Kinerja Sektor Konsumer Primer 2025: Saham Kecil Reli, Emiten Besar Tertekan
Kinerja sektor barang konsumen primer sepanjang 2025 belum mampu mengimbangi laju pasar secara keseluruhan.
IDXChannel - Kinerja sektor barang konsumen primer sepanjang 2025 belum mampu mengimbangi laju pasar secara keseluruhan.
Hingga 24 Desember 2025, indeks consumer non-cyclical hanya naik 8,58 persen year-to-date (YtD), menjadi kinerja terendah di antara seluruh sektor, jauh tertinggal dari IHSG yang berkali-kali mencatatkan rekor dan melesat 20,59 persen YtD ke level 8.537,91.
Di balik kinerja indeks yang relatif lesu, pergerakan saham emiten makanan dan minuman berlangsung sangat timpang. Sejumlah saham berkapitalisasi kecil mencatat lonjakan harga ekstrem.
PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO) menjadi bintang sektor dengan kenaikan 944,22 persen YtD ke Rp316 per unit di tengah rencana aksi korporasi penambahan modal, disusul PT Estika Tata Tiara Tbk (BEEF) yang melesat 213,04 persen menjadi Rp410 per unit, serta PT Sentra Food Indonesia Tbk (FOOD) yang naik 206,9 persen ke Rp356 per unit.
Untuk BEEF, terbitnya Permentan No. 15/2021 serta Program Strategis Pemerintah, khususnya Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membutuhkan sekitar 4 juta ton susu per tahun, rencana impor sapi perah, dan kerja sama Amerika Serikat (AS)-Indonesia di sektor susu, menjadi katalis positif bagi saham perseroan.
Seiring kebijakan tersebut, BEEF mulai masuk ke bisnis sapi perah dan produk turunannya atas dorongan pemerintah guna mendukung pemenuhan kebutuhan gizi nasional.
Saham-saham lain seperti PT Janu Putra Sejahtera Tbk (AYAM), PT Platinum Wahab Nusantara Tbk (TGUK), dan PT Indo Boga Sukses Tbk (IBOS) juga membukukan reli tiga digit. Namun, kenaikan tajam tersebut belum cukup mengangkat indeks sektor secara signifikan lantaran bobotnya yang relatif kecil.
Sebaliknya, saham-saham consumer besar justru mengalami tekanan. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) turun 8,57 persen YtD, PT Mayora Indah Tbk (MYOR) terkoreksi 20,52 persen, sementara PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) melemah 25,72 persen.
Tekanan juga dialami PT Ultra Jaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ), PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI), hingga PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO) yang ambles lebih dari 20 persen sepanjang tahun berjalan.
Subsektor rokok menunjukkan kinerja yang relatif lebih stabil, meski tetap tertinggal dari IHSG. PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) mencuri perhatian dengan kenaikan 145,08 persen YtD, sementara PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) menguat 38,71 persen.
Di sisi lain, saham rokok besar seperti PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) hanya naik 22,99 persen, sedangkan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) bergerak terbatas dengan kenaikan 3,48 persen YtD.
CGS International (CGSI) dalam risetnya yang terbit 9 Desember 2025 menilai tingkat konsumsi masyarakat Indonesia saat ini telah berada di titik terendah dari pola pemulihan berbentuk U (U-shaped recovery).
Setelah mengalami perlambatan selama beberapa kuartal terakhir, konsumsi diperkirakan mulai pulih secara bertahap pada 2026.
CGSI memproyeksikan kembali ke laju pertumbuhan pra-pandemi di atas 5 persen bukan perkara mudah, namun masih berpeluang tercapai pada 2026 seiring membaiknya daya beli dan stabilisasi kondisi ekonomi domestik.
Meski demikian, CGSI menekankan bahwa penyelesaian masalah struktural di sektor konsumsi membutuhkan waktu lebih panjang.
Oleh karena itu, dukungan kebijakan dari pemerintah dinilai semakin krusial, bahkan lebih besar dibandingkan periode sebelum pandemi Covid-19, guna mempercepat pemulihan konsumsi rumah tangga.
Sementara, Panin Sekuritas dalam risetnya yang terbit 24 November 2025 mencatat kinerja emiten rokok sepanjang sembilan bulan 2025 (9M25) melambat, seiring penurunan volume penjualan rokok lebih dari 5 persen secara tahunan (YoY).
Pelemahan tersebut dipengaruhi oleh tekanan daya beli masyarakat, tingginya biaya cukai, serta maraknya peredaran rokok ilegal.
Meski demikian, Panin Sekuritas memandang prospek sektor rokok mulai membaik ke depan.
Memasuki era menteri keuangan yang baru, volume rokok diproyeksikan pulih dan tumbuh moderat pada 2026, ditopang oleh katalis fiskal dan moneter yang diharapkan mampu memulihkan daya beli masyarakat.
Selain itu, prospek pemulihan juga didukung oleh stabilisasi tarif cukai dan harga jual eceran (HJE), serta pengetatan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal.
Namun, Panin Sekuritas mengingatkan sejumlah risiko penurunan (downside risk) yang tetap perlu dicermati, antara lain potensi intensifikasi regulasi kesehatan serta berlanjutnya pelemahan daya beli masyarakat, yang dapat kembali menekan volume penjualan rokok domestik. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.