MARKET NEWS

Laporan Perlambatan Kredit Dan Inflasi, Saham Big Four Perbankan Australia Goyah, Bagaimana RI?

Maulina Ulfa - Riset 15/02/2023 15:12 WIB

Saham CBA dilaporkan diperdagangkan pada level terendah lebih dari satu bulan.

Laporan Perlambatan Kredit Dan Inflasi, Saham Big Four Perbankan Australia Goyah, Bagaimana RI? (foto: MNC Media)

IDXChannel - Saham empat bank terbesar Australia merosot pada Rabu (15/2/2023) setelah Commonwealth Bank (CBA), salah satu bank terbesar Australia ditengarai menghadapi potensi perlambatan kredit karena adanya tekanan suku bunga tinggi dan inflasi yang terlalu panas pada konsumen.

Selain CBA, tiga bank utama lainnya di Australia di antaranya Westpac Banking Corp (WBC), National Australia Bank Ltd (NAB), dan ANZ Group Holdings Ltd (ANZ) mengalami penurunan antara 4% hingga 6,5%.

Kinerja saham CBA menjadi yang terburuk diperdagangkan hari ini dengan anjlok 5,73%. Saham CBA dilaporkan diperdagangkan pada level terendah lebih dari satu bulan. 

Sementara saham tiga bank lainnya juga mencatatkan kinerja lesu hari ini di antaranya WBC yang turun 4,4%, NAB turun 4,14%, dan ANZ mengalami penurunan 3,46%. (Lihat grafik di bawah ini)

CBA adalah bank terbesar di Australia berdasarkan kapitalisasi pasar yang mencatatkan keuntungan AUD5,15 miliar selama enam bulan hingga 31 Desember, 2022 atau setara Rp54,18 triliun (Kurs Rp 10.521 per dolar Australia), naik dibanding tahun sebelumnya yang mencapai AUD4,75 miliar.

Namun, CBA perlambatan penyaluran kredit yang lebih besar selama enam bulan dan pertumbuhan kredit melambat di tengah peningkatan inflasi, kenaikan suku bunga, dan pasar properti yang tertekan di negeri Kangguru.

Perlambatan di pasar properti Australia juga membebani prospek bisnis hipotek bank. Pertumbuhan pinjaman rumah melambat dalam enam bulan menjadi 5% dari tahun sebelumnya, dibandingkan dengan kenaikan 7% yang terlihat pada 2021.

“Kami perkirakan pertumbuhan kredit bisnis akan moderat dan pertumbuhan ekonomi global melambat selama 2023. Namun, kami tetap optimis soft landing ekonomi Australia dapat tercapai,” ujar CEO CBA, Matt Comyn dalam keterangannya, dikutip Investing.com, Rabu (15/2).

Selama ini, bank dianggap sebagai pihak yang mendapat manfaat dari kenaikan suku bunga. Namun hal ini pada akhirnya dapat berbalik karena pertumbuhan ekonomi dan kredit konsumen melemah karena tekanan suku bunga yang meningkat. Tren ini mencerminkan kinerja sektor perbankan, yang mayoritas berfokus pada kredit konsumen.

Australia diramalkan akan mengalami perlambatan tajam dalam pertumbuhan ekonomi tahun ini karena inflasi yang tinggi dan dampak dari kenaikan suku bunga yang tajam sepanjang 2022 yang mulai terasa.

Bank sentral Australia, The Reserve Bank of Australia (RBA) memperingatkan skenario perlambatan ekonomi ini selama pertemuan di bulan Februari ini, dan mengatakan bahwa jalan untuk mencapai "soft landing" untuk ekonomi Australia semakin menyempit.

Sebelumnya, RBA menaikkan suku bunga secara kumulatif sebesar 325 basis poin sepanjang tahun lalu. Namun kenaikan tersebut sejauh ini memiliki dampak terbatas pada inflasi, dengan tekanan harga yang berada di level tertinggi lebih dari 30 tahun.

Bagaimana Sektor Perbankan Indonesia?

Jika menengok pada industri perbankan Tanah Air, kinerja saham perbankan big cap RI masih cukup dikatakan moncer. Bahkan, empat bank besar Indonesia sedang mendapatkan “durian runtuh” kenaikan laba jumbo sepanjang 2022. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencatatkan laba bersih terbesar di antara lainnya sebesar Rp51,17 triliun sepanjang 2022.

Menyoal kredit, BBRI telah menyalurkan kredit mencapai Rp 1.139,08 triliun per akhir 2022. Angka kredit ini tumbuh 9,2% secara year on year (YoY) dibandingkan Rp 1.042,86 triliun pada 2021. 

Adapun rasio non-performing loan (NPL) atau kredit macet BBRI secara konsolidasian berada di level 2,67% pada akhir 2022. BBRI juga menyiapkan pencadangan NPL Coverage yang cukup. Angkanya tercatat 305,73%, meningkat dibandingkan dengan 2021 sebesar 281,16%. 

Di lain pihak, per akhir 2022, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatatkan laba bersih Rp41,17 triliun sepanjang tahun lalu atau naik 46,89% yoy. BMRI juga mencatatkan penurunan rasio NPL secara bank only sebesar 93 basis poin (bps) ke level 1,88% yoy.

Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mencatatkan laba bersih konsolidasi sebesar Rp18,31 triliun di akhir 2022. BNI juga mencatatkan penurunan ratio loan at risk (LaR) dari 23% menjadi 16% pada 2022. Angka tingkat biaya kredit (cost of credit) juga turun dari 3,3% menjadi 1,9%.

Terakhir, big cap perbankan RI yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tercatat mengantongi laba bersih sebesar Rp40,7 triliun. BBCA juga tercatat telah menyalurkan kredit sebesar Rp711,3 triliun di sepanjang 2022. 

Capaian ini naik 11,7% dari tahun lalu Rp637 triliun. BCA berhasil mencatatkan kenaikan kredit korporasi sebesar 12,5% yoy menjadi Rp332,2 triliun.

Tak hanya itu, penyaluran kredit BCA di segmen lainnya, seperti kredit konsumer yang naik 11,7% yoy menjadi Rp 171,3 triliun serta kredit komersial dan UKM meningkat 10,1% yoy menjadi Rp 210,2 triliun. 

Adapun, pertumbuhan kredit konsumer disumbang dari kredit kendaraan bermotor sebesar Rp 46,1 triliun atau naik 13,6% yoy dan kredit pemilikan rumah (KPR) naik 11% yoy menjadi Rp 108,3 triliun. BBCA juga mencatatkan rasio LaR turun ke 10%  pada 2022, dibandingkan 14,6% tahun sebelumnya. Sementara itu, BBCA mencatatkan NPL sebesar 1,7% pada 2022, turun dari 2,2% di tahun sebelumnya.

Jika melihat beberapa capaian tersebut, terbukti bahwa perlambatan ekonomi akibat inflasi dan kenaikan suku bunga belum terlalu membebani masyarakat. Sehingga di sisi konsumsi, termasuk kredit perbankan masih bisa tumbuh di tengah awan gelap resesi dan ancaman ekonomi lainnya. (TSA)

SHARE