MARKET NEWS

Kinerja Mata Uang di Asia Terpuruk, Rupiah dan Baht Terlemah

Maulina Ulfa 21/06/2024 16:06 WIB

Sejumlah mata uang Asia tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan menjelang akhir pekan, Jumat (21/6/2024).

Kinerja Mata Uang di Asia Terpuruk, Rupiah dan Baht Terlemah. (Foto: Reuters)

IDXChannel - Sejumlah mata uang Asia tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan menjelang akhir pekan, Jumat (21/6/2024).

Pelemahan mata uang Asia terimbas penguatan indeks dolar di level 105,6 dan kembali mendekati level tertinggi enam minggu. Ini karena para investor mencerna sejumlah data ekonomi Amerika Serikat (AS) dan menilai kembali prospek kebijakan moneter.

Melansir Trading View, rupiah melemah 0,18 persen di level Rp16.444 per dolar AS (USD) pada pukul 15.17 WIB

Pada penutupan sebelumnya, rupiah ditutup di level Rp16.415 per USD pada perdagangan Kamis (20/6). Ini semakin menandai kinerja mata uang Garuda terlemah sejak pertengahan April 2020.

Berdasarkan data Trading View, dalam sebulan rupiah sudah melemah 2,65 persen dan secara mingguan sudah turun 0,45 persen. Pelemahan rupiah secara year to date (YTD) mencapai 6,72 persen.

Sejumlah mata uang lain seperti yen Jepang melemah 0,1 persen terhadap USD di level 158,77 pada Jumat (21/6). Mata uang won Korea Selatan melemah 0,05 persen di level 1.389 per USD.

Mata uang dolar Singapura melemah 0,01 persen di level 1,3543 per USD. Sementara ringgit Malaysia justru menguat 0,09 persen di level 4,7137 per USD.

Di sisi lain, baht Thailand melemah 0,18 persen di level 36,663 terhadap dolar AS.

Lalu ada peso Filipina yang menguat 0,08 persen di level 58,8270. Ada juga yuan China melemah 0,05 persen di level 7,28797.

Dengan ini, Rupiah dan baht Thailand mencatatkan kinerja paling buruk di antara mata uang lainnya.

Arah Kebijakan Suku Bunga Sejumlah Bank Sentral

Pekan ini, sejumlah bank sentral di Asia juga baru saja mengeluarkan kebijakan suku bunga.

Bank Sentral China (PBOC) mempertahankan suku bunga pinjaman utama pada rapat Juni.

Kebijakan ini sejalan dengan ekspektasi pasar di mana suku bunga dasar pinjaman (LPR) tenor 1 tahun yang menjadi acuan sebagian besar pinjaman korporasi dan rumah tangga dipertahankan pada level 3,45 persen.

Sementara itu, suku bunga tenor 5 tahun, yang menjadi acuan untuk KPR properti, dipertahankan pada 3,95 persen setelah rekor penurunan sebesar 25 basis points (bps) pada Februari lalu.

Kedua tingkat suku bunga berada pada rekor terendah, di tengah pemulihan ekonomi yang tidak merata sehingga memperkuat seruan lebih banyak langkah dukungan dari Beijing.

Selain itu, Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) kembali memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di level 6,25 persen.

Ini menjadi bulan ketiga BI mempertahankan level suku bunga dalam rapat dewan gubernur, sejak BI Rate mereka putuskan naik 25 basis point dari 6 persen menjadi 6,25 persen pada April 2024.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (20/6).

Pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) diprediksi akan terjadi hanya satu kali di sisa 2024.

Sinyal ini diungkapkan dalam Federal Open Market Committee (FOMC) pada Rabu (12/6) pekan lalu oleh ketua The Fed Jerome Powell.

Para pengambil kebijakan tersebut memperkirakan hanya satu kali penurunan suku bunga pada tahun ini dan empat kali penurunan pada 2025.

Pada Maret lalu, The Fed masih memperkirakan tiga kali penurunan suku bunga di 2024 dan tiga kali pada 2025. Ini artinya, terjadi pergeseran signifikan persepsi pasar terhadap suku bunga di sisa 2024.

Sejumlah pengambil kebijakan The Fed juga menyatakan kurang optimistis terhadap disinflasi perekonomian AS, sementara ekspektasi pertumbuhan tetap ada, sehingga menambah tekanan hawkish.

Baru-baru ini, pejabat The Fed Minneapolis Kashkari mengatakan AS butuh waktu lama atau 2 tahun untuk inflasi kembali ke target 2 persen. Pernyataan tersebut memperkecil potensi penurunan suku bunga AS pada 2024.

Sebelumnya, The Fed mempertahankan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) stabil di 5,25 persen-5,50 persen untuk pertemuan ketujuh berturut-turut Rabu (12/6), sejalan dengan perkiraan pasar.

Di Jepang, Gubernur Bank of Japan (BOJ) Kazuo Ueda mengatakan bank sentral dapat menaikkan suku bunga pada pertemuan bulan depan.

Sikap ini menggarisbawahi tekad BOJ untuk terus menaikkan biaya pinjaman dari tingkat yang mendekati nol saat ini.

Data terbaru menunjukkan, tingkat inflasi umum tahunan Jepang melonjak menjadi 2,8 persen pada Mei dari 2,5 persen pada April, angka tertinggi sejak Februari.

Tingkat inflasi inti Jepang juga meningkat menjadi 2,5 persen dari 2,2 persen, namun lebih rendah dari perkiraan sebesar 2,6 persen.

“Meskipun kenaikan biaya impor akibat melemahnya yen mungkin membebani pengeluaran rumah tangga, peningkatan upah akan mendukung konsumsi dan menjaga perekonomian pada jalur pemulihan yang moderat,” kata Ueda kepada parlemen pada Selasa (18/6) dikutip Reuters.

Ueda mengisyaratkan ada kemungkinan BOJ bisa menaikkan suku bunga pada pertemuan kebijakan berikutnya, tergantung pada data dan informasi ekonomi terbaru.

Melemahnya yen juga semakin mempersulit jalur kebijakan moneter BOJ. Meskipun melemahnya yen mempercepat inflasi dengan menaikkan harga barang-barang impor, namun kenaikan biaya hidup telah membebani konsumsi dan menimbulkan keraguan terhadap kekuatan perekonomian Jepang.

Banyak ekonom kini memperkirakan BOJ akan menaikkan suku bunga menjadi 0,25 persen di 2024. (ADF)

SHARE