Minyak Goreng hingga Cabai, Tengok Tingkat Inflasi Lima Tahun Terakhir dan Penyebabnya
Berdasarkan data BPS dalam laman resminya, inflasi yang paling tinggi terjadi di 2017 dengan 3,61%. Sementara itu, terendah ada di 2020 dengan 1,68%.
IDXChannel – Kenaikan harga sembako di Indonesia nyatanya juga memengaruhi inflasi, tercatat dalam periode lima tahun terakhir (2017 – 2021), tingkat inflasi di Indonesia cenderung fluktuatif. Berdasarkan data yang disajikan BPS dalam laman resminya, inflasi yang paling tinggi terjadi di 2017 dengan 3,61%. Sementara itu, inflasi terendah ada di tahun 2020 dengan 1,68%.
Berikut tingkat inflasi di Indonesia pada 2017 hingga 2021.
2017 | (3,61%) |
2018 | (3,13%) |
2019 | (2,72%) |
2020 | (1,68%) |
2021 | (1,87%) |
Inflasi pada Desember 2017 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2016, yakni 0,71%. Padahal, tingkat inflasi di Desember 2016 hanya 0,42%. Melansir Sindonews, Selasa (2/2/2022), penyebab tingginya tingkat inflasi pada Desember 2017 adalah karena meroketnya harga bahan makanan dan tarif angkutan udara.
Pada bulan tersebut, harga inflasi yang terjadi terhadap bahan makanan memang relatif tinggi, yakni 2,26%. Beberapa jenis bahan makanan yang mengalami inflasi adalah cabai merah, daging ayam ras, telur ayam ras, ikan segar dan beras.
Selain itu, isu kelangkaan LPG 3 kg juga berperan dalam besarnya tingkat inflasi pada 2017. Hal ini tentu saja menyebabkan lonjakan harga LPG 3 kg di hampir 60 kota. Tarif angkutan udara juga meningkat sebesar 0,9 % karena ramainya permintaan menjelang libur Natal dan Tahun Baru.
Jika menengok ke 2016 dengan tingkat inflasi sebesar 3,02%, inflasi terjadi hanya karena melonjaknya harga makanan saja. Namun, di 2017 terjadi perubahan pola. Isu dicabutnya subsidi listrik pelanggan berdaya 900 VA per Januari 2017 juga turut andil.
Tingginya inflasi di Desember 2017 itu juga dibarengi dengan IHK (Indeks Harga Konsumen) sebesar 131,28. Menurut BPS, dari 82 kota IHK, seluruhnya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di kota Jayapura, Papua dengan nilai 2,28 % dan IHK 131,75. Tingkat inflasi terendah ada di Sorong dengan 0,18 % dan IHK 128,53.
Pada 2021, tingkat inflasi Indeks Harga Konsumen tercatat sebesar 1,87%. Angka ini dinilai rendah karena berada di bawah kisaran target 3±1% (yoy) yang telah ditetapkan. Terkendalinya inflasi pada 2021 dipengaruhi antara lain karena belum kuatnya permintaan domestik sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Hal tersebut seiring dengan adanya pembatasan pergerakan guna mencegah penyebaran virus corona. Selain itu, memadainya pasokan serta sinergi kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah di pusat dan daerah dalam menjaga kestabilan harga, juga turut menjadi faktor yang memengaruhi.
Melansir publikasi dari ekon.go.id, untuk inflasi bulanan, inflasi Desember 2021 mengalami peningkatan sebesar 0,57% (mtm). Capaian ini merupakan angka tertinggi sepanjang 2021, yang dipengaruhi pergerakan seluruh komponen inflasi.
Komponen volatile food (VF) pada Desember 2021 mengalami inflasi 2,32% (mtm) atau 3,20% (yoy) dengan andil 0,38%. Komoditas VF yang dominan memiliki andil terhadap inflasi Desember 2021 antara lain cabai rawit, daging ayam ras, telur ayam ras, cabai merah, dan minyak goreng.
Kenaikan harga minyak goreng cukup mencengangkan. Sepanjang 2021, total andil minyak goreng terhadap inflasi umum sebesar 0,31%. Naiknya harga minyak goreng telah terjadi sejak Juli 2020, sebesar 46,32%. Per 31 Desember 2021, menurut data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga minyak goreng per 31 Desember 2021 sudah mencapai Rp19.900 per liter. Kenaikan harga minyak goreng ini merupakan dampak dari naiknya harga CPO. (FHM)