Meneropong IHSG 2025 di Bawah Bayang-Bayang Trump dan Awan Mendung Ekonomi Dunia
Meneropong proyeksi IHSG 2025 di bawah bayang-bayang kepemimpinan Donald Trump dan awan mendung ekonomi dunia.
IDXChannel - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali 2025 dengan penguatan. Sesi I perdagangan perdana (2/1), indeks ditutup tancap gas ke level 7.131. Hingga jelang sesi II berakhir, IHSG masih bergerak di zona hijau.
Ini baru awal. Pasar modal Indonesia diproyeksi menghadapi sederet tantangan di tahun ini. Salah satunya kebijakan ekonomi di bawah kepemimpinan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Seperti yang diungkapkan Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, I. B. Aditya Jayaantara.
Dia mengatakan, tren inflasi, tren suku bunga bank sentral, ketegangan geopolitik yang belum mereda, serta kebijakan ekonomi proteksionis dari AS merupakan tantangan-tantangan ekonomi yang akan dihadapi pada 2025.
"Di 2025, sejumlah tantangan tersebut memang perlu diantisipasi,” kata Aditya dalam Konferensi Pers Peresmian Penutupan Perdagangan BEI 2024 di Gedung BEI, Senin (30/12/2024).
Lalu bagaimana outlook IHSG di Tahun Ular Kayu?
# Proyeksi IHSG 2025 dari RHB Sekuritas Indonesia
Valuasi IHSG Termurah se-ASEAN
Meski IHSG sepanjang 2024 melemah 2,65 persen ditutup di level 7.079, namun indeks berpeluang bangkit.
IHSG disebut memiliki potensi pergerakan yang baik pada 2025. Hal ini didasari pada koreksi yang terjadi di 2024, di mana indeks sudah sempat menyentuh level 6.900 yang membuat valuasi IHSG saat ini terbilang cukup murah.
Research Analyst RHB Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi mengatakan, Price Earning Ratio (PER) IHSG saat ini berada di level 12 kali, hampir mirip dengan Singapura dan menjadikan IHSG sebagai salah satu indeks dengan valuasi termurah di Asia Tenggara.
Kemudian, tingkat pertumbuhan laba dari emiten-emiten di Bursa, terutama yang berkapitalisasi besar atau big caps disebut akan menjadi salah satu katalis pendorong pergerakan IHSG di sepanjang 2025.
“Kami memperkirakan di 2025, rata-rata pertumbuhan laba per saham dari emiten-emiten yang ada di IHSG itu bisa tumbuh hampir mendekati 8 persen year on year,” kata Wafi dalam Prime Market Highlight IDX Channel pada Rabu (1/1/2025).
Di sisi lain, pergerakan indeks dalam negeri masih akan dibayangi oleh sejumlah potensi risiko yang terjadi di 2024.
Adanya ketidakpastian pertumbuhan ekonomi AS, kebijakan pemangkasan suku bunga The Fed turut membayangi gerak indeks di tahun ini.
Dari sisi domestik, pertumbuhan upah minimum, penerapan tarif PPN, dan peningkatan jumlah PHK yang dilakukan oleh sejumlah industri disebut menjadi momok pergerakan indeks di 2025.
IHSG Diprediksi Tembus 8.000, Turbulensi Berlanjut
Wafi memproyeksikan, IHSG akan bergerak pada rentang 7.800-8.000 di 2025. Target tersebut berdasarkan valuasi historikal IHSG. Menurut Wafi, angka 8.000 menjadi level optimistis indeks di 2025.
IHSG diproyeksi masih akan bergejolak di paruh pertama 2025. IHSG tengah dalam tren pelemahan menjelang akhir 2024.
Wafi menilai, turbulensi atau dinamika IHSG masih akan berlanjut. Paling tidak sampai dengan semester I-2025. Hal itu dikarenakan, sejumlah faktor yang berpengaruh dalam pelemahan indeks sepanjang tahun lalu akan mulai pulih pada kuartal I-2025.
Selain itu, adanya momentum seperti Ramadan, Idul Fitri dan Hari Raya Imlek juga menjadi katalis positif IHSG di kuartal I tahun ini.
Di samping itu, yang disebut sebagai potensi risiko di tahun lalu akan berangsur stabil, seperti kepastian pemangkasan suku bunga oleh The Fed, kebijakan pemerintahan baru AS, serta realisasi kebijakan pemerintahan baru di Indonesia.
“Kami masih melihat di 2025, pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh sekitar 5 persen dan itu juga berdampak terhadap target IHSG di 2025,” ujar Wafi.
# Proyeksi IHSG 2025 dari Mandiri Sekuritas
Sektor Saham Pilihan di 2025
Sementara itu, Mandiri Sekuritas memproyeksikan IHSG di akhir 2025 berada pada level 8.150. Pergerakan indeks diperkirakan berada di rentang 8.590-7.140.
Head of Equity Market Analyst and Strategy Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer mengatakan, di tengah meningkatnya ketidakpastian global dan domestik, pasar saham akan mengalami ‘The Waiting Game’, menunggu kondisi lebih pasti.
Joezer menyebut, indeks akan menghadapi tekanan strategi bottom-up dan pada keadaan seperti ini. Oleh karena itu, sangat penting bagi investor untuk berfokus pada sektoral saat memasuki 2025.
“Kami mendorong para investor untuk berkonsentrasi pada area di mana perputaran uang akan meningkat, seiring dengan meningkatnya kebutuhan pendanaan menghadapi kondisi likuiditas yang masih ketat, dan volatilitas yang besar mungkin akan terus terjadi sampai adanya kepastian yang lebih besar,” kata Joezer.
Dari sisi sektoral, Joezer mengungkapkan, sektor konsumsi, sektor pangan, sektor properti, sektor telekomunikasi, sektor transportasi, dan ritel menjadi pilihan di kuartal I. Sementara di kuartal II-2025, sektor-sektor yang disukai adalah perbankan, otomotif, dan ritel.
# Proyeksi Pasar Saham RI dari Schroders Indonesia
Kembalinya Trump Bisa Usik Pasar Saham RI
Kinerja pasar saham Indonesia di 2025 diproyeksi masih akan solid meski dihadapi sejumlah tantangan ekonomi.
Schroders Indonesia dalam risetnya mengatakan, optimisme namun hati-hati terhadap pasar saham Indonesia.
Kejelasan mengenai kebijakan domestik dan asing adalah faktor kunci. Ekspektasi pemerintah terhadap pertumbuhan PDB year on year sebesar 5,2 persen dan ekspektasi konsensus terhadap pertumbuhan laba per saham atau earning per share (EPS) year on year sekitar 10 persen untuk 2025 akan membuat Indonesia menjadi salah satu pasar yang tangguh secara global.
“Program-program pemerintah yang terlihat pro-konsumsi dan pertumbuhan secara teori positif untuk pasar saham,” menurut Schroders Indonesia Outlook 2025.
Sementara itu, pertumbuhan laba perusahaan yang sehat dari sektor-sektor, seperti perbankan dan konsumen masih diharapkan guna mendorong kinerja pasar saham domestik.
Meskipun demikian, gangguan diperkirakan dapat datang baik dari sisi global, seperti kembalinya Trump sebagai Presiden AS maupun dari dalam negeri, di mana investor terus mencermati eksekusi kebijakan dari kabinet yang baru.
Pergerakan mata uang juga sangat penting untuk pasar saham. Dari sisi valuasi, Indonesia masih diperdagangkan pada valuasi yang menarik sebesar 12,1x PE 2025, yang masih lebih murah dibandingkan dengan peers negara maju, seperti AS dan Jepang, serta peers negara berkembang seperti India dan Malaysia.
RI Siap-Siap Kebanjiran Dana Asing
Dalam hal aliran modal, Schroders Indonesia menyebut, pasar Indonesia masih memiliki potensi untuk mendapatkan manfaat dari sentimen lemah terhadap China karena Presiden terpilih Trump. Sebab, Trump disebut-sebut akan tetap bersikap keras terhadap China di saat ekonominya masih berjuang untuk pulih.
Oleh karena itu, di pasar negara berkembang Asia, India bersama dengan negara-negara ASEAN, seperti Indonesia akan menjadi fokus utama bagi investor saham global. Meskipun mulai terlihat tren pembalikan pertumbuhan PDB dan laba bersih India, yang jika terus berlanjut, maka pasar negara berkembang ASEAN, termasuk Indonesia kemungkinan akan menarik perhatian investor saham global.
Selain itu, akan lebih banyak produsen yang mengalihkan fasilitas mereka dari China ke negara lain termasuk Indonesia, sehingga mendorong lebih banyak aliran foreign direct investment (FDI).
Kendati demikian, satu risiko negatif dari China adalah dalam hal perdagangan karena Indonesia masih menjadi salah satu mitra dagang terbesar Indonesia.
Meskipun berita utama terkait stimulus dapat memberikan dukungan kepada China dari waktu ke waktu, investor diperkirakan masih ingin melihat perbaikan dalam data makro China terlebih dahulu sebelum pemulihan menjadi struktural.
Risiko bagi China adalah jika perang dagang dengan AS meningkat, maka pertumbuhan PDB China akan menghadapi tantangan lebih lanjut karena ekspor telah menjadi pendorong pertumbuhannya dalam beberapa tahun terakhir dengan lemahnya permintaan domestik.
(Fiki Ariyanti)