Menelisik Dampak Positif Merger BES dan BEJ Bagi Industri Keuangan Indonesia
Bergabungnya BEJ dan BES menjadi BEI tentu membawa dampak positif bagi industri keuangan Indonesia.
IDXChannel – Sejarah baru terukir pada 1 Desember 2007. Tepat di hari itu, Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) bersatu dan menjelma menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Merger kedua perusahaan itu diikuti oleh peresmian logo baru BEI (IDXC) pada 7 Januari 2008. Tanggal tersebut juga sekaligus menandai perdagangan hari pertama di BEI.
Bergabungnya dua bursa di Indonesia itu tentu membawa dampak positif bagi industri keuangan Indonesia. Terlebih lagi, keduanya memiliki karakteristik yang berbeda.
Berdasarkan buku Aspek Hukum Pasar Modal, BEJ yang awalnya dikelola oleh pemerintah melalui Bapepam. Sementara itu, BES yang didirikan pada 16 Juni 1989 dimiliki oleh swasta.
Dari sisi perdagangan, BES lebih banyak memperdagangkan obligasi. Sehingga saham yang diperdagangkan tidak sebanyak BEJ.
Meski begitu, saham-saham yang diperdagangkan di BES tidak diperdagangkan di BEJ. Dengan begitu, BES bertindak sebagai Over The Counter (OTC) bagi perdagangan saham-saham yang tidak diperdagangkan di BEJ.
Dengan bergabungnya kedua bursa itu, perdagangan bursa saham melalui BEI pun mengalami banyak kemajuan hingga saat ini. Begitu pula dengan kontribusi terhadap industri keuangan di Indonesia.
Berdasarkan jurnal berjudul “Kontibusi Pasar Modal terhadap Perekoomian Indonesia” yang terbit pada 2008, Warsono menyebut pasar modal Indonesia mengalami perkembangan yang pesat kala itu. Namun, pemanfaatan pasar modal sebagai sumber pendanaan masih relative tertinggal dibandingkan perbankan dalam periode 1997-2007 atau sebelum merger BEJ dan BES.
Bahkan berdasarkan Danareksa Research Institute (Sadewa an Hanif,2007) menghasilkan kesimpulan bahwa 36,4% dari 200 pemimpin perusahaan di Indonesia tidak mengetahui pembelanjaan dari pasar modal.
Mereka bahkan enggan memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembelanjaan. Bahkan ada 8,4% dari responden yang menyatakan belum mengetahui tentang pasar modal dan sebesar 10,4% menyatakan penerbitan sekuritas dalam rangka memperoleh dana harus melalui proses yang rumit.
Dampak Positif Merger BEJ dan BES
Dengan kondisi tersebut, penggabungan BEI dan BEJ menjadi BEI diharapkan memberikan kemudahan bagi perusahaan mencari pendanaan di pasar modal dan tidak hanya mengandalkan pinjaman dari perbankan.
Terbukti dengan lahirnya BEI menjadi tonggak penting kebangkitan pasar modal Indonesia. Selain itu, merger BEJ dan BES melahirkan peraturan yang memberikan menjamin keamanan dan fairness perdagangan di Bursa saham.
Program edukasi terkait perdagangan pasar modal juga semakin masif ditambah dengan sejumlah insentif yang diberikan bagi perusahaan untuk go public dan kemajuan teknologi.
Tak heran jika jumlah investor dan perusahaan yang melantai di BEI semakin banyak. Tak hanya itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) hingga kapitalisasi pasar terus meningkat sejak 2007 hingga saat ini.
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah perusahaan yang melaksanakan initial public offering (IPO) sepanjang 2008 setelah merger BES dan BEJ mencapai 17 emiten dengan total dana IPO mencapai Rp 23,48 triliun.
Sementara itu, jumlah perusahaan yang melakukan right issue atau HMETD sepanjang 2008 mencapai 25 perusahaan dengan total dana Rp55,45 triliun.
Adapun, jumlah perusahaan yang melaksanakan penawaran obligasi mencapai 20 perusahaan dengan dana yang dihimpun mencapai Rp14,1 triliun.
Secara rinci, jumlah emiten pada akhir 2007 saat awal mulai lahirnya BEI mencapai 468 dengan jumlah saham yang beredar 8.241.042.944.718 dengan nilai emisi Rp328,29 triliun.
Setahun setelah merger BEJ dan BES, tepatnya pada Desember 2008, jumlah emiten meningkat menjadi 485 dengan jumlah saham 8.399.187.971.091 dan nilai emisi mencapai Rp407,23 triliun.
Dari sisi IHSG, level tertinggi pada 2007 di 2.810,96 dengan level terendah 1.678,04. Sementara pada penutupan perdagangan hari terakhir di 2007, IHSH berada di level 2.745,83 dengan nilai kapitalisasi pasar saham mencapai Rp1.988,32 triliun.
Sepanjang 2008, IHSG berada di level tertinggi 2.830,26 dan level terendah 1.111,39. Indeks saham ditutup di level 1.355,41 pada akhir perdagangan 2008 dengan nilai kapitalisasi pasar saham mencapai Rp1.076,49 triliun.
Sementara itu, nilai kapitalisasi pasar secara keseluruhan di pasar modal Indonesia, termasuk obligasi koorporasi dan obligasi pemerintah, sepanjang 2007 mencapai Rp2.548,55 triliun. Sepanjang 2008, nilai kapitalisasi pasar pasar modal mencapai Rp1.675,16 triliun.
Meski begitu, dalam 10 tahun kemudian atau tepatnya 2018, IHSG berada di posisi tertinggi di level 6.689,28 dan level terendah 5.633,93. Sementara itu, indek saham ditutup di posisi 6.194,49 di akhir perdagangan 2018.
Tepat pada Juli 2023, IHSG mencapai level tertinggi di 6.945 dan terendah 6.565,72 dengan ditutup di level 6.869,57 di akhir Juli 2023.
Sementara itu, nilai kapitalisasi sepanjang 2018 mencapai Rp7.023,5 triliun, sedangkan pada Juli 2023 telah mencapai Rp9.912,89 triliiun. Bahkan pada awal Agustus 2023, nilai kapitalisasi pasar telah menembus Rp10.000 triliun.
Dari sisi jumlah perusahaan tercatat mencapai 873 dengan perusahaan yang baru tercatat atau new listing mencapai 49 periode Januari hingga Juli 2023.
Dari sisi obligasi korporasi pada November 2008 mencapai Rp73,40 triliun dan obligasi pemerintah sebesar Rp534,45 triliun.
Semetara pada 2018 jumlah obligasi korporasi mencapai Rp411,85 triliun dan obligasi surat utang negara sebesar Rp2.365,35 triliun. Hingga Juni 2023, jumlah obligasi korporasi mencapai Rp444,09 triliun, dan surat utang negara sebesar Rp5.458,82 triliun.
Data tersebut menunjukkan perkembangan pasar modal turut mendorong industri keuangan Indonesia dengan meningkatnya jumlah perusahaan di pasar modal, hingga obligasi korporasi dan pemerintah.
(FRI)