Kisah Sritex (SRIL), Raksasa Tekstil yang Terjatuh dalam Pailit
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex yang pernah berjaya sebagai salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia, kini resmi dinyatakan pailit.
IDXChannel – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex yang pernah berjaya sebagai salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia, kini resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Putusan tersebut juga berlaku bagi tiga anak perusahaannya, menandai titik kritis dalam perjalanan panjang perusahaan yang didirikan sejak puluhan tahun silam.
Sekilas Tentang Stritex
Mengutip Laporan Tahunan 2023 perseroan, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) memulai perjalanannya sebagai usaha perdagangan tradisional bernama "Sri Redjeki," yang didirikan oleh H. M. Lukminto pada 1966 di Pasar Klewer, Solo.
Awalnya hanya menjual produk tekstil, perusahaan ini mulai berkembang dengan mendirikan pabrik pertama di Baturono, Solo, pada 1968, untuk memproduksi kain yang dikelantang dan dicelup.
Pada 1978, "Sri Redjeki" secara resmi berubah menjadi PT Sri Rejeki Isman.
Pada 2013 Sritex melakukan Penawaran Saham Perdana (IPO) yang mengubah statusnya menjadi PT Sri Rejeki Isman Tbk.
Seiring berjalannya waktu, Sritex berkembang menjadi produsen tekstil-garmen terintegrasi dengan lebih dari 15 ribu karyawan yang beroperasi di area seluas 79 hektar di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Perusahaan ini memiliki empat lini produksi utama, yaitu pemintalan, penenunan, pencetakan dan pencelupan, serta garmen.
Kini, Sritex melayani sejumlah peritel besar dunia seperti H&M, Walmart, K-Mart, dan Jones Apparel.
Sritex juga pernah menjadi produsen seragam tentara North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan seragam tentara sejumlah negara.
Hingga 2023, Sritex memiliki empat entitas anak yang mendukung bisnisnya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, PT Primayudha Mandiri Jaya, dan Golden Legacy Pte Ltd.
Namun, sejak 18 Mei 2021, Sritex menghadapi tantangan besar terkait restrukturisasi anak perusahaannya, yang menyebabkan Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan suspensi perdagangan saham perusahaan hingga saat ini.
Menurut data BEI, per 30 September 2024, ada sebanyak 45.875 pemegang saham SRIL.
Dinyatakan Pailit
Diwartakan sebelumnya, Sritex dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang, yang juga berlaku bagi tiga anak perusahaannya.
Anak-anak perusahaan tersebut adalah PT Sinar Pantja Tjaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Pengadilan memutuskan bahwa SRIL dan ketiga anak usahanya gagal memenuhi kewajiban terhadap PT Indo Bharat Rayon, terkait Rencana Perdamaian (Homologasi) yang disahkan pada 25 Januari 2022.
Hakim Moch Ansor, dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Niaga Semarang, dikutip pada Kamis (24/10/2024), menyatakan bahwa permohonan pemohon dikabulkan sepenuhnya.
Perkara ini terdaftar dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg dan berlangsung cepat, didaftarkan pada 2 September 2024 dan diputuskan pada 21 Oktober 2024, kurang dari dua bulan.
Dengan putusan ini, rencana perdamaian antara Indo Bharat Rayon sebagai pemohon dan SRIL serta anak usahanya sebagai termohon dinyatakan batal.
Hakim juga membebankan biaya perkara kepada pihak termohon, serta menunjuk Hakim Pengawas dari PN Niaga Semarang untuk memantau pengurusan dan penyelesaian aset pihak termohon.
Sritex sebelumnya menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 18 September 2024. Salah satu mata acara rapat tersebut adalah persetujuan soal penjaminan aset perusahaan kepada kreditur terhadap putusan damai.
Para pemegang saham SRIL menyetujui penjaminan 50 persen aset dan ekuitas perseoran maksimum Rp13,27 triliun.
Dalam laporan keuangan 30 Juni 2024, Sritex mengalami defisiensi modal sebesar USD980 juta, sedangkan total asetnya USD617 juta.
Industri Tekstil Tertekan
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menghadapi tantangan berat dengan meningkatnya impor (termasuk yang ilegal), penutupan pabrik, serta penurunan ekspor.
Melansir dari Indonesia.go.id, pada 24 September 2024, untuk menghadapi situasi ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjalankan empat strategi pemulihan industri TPT, yakni meningkatkan SDM yang inovatif, mendukung ketersediaan bahan baku yang berdaya saing, membangkitkan kembali industri permesinan tekstil dalam negeri, serta mempermudah akses bahan baku bagi industri TPT.
Permendag 36/2023 dinilai berhasil menurunkan volume impor pakaian jadi dan tekstil, serta mendorong pertumbuhan PDB industri TPT sebesar 2,64 persen pada triwulan I-2024.
Program TKDN juga memperkuat potensi pasar dalam negeri yang besar. Kinerja industri tekstil terus dipantau melalui mekanisme tarif dan pengendalian impor, dengan harapan peningkatan daya saing di pasar global.
Pemerintah menegaskan, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tetap menjadi sektor prioritas yang mendukung perekonomian nasional.
Hingga awal tahun ini, industri tersebut berkontribusi pada ekspor sebesar USD5,76 miliar dan menyerap sekitar 3,87 juta tenaga kerja.
Kinerja industri TPT periode 2020-2024 dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk dampak pandemi Covid-19, situasi geopolitik dan ekonomi global seperti konflik Rusia-Ukraina, inflasi di Amerika Serikat dan Uni Eropa, serta perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Sementara, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, dikutip dari Tempo (8/10/2024), meminta pemerintah mengawasi penjualan di platform e-commerce untuk mencegah maraknya produk impor murah yang merugikan industri TPT.
Ia juga mendesak pengetatan aturan impor dan penerapan bea masuk guna melindungi industri lokal, sembari berharap dukungan dari pemerintah berupa insentif hingga dorongan penggunaan produk dalam negeri.
Menurut catatan Tempo, meski berbagai kebijakan seperti pengawasan impor ilegal dan anti-dumping telah diterapkan, industri TPT tetap mengalami penurunan.
Sebanyak lebih dari 22 ribu buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada Juli 2024. (Aldo Fernando)