatiran resesi Amerika Serikat (AS) di tengah data ketenagakerjaan yang melemah selama Juli, dan konflik di Timur Tengah yang memanas, menjadi backdrop kekacauan pasar tiba-tiba pada Senin.

Baru Separuh Jalan

Sementara efek unwinding carry trade yen yang muncul pada Senin membuat investor global terhenyak, analis JP Morgan Chase & Co memperkirakan, hal tersebut masih bakal berlanjut lantaran yen masih menjadi salah satu mata uang yang paling murah (undervalued).

“Kita belum selesai sama sekali,” kata kepala strategi FX global Arindam Sandilya di Bloomberg TV, Selasa (6/8).

“Pembalikan posisi [unwinding] carry trade, setidaknya di kalangan komunitas investasi spekulatif, sudah mencapai sekitar 50 persen-60 persen,” ujar Sandilya.

Memang, carry trade yen telah lama populer di kalangan investor karena volatilitasnya yang rendah dan harapan bahwa suku bunga Jepang (BOJ) akan tetap sangat rendah. Namun, apresiasi yen sebesar 11 persen terhadap dolar dalam sebulan terakhir telah membuat banyak perdagangan tersebut menjadi rugi.

Gelombang besar untuk menutup posisi short yen di awal pekan ini telah mengguncang baik pasar berkembang maupun pasar maju yang dulunya menjadi tujuan bagi investor yang menerapkan strategi ini demi mendapatkan hasil lebih tinggi.

Peso Meksiko, salah satu korban terbesar dari pembalikan perdagangan ini, melanjutkan penurunannya pada Selasa, dengan kerugian mencapai 6,8 persen dalam sebulan terakhir, yang terbesar di antara mata uang utama dunia yang dilacak oleh Bloomberg.

Sandilya menambahkan, pemulihan carry trade ke tingkat sebelum kenaikan yen tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat. Ini karena kerusakan teknikal yang ditimbulkan pada portofolio akibat pergerakan tajam ini tidak mudah diperbaiki.

“Kabar baiknya adalah stabilisasi pasar di sekitar level saat ini, mungkin pemulihan yang dangkal,” katanya.

“Namun, dalam banyak kasus, Anda cenderung melihat kelanjutan pergerakan tersebut, meskipun dengan kecepatan yang lebih rendah daripada sebelumnya,” ujar Sandilya.

Senada dengan analis JPMorgan, analis UBS Jepang juga menilai, unwinding carry trade baru setengah jalan.

"Saya kira pembalikan carry trade baru sekitar 50 persen," tulis ahli strategi makro UBS Jepang yang berbasis di London James Malcolm, dalam catatan kepada klien, dikutip Reuters, Selasa (6/8).

Malcolm memperkirakan bahwa carry trade dolar-yen mencapai setidaknya USD500 miliar pada puncaknya. Dia menghitung bahwa sekitar USD200 miliar dari carry trade telah dibalikkan (unwound) dalam dua hingga tiga pekan terakhir.

"Seberapa banyak carry trade bisa terbalik (unwind) tergantung tidak hanya pada tingkat selisih suku bunga, tetapi juga perubahan dalam selisih suku bunga itu sendiri," katanya.

Membandingkan pergerakan saat ini dengan unwinding carry trade pada 1998 menunjukkan, kata Malcolm, mungkin akan ada lebih banyak unwinding yang akan datang.

Shaun Osborne dari Scotiabank mengamini pendapat Malcolm.

Osborne mencatat bahwa dua indikator carry trade—Bloomberg G10 Carry Index dan Bloomberg GSAM FX Carry Index –telah mengalami penurunan sekitar 5 persen, hanya setengah dari yang hilang dalam tiga unwinding carry trade yang signifikan di masa lalu.

"Penyesuaian posisi carry dalam beberapa pekan terakhir telah berlangsung cepat, tetapi mungkin masih ada ruang untuk bergerak lebih jauh," kata Osborne dalam catatan pada Selasa. (Aldo Fernando)

SHARE