Mencermati Penyebab Utama BUMN Karya Tak Bagi-Bagi Dividen di 2024
Bahkan, Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas juga tidak menargetkan nilai dividen yang dapat dikontribusikan seluruh emiten konstruksi.
IDXChannel - Emiten konstruksi pelat merah absen alias tidak menyetor dividen kepada pemegang saham sepanjang 2024. Padahal, BUMN berstatus terbuka (Tbk) di sektor bisnis lainnya ramai-ramai membagikan keuntungan bersih (laba) tahun buku 2023 bernilai triliunan Rupiah.
Bahkan, Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas juga tidak menargetkan nilai dividen yang dapat dikontribusikan seluruh emiten konstruksi untuk tahun buku 2023. Sehingga, pada 2025 ada potensi BUMN karya kembali absen menyetor sebagian laba bersihnya ke pemegang saham.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko mengatakan, pihaknya masih fokus pada penyehatan keuangan seluruh BUMN karya, lantaran struktur keuangan perusahaan masih terkontraksi.
Proses restrukturisasi pun ditargetkan mulai rampung tahun ini, terutama untuk PT Waskita Karya Tbk (WSKT), dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).
“Kita tidak target dividen di (BUMN) karya karena kita tahu mereka semua sedang penyehatan, jadi tidak ada dividen dulu di (BUMN) karya,” ujar Tiko saat ditemui beberapa waktu lalu, ditulis Minggu (12/5/2024).
Lantas bagaimana dengan kinerja keuangan emiten BUMN karya saat ini?
Pencatatan keuangan dua emiten konstruksi pelat merah di tiga bulan pertama tahun ini masih negatif. Di mana, WIKA dan WSKT masih merugi.
Pada kuartal I-2024, WIKA membukukan rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk meningkat menjadi Rp1,13 triliun. Angka ini naik 117 persen dibandingkan kerugian pada periode yang sama tahun lalu senilai Rp521,25 miliar.
Dari laporan keuangannya, kerugian di kuartal I-2024 lantaran pendapatan bersih WIKA menurun 18,75 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp3,53 triliun, dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,34 triliun.
Adapun, sumber pendapatan WIKA pada periode tersebut berasal dari bidang infrastruktur dan gedung sebesar Rp1,53 triliun, industri Rp1,15 triliun, industri plant Rp585,97 miliar, hotel Rp192,28 miliar, realty dan properti Rp33,02 miliar, serta investasi Rp35,81 miliar.
Kondisi serupa juga dialami emiten bersandi saham WSKT, di mana perusahaan membukukan rugi menjadi Rp939,5 miliar pada paruh pertama semester satu tahun ini. Kerugian itu naik 150,59 persen dibandingkan periode serupa 2023, yakni Rp374,93 miliar.
Pencatatan keuangan negatif ini didorong oleh meningkatnya beban keuangan yang terkerek hingga 56,17 persen menjadi Rp1,09 triliun. Adapun, WSKT mengantongi pendapatan usaha sebesar Rp2,17 triliun di kuartal I-2024, turun 20,27 persen secara tahunan dari kuartal I-2023, yaitu Rp2,73 triliun.
Sumber pendapatan WSKT berasal dari segmen jasa konstruksi senilai Rp1,48 triliun, turun 35,31 persen secara tahunan. Meskipun begitu, penjualan precast tumbuh 250,74 persen menjadi Rp364,7 miliar. Lalu, pendapatan jalan tol naik 1,75 persen ke posisi Rp248,66 miliar.
Sekalipun dua perusahaan masih merugi, namun keuangan dua emiten BUMN karya lainnya sudah mulai positif. Keduanya adalah PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI).
Pada kuartal I tahun ini, PTPP berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp94,60 miliar. Capaian tersebut meroket 176 persen dari periode yang sama 2023 senilai Rp34,22 miliar.
Pembukuan ini didorong oleh pendapatan usaha yang naik 5,7 persen menjadi Rp4,61 triliun, dari periode yang sama tahun lalu Rp4,36 triliun. Harga pokok pendapatan naik menjadi Rp4,08 triliun dari posisi sama 2023 Rp3,80 triliun.
Kendati, PTPP memutuskan tidak membagikan dividen untuk tahun buku 2023, karena perusahaan masih fokus pada penguatan struktur permodalan.
Keadaan yang hampir sama juga dialami ADHI, dimana laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp10,15 miliar selama kuartal I-2024. Laba ini naik 20,14 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp8,45 miliar.
Hanya saja, pendapatan ADHI turun sepanjang kuartal satu tahun ini. Dalam laporan keuangan, perusahaan membukukan pendapatan usaha sebesar Rp2,63 triliun atau lebih rendah 1,21 persen dari kuartal I-2023 yang berada di posisi Rp2,66 triliun.
Pendapatan usaha ADHI ditopang oleh usaha teknik dan konstruksi sebesar Rp2,03 triliun, properti dan pelayanan Rp106,33 miliar, manufaktur Rp379,54 miliar, dan investasi dan konsesi Rp98,58 miliar.
(YNA)