MARKET NEWS

Menguak Rahasia di Balik Performa Gemilang Pasar Modal Indonesia

Nur Ichsan Yuniarto 04/08/2023 20:25 WIB

Selama 46 tahun berjalan, pasar modal Indonesia terbukti dan teruji bisa melewati berbagai peristiwa sejarah di dalam tidak stabilnya perekonomian Indonesia.

Selama 46 tahun berjalan, pasar modal Indonesia terbukti dan teruji bisa melewati berbagai peristiwa sejarah di dalam tidak stabilnya perekonomian Indonesia.

IDXChannel - Pasar Modal Indonesia akan berusia 46 tahun pada 10 Agustus 2023 mendatang. Namun, apa rahasia di balik performa gemilang Pasar Modal Indonesia hingga bisa mencapai usia 46 tahun ini?

Menilik ke belakang, dilansir dari laman Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar modal di Indonesia ternyata lahir sebelum Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Uniknya, pasar modal di tanah air didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda, tujuannya tentu untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Sejak berdiri, pasar modal di Indonesia pernah vakum. Kevakuman terjadi pada 1956 hingga 1977. 

Penyebanya meletusnya perang dunia pertama dan kedua. Selain itu, kurang stabilnya kondisi sosial ekonomi politik menyebabkan bursa saham tidak dapat berjalan dengan seharusnya.

Setelah vakum hampir 21 tahun, pemerintah akhirnya menghidupkan kembali pasar modal. Hidupnya kembali pasar modal ini terjadi pada 10 Agustus 1977 yang saat ini diperingati hari jadi Pasar Modal Indonesia.

Selama 46 tahun berjalan, pasar modal Indonesia terbukti dan teruji bisa melewati berbagai peristiwa sejarah di dalam tidak stabilnya perekonomian Indonesia.

"Mulai dari zaman kolonial, selama perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan pada saat menghadapi krisis keuangan, baik di Indonesia maupun krisis keuangan global," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dilansir dari laman Kemenkeu, Jumat (4/8/2023).

Menurutnya, guncangan tersebut selalu mempengaruhi sentimen pasar modal Indonesia. Terlebih, dengan adanya pandemi Covid-19 dan perang yang terjadi di Ukraina.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut pandemi Covid-19 telah memberikan pukulan berat bagi pasar modal Indonesia.

Salah satunya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Terhitung hanya tiga bulan yakni Januari 2020 hingga 20 Maret 2020, IHSG merosot sangat tajam dari level 6.300 menjadi 3.900.

Volume transaksi juga merosot. Jika pada tahun 2019, volume transaksi sebesar 36.534.971.048, tahun 2020 turun 27.495.947.445. Ini mencerminkan sebagian besar perilaku investor wait and see.  Investor khawatir atras kondisi pasar  di masa mendatang.

Kepanikan investor diperparah dengan munculnya berbagai mutasi dari virus Covid-19, seperti Delta lalu Omicron. Keduanya muncul pada tahun 2021 hingg 2022.

Jadi, faktor apa saja yang memengaruhi pasar modal, khususnya pada masa pandemi Covid-19?

Dilansir dari bi.go.id, ada beberap faktor penting yang memengaruhi pasar modal, yang pertama, stimulus kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dan bank sentral.

Dalam konteks kebijakan moneter, bank sentral melakukan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) dengan membeli surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah. Pelonggaran ini dapat memengaruhi performa pasar modal sebuah negara. 

Kebijakan stimulus fiskal pemerintah terhadap perekonomian berupa bantuan kepada usaha. Dua stimulus tersebut pada akhirnya dapat menopang performa pasar modal.

Kemudian spekulasi dan berita terkait Covid-19 terhadap pasar modal. Kondisi pandemi yang tidak menentu menyebabkan para investor membangun spekulasi terhadap pasar modal Indonesia. Berita terkait Covid-19 juga ikut andil dalam memengaruhi pergerakan pasar saat ini dan masa mendatang.

Selanjutnya, respons pemerintah terhadap situasi. Respons permerintah terhadap pandemi juga turut memengaruhi kondisi pasar modal sebuah negara.

Hal ini karena respons pemerintah terhadap pandemi akan turut memengaruhi bagaimana perekonomian akan pulih di masa mendatang.

Jauh sebelum Covid-19, pasar modal Indonesia pernah diguncang dengan kondisi krisis moneter 1998 yang telah meruntuhkan perbankan dan mata uang rupiah.

Saat itu, kurs rupiah merosot 83,3% dari Rp 2.500 per dollar AS di pertengahan 1997 menjadi Rp 15.000 di 1998. Harga barang impor melonjak beberapa kali lipat sehingga inflasi melambung 77% pada 1998. Pertumbuhan ekonomi terjun bebas menjadi minus 13% dari 4,7% . 

Tidak sedikit emiten yang rugi triliunan rupiah akibat selisih kurs di 1998. IHSG anjlok 65,3% dari 740,8 merosot ke 256,8. Perlu waktu waktu 5 hingga 6 tahun untuk kembali ke posisi semula.

Setelah krisis 1998, Indonesia kembali menghadapi krisis di tahun 2008. Saat itu IHSG turun taham 60,7% ke 1.111 dari 2.747 di akhir 2007.

Tidak hanya di pasar saham, tekanan berat juga menghantam obligasi global pemerintah. Akibat minimnya cadangan devisa yang hanya sekitar US$ 50 miliar. Kemudian kurs rupiah yang merosot hingga Rp12.000 per dollar AS.

Sepanjang 2008, total kapitalisasi pasar di BEI susut jadi Rp 1.076 triliun, dari Rp1.988 triliun.

Meski begitu, pertumbuhan ekonomi di 2008 masih mencapai 6% dan turun menjadi 4,5% di 2009. IHSG naik 87% di 2009 kemudian setahun kemudian 2010 dilaporkan naik di persentase 46%. Rupiah juga menguat kencang hingga Rp 8.450 per dollar AS akibat boom harga komoditas pada 2011. 

Meski perekonomian Indonesia diguncang sehingga mempengaruhi sentimen pasar modal, nyatanya pasar modal Indonesia tetap berdiri hingga saat ini.

"Tantangan tersebut tentu merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh pasar modal Indonesia," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani pun membeberkan rahasia di balik performa gemilang pasar modal Indonesia salah satunya perbaikan.

"Perbaikan dan reformasi tata kelola pasar modal Indonesia menjadi kunci bagi keberhasilan untuk menghadapi berbagai guncangan," kata dia.

Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, Menkeu melihat pasar modal Indonesia tumbuh pesat dengan didorong oleh program reformasi yang ditetapkan, otomatisasi proses bisnis, perlindungan investor, dan akselerasi pendalaman pasar.

Tak hanya itu, pasar modal Indonesia mampu merespons dengan baik saat Indonesia diterjang pandemi Covid-19. Namun, hal itu bisa dilewati dengan dukungan kebijakan yang ditetapkan bersama-sama pemerintah dan Self Regulatory Organization (SRO), juga stakeholder lainnya.

"Guncangan yang luar biasa dapat ditangani dengan baik," kata dia. (NIY)

SHARE