MARKET NEWS

Lama Absen, ‘Penguasa Lama IHSG’ BUMI Jadi Sorotan Para Analis Lagi

Aldo Fernando - Riset 21/09/2022 13:04 WIB

Kinerja yang cemerlang tersebut membuat BUMI kembali diulas dalam riset analis saham setelah sekian lama absen.

Lama Absen, ‘Penguasa Lama IHSG’ BUMI Jadi Sorotan Para Analis Lagi. (Foto: MNC Media)

IDXChannelSaham emiten batu bara PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi perbincangan hangat sejak medio Agustus lalu di tengah sentimen positif yang ada. Kinerja yang cemerlang tersebut membuat BUMI kembali diulas dalam riset analis saham setelah sekian lama absen.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham BUMI sudah terbang 137,31% sejak awal 2022 (ytd) ke Rp159/saham (per 21 September, 10.55 WIB).

Apabila dibandingkan dengan posisi setahun lalu, saham emiten Grup Bakrie ini sukses meroket 194,44%.

Harga saham BUMI bangkit dari area gocap (Rp50/saham) sejak Juni 2022 dan semakin menemukan momentum kenaikan (uptrend) mulai pertengahan Agustus. (Lihat tabel di bawah ini.)

Tren kenaikan tersebut memuncak saat harga saham BUMI ditutup di Rp216/saham pada 6 September lalu. Ini karena, semenjak tanggal tersebut, saham BUMI  sudah turun 26,05% di tengah aksi ambil untung para investor.

Katalis positif yang menjadi pendorong mencuatnya harga saham BUMI adalah soal melonjaknya harga batu bara dunia di tengah kecamuk perang dan macetnya rantai pasokan.

Harga batu bara per 20 September berada di USD441,30/ton dengan kenaikan 145,85% dalam setahun.

Lonjakan harga batu bara pada gilirannya tercermin di kinerja keuangan BUMI.

Laba bersih BUMI melonjak signifikan sebesar 8768,18% secara tahunan (yoy) menjadi USD167,67 juta atau setara dengan Rp2,49 triliun (asumsi kurs Rp14.850/USD) pada semester pertama tahun ini.

Padahal, pada periode yang sama 2021, laba bersih BUMI hanya sebesar USD1,89 juta.

Kenaikan laba bersih tersebut seiring dengan tumbuhnya pendapatan bersih perusahaan sebesar 129,62% yoy menjadi USD968,69 juta (Rp14,39 triliun) pada paruh pertama 2022.

Selain itu, katalis lainnya adalah soal rencana pelunasan utang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 2016 BUMI lewat penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement senilai Rp24 triliun (USD1,6 miliar).

Asal tahu saja, utang BUMI senilai USD4,3 miliar direstrukturisasi berdasarkan putusan pengesahan perdamaian (homologasi) pasca-PKPU sejak  2017 silam.

Untuk mengegolkan aksi korporasi tersebut, emiten pemilik cadangan batu bara terbesar di RI tersebut akan menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 11 Oktober mendatang.

Asal tahu saja, mengutip penjelasan analis Samuel, BUMI merupakan pemilik cadangan batu bara terbesar (2,5 miliar ton) dan sumber batu bara (9,8 miliar ton) di Indonesia, atawa berkontribusi terhadap 13% (79 juta ton) dari produksi pada 2021 nasional.

Empat Sekuritas ‘Pelototi’ BUMI

Setidaknya sejak Agustus 2019, BUMI luput dari sorotan riset analis saham RI.

Namun, seperti sedikit disinggung di atas, selama September ini sejumlah riset mulai mengulas atawa covering saham emiten yang melantai di bursa sejak 1990 ini.

Pada 2 September, Samuel Sekuritas Indonesia menerbitkan riset bertajuk ‘Shareholders Value Return’ yang diterbitkan pada Senin (5/9/2022).

Tajuk tersebut merujuk ke rencana penambahan modal private placement BUMI.

Dalam risetnya, analis Samuel Sekuritas Jonathan Guyadi dan Prasetya Gunadi  memberi rekomendasi beli saham BUMI dengan harga target (target price/TP) di angka Rp305/saham.

TP tersebut berdasarkan perhitungan discounted cash flow (DCF) dengan asumsi weighted average cost of capital (WACC) sebesar 8,5%.

Hal tersebut, kata kedua analis Samuel Sekuritas, mengimplikasikan cadangan batu bara USD1,15/metrik ton (MT). “[Ini] jauh lebih rendah dari perusahaan peers terdekat, ADRO (USD5,63/mt) dan ITMG (USD6,73/mt,” kata analis Samuel.

Kemudian, pada 15 September, CGS-CIMB Sekuritas menerbitkan hasil pertemuan perusahaan dengan BUMI terkait rencana private placement.

Beberapa poin penting yang digarisbawahi CGS-CIMB, yakni, pertama, soal pelunasan utang BUMI seiring aksi private placement. “Investor anyar akan masuk dan menguasai 58% kepemilikan [BUMI], mendilusi kepemilikan investor lainnya,” kata analis CGS CIMB Peter Sutedja.

Kedua, BUMI akan bebas utang per medio Oktober apabila eksekusi private placement berjalan lancar pada 18 Oktober nanti.

Ketiga, BUMI, menurut Peter, belum akan membagikan dividen dalam waktu dekat lantaran masih memiliki laba ditahan negatif USD2,7 miliar per semester I 2022.

“[BUMI] masih perlu setidaknya 1-2 tahun untuk membalik hal tersebut [laba ditahan menjadi positif] sebelum bisa membayar dividen,” kata Peter.

Keempat, dampak dilusi besar, kata Peter, pasca-private placement membuat rasio P/E BUMI 5 kali, sedikit di atas kompetitor ADRO 4 kali. “Hal tersebut mengasumsikan laba ‘tanpa utang’ bisa mencapai USD800 juta menggunakan harga batu bara saat ini,” jelas Peter.

Kelima, potensi masuknya BUMI ke indeks MSCI di harga saat ini.

Selain Samuel dan CGS-CIMB, pada 16 September Bina Artha Sekuritas dan Semesta Indovest Sekuritas masing-masing menerbitkan riset dengan rekomendasi beli untuk BUMI.

Bina Artha dan Semester Indovest R sama-sama mematok TP BUMI di angka Rp270/saham.

Bina Artha menulis, harga target tersebut diberikan seiring dengan perbaikan produksi khususnya di anak usaha BUMI, Arutmin, dan seiring restrukturisasi utang per semester I 2022. TP tersebut sepadan ‘dengan rasio P/E 10 kali dengan estimasi nilai tukar USD/rupiah di Rp14.900/saham pada 2023’.

Sementara, Semesta Indovest menjelaskan, TP di atas bertopang pada outlook batu bara yang positif yang ‘akan berdampak positif terhadap kinerja BUMI’.

“Meski demikian, ada downside risk dari harga batu bara yang lebih rendah dan tingkat produksi yang lebih rendah seiring perkiraan cuaca buruk di akhir 2022. Kami merekomendasikan BUY untuk saham BUMI di Rp196, dengan P/E ratio 3.3x dan PBV 1.2x untuk FY2022F [proyeksi tahun penuh 2022] dengan target price di Rp270/saham. Valuasi tersebut belum termasuk implementasi private placement,” jelas analis Semesta Indovest.

Kisah Kejayaan 2008

Kenaikan saham BUMI akhir-akhir ini membuat investor, terutama para ‘pemain lama’, teringat dengan kisah heroik saham tersebut pada 14 tahun lalu, yakni pada 2008.

Kala itu, harga saham BUMI sempat berada di Rp8.550/saham pada 12 Juni 2008.

Pada tanggal tersebut, kapitalisasi pasar (market cap) BUMI mencapai Rp165,40 triliun. BUMI saat itu berada di puncak tertinggi sekaligus menggeser saham emiten telekomunikasi TLKM (Rp152 triliun) dalam hal saham dengan market cap terjumbo di bursa.

Harga Rp8.550/saham dan market cap Rp165 triliun tersebut ditembus sebelum tragedi penurunan harga saham BUMI besar-besaran pada paruh kedua 2008 saat dunia diterjang krisis global.

Per 30 Desember 2008, saham BUMI ditutup di Rp910/saham, terjun bebas 89,36% dibandingkan posisi ‘pucuk’ 12 Juni 2008 sekaligus masuk ke posisi 16 top losers bursa di tahun itu.

Tak tanggung-tanggung, market cap BUMI pun menguap sebesar Rp148,24 triliun per akhir 2008 apabila dibandingkan dengan 12 Juni di tahun itu. Pada 30 Desember 2008, market cap BUMI tersisa sebesar Rp17,66 triliun.

Sejumlah sentimen negatif yang melanda perusahaan dan mencapai puncaknya pada PKPU 2016-2017 turut membuat harga saham BUMI doyan nyender di level gocap semenjak itu. (ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE