Kencangkan Sabuk Pengaman, Saham GIAA dan GMFI Terbang Tinggi Lagi
Saham emiten maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan anak usahanya PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) kembali melambung tinggi
IDXChannel – Saham emiten maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan anak usahanya PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) kembali melambung tinggi pada Kamis (24/8/2023).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham GIAA melesat 10,00 persen ke Rp88 per saham atau menembus batas auto rejection atas (ARA) 10 persen (untuk efek dalam pemantauan khusus).
GIAA mendapatkan notasi khusus (kategori 5 dan 8) dari bursa seiring mencatatkan ekuitas negatif hingga tengah dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian.
Praktis, saham GIAA menghijau selama 4 hari beruntun. Dalam sepekan, saham GIAA terbang 35,38 persen.
Setali tiga uang, saham GMFI melompat 8,97 persen ke Rp85 per saham, melanjutkan kenaikan sejak tiga hari sebelumnya. Saham GMFI sudah mendaki 37,10 persen dalam seminggu belakangan.
Mirip GIAA, GMFI juga mendapatkan notasi khusus, yakni kategori 5, lantaran memiliki ekuitas negatif pada laporan keuangan terakhir.
Sebagai informasi, GMFI bergerak di bidang penyediaan jasa industrial services, serta perbaikan, perawatan dan overhaul pesawat terbang.
Lonjakan kedua saham di atas terjadi seiring adanya rencana merger dengan dua maskapai penerbangan pelat merah lainnya di tengah kondisi perusahaan yang sedang tertekan.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN membuka opsi merger antara Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, dan Pelita Air Service (PAS).
Rencana merger sendiri bermula dari pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir.
Opsi merger ketiga BUMN dalam klaster penerbangan ini merupakan upaya efisiensi Kementerian BUMN. Aksi serupa sudah dilakukan sebelumnya di sektor pelabuhan dan logistik dengan menggabungkan empat perusahaan PT Pelindo (Persero).
"Setelah melakukan rangkaian program efisiensi pada empat Pelindo, akan melanjutkan ke BUMN pada klaster lain, maskapai penerbangan. Saat ini, terdapat tiga BUMN yang bergerak dibidang penerbangan, yaitu Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air," ujar Erick melalui keterangan pers, Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Garuda Indonesia, kata Erick, telah diselamatkan, setelah nyaris dibubarkan. Maskapai dengan kode saham GIAA itu pada akhirnya dipertahankan karena Indonesia perlu tetap memiliki flag carrier.
Garuda diselamatkan melalui rangkaian restrukturisasi paling rumit dalam sejarah penyelamatan korporasi Indonesia. Saat perusahaan diperjuangkan, lanjut Erick, di waktu yang sama telah dipersiapkan Pelita Air.
Hal itu dilakukan dengan tujuan agar Indonesia tetap memiliki flag carrier nasional, jika Garuda gagal diselamatkan.
Di lain sisi, dia mengaku Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia.
Di Amerika Serikat, sebut Erick, terdapat 7.200 pesawat yang melayani rute domestik. Di mana terdapat 300 juta populasi yang rata-rata pendapatan per kapita (GDP) mencapai USD40 ribu.
Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP USD4.700. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat.
"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ucapnya.
Merespons wacana merger, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, pihaknya mendukung dan memandang positif wacana merger tersebut. Hanya saja, harus dilandasi dengan kajian outlook bisnis yang prudent.
"Mengenai rencana pengembangan sendiri masih dalam tahap awal, di mana kami tengah mengeksplorasi secara mendalam," ujar Irfan kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (22/8/2023).
Pendalaman kajian, lanjut dia, untuk melihat berbagai peluang bisnis yang dapat disinergikan antara tiga maskapai BUMN tersebut. Tujuannya, dapat mengoptimalkan aspek profitabilitas kinerja sekaligus memperkuat ekosistem bisnis industri transportasi udara di Indonesia.
"Saat ini proses diskusi terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut masih terus berlangsung intensif," katanya. (ADF)