MARKET NEWS

Meski Rupiah Tumbang, Pasar Modal RI Tetap Jadi Pemain Terbaik Asia

Tim IDXChannel 17/10/2022 08:22 WIB

Mata uang Rupiah memang melemah, namun pasar modal Indonesia tetap akan jadi titik terang.

Meski Rupiah Tumbang, Pasar Modal RI Tetap Jadi Pemain Terbaik Asia. (Foto: MNC Media).

IDXChannel - Mata uang Rupiah jatuh dan modal asing di pasar obligasi kabur memicu kekhawatiran bahwa ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini akhirnya mulai retak setelah berbulan-bulan memiliki ketahanan yang luar biasa terhadap tantangan global. 

Pasar modal Indonesia adalah pemain terbaik Asia tahun ini. Rupiah terhadap dolar AS hanya turun 3% dalam enam bulan hingga akhir Agustus 2022. Sementara Won Korea Selatan dan Baht Thailand anjlok lebih dari 10%. 

Namun September ini membawa perubahan yang lebih buruk terhadap mata uang Rupiah. Di mana merosot 2,5% yang merupakan penurunan bulanan terbesar tahun ini. Kondisi ini sejalan dengan pelemahan mata uang di negara Asia lainnya. 

Pada perdagangan Jumat pekan lalu, mata uang Garuda melemah 65 poin ke level Rp15.427 per dolar AS. 

Para analis dan investor meningkatkan alarm atas risiko tersebut. Cadangan devisa berkurang, kewajiban utang meningkat, dan modal asing hengkang. 

"Ini semacam efek catch up atau catch down," kata Ahli Strategi Pasar Negara Berkembang di NatWest Markets, Galvin Chia, dikutip dari Reuters, Senin (17/10/2022). 

Chia mengaku, pelemahan mata uang Rupiah disebabkan faktor eksternal yang bergejolak, termasuk kenaikan dolar AS tanpa henti. Namun para pakar pasar mengungkapkan hal berbeda. Ekonomi dan kebijakan moneter yang relatif solid dinilai akan membantu Indonesia melawan tantangan yang pernah dialami dalam krisis masa lalu. 

"Anda (Indonesia) memiliki bank sentral yang setidaknya sekarang lebih proaktif dan memiliki banyak kredibilitas, memiliki penarik dari komoditas," ujar Manajer Portofolio Senior dan Kepala Internasional Kelompok Pendapatan Tetap di Federated Hermes, Ihab Salib. 

"Saya pikir semua itu menunjukkan Indonesia mungkin mengungguli secara relatif," sambungnya. 

Sekadar informasi, selama siklus pengetatan kebijakan The Fed pada 2018, mata uang Rupiah jatuh ke posisi terendah selama beberapa dekade. Selama taper tantrum tahun 2013, Rupiah anjlok 20%. 

Kenaikan harga komoditas telah membuat surplus transaksi berjalan melebar, sehingga memberi perlindungan terhadap arus keluar modal. Kepemilikan asing atas obligasi Indonesia yang pernah menguasai setengah pasar satu dekade lalu pun lebih rendah sekira 14%. 

Namun keuntungan hasil Indonesia telah menguap karena tingkat imbal hasil di tempat lain naik lebih cepat. Arus keluar dari pasar oblibasi, di mana imbal hasil setinggi 7% mencapai USD11 miliar dalam tiga kuartal pertama tahun ini, hampir dua kali lipat dari USD5,7 miliar di sepanjang 2021. 

"Saya menduga ini merupakan reaksi yang tertunda," kata Kepala Ekonomi dan Strategi Mizuho Bank, Wisnu Varathan mengenai pelemahan rupiah baru-baru ini. 

Tanpa tanda-tanda dolar AS yang melonjak akan mencapai puncaknya dalam waktu dekat, Varathan menyoroti risiko kewajiban utang luar negeri Indonesia dan penurunan cadev dapat menjadi kekhawatiran pada saat yang sama pengetatan kebijakan domestik memukul pertumbuhan. 

"Jika hal-hal ini mulai bergabung, kita bisa mendapat episode arus keluar modal yang cukup mendadak," terangnya. 

Cadev Indonesia turun USD1,4 miliar bulan lalu menjadi USD130,8 miliar karena pembayaran utang dan upaya Bank Indoensia menstabilkan rupiah. Terjadi lonjakan inflasi September ke level tertinggi dalam tujuh tahun akibat kenaikan harga BBM. 

Pasar modal Indonesia tetap menjadi titik terang, di mana Indeks acuan Jakarta (IHSG) naik lebih dari 3% pada penutupan Jumat. Sementara indeks Bovespa Brazil naik hampir 7%. 

Bank Indonesia menaikkan suku bunga sangat agresif sebesar 50 basis poin untuk mengendalikan inflasi. 

"Indonesia tetap menjadi cerita yang sangat bagus dalam portofolio Asia," kata Ahli Strategi Ekuitas Asia di Societe Generale SA, Rajat Agarwal.

"Jika melihat konsumsi, pertumbuhan kredit, semuanya domestik. Tidak seperti pasar ekspor lain di Asia. Indonesia akan menjadi salah satu pasar yang lebih tangguh dengan latar belakang saat ini," tandasnya. 

(FAY)

SHARE