Napas Kedua Blue Bird Usai Dihantam Pandemi
Sektor transportasi, khususnya taksi, cukup terpukul dengan adanya disrupsi digital. PT Blue Bird Tbk (BIRD) mencoba pulih dari tekanan tersebut.
IDXChannel - Sektor transportasi, khususnya taksi, cukup terpukul dengan adanya disrupsi digital. Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta menyebutkan, hingga tahun 2018, hanya ada 8 perusahaan taksi yang bertahan dari serbuan taksi online. Padahal, pada 2016 jumlahnya mencapai 34 perusahaan.
PT Blue Bird Tbk (BIRD), sebagai pengelola taksi ternama di Indonesia, juga mengakui adanya digitalisasi menyebabkan terjadinya perang harga antara kompetitor. Guna melawan disrupsi, BIRD bertransformasi meluncurkan MyBlueBird Apps dan Easy Ride, bahkan turut berkolaborasi bersama salah satu perusahaan transportasi online besar seperti Gojek.
BIRD juga menyediakan pembayaran melalui berbagai dompet digital supaya semakin memudahkan masyarakat dalam bertransaksi.
Namun, pada 2020 lalu, sektor ini dihantam oleh pandemi Covid-19. Adanya pembatasan mobilitas masyarakat di tengah pandemi menyebabkan perusahaan ini mengalami penurunan transaksi. Manajemen BIRD mengungkapkan bahwa perseroan ini mengalami penurunan pendapatan sebesar 49 persen di tahun 2020.
“Di tahun 2020, perseroan terpaksa harus membukukan kerugian. Meski demikian, perseroan masih mampu membukukan laba kotor positif dan menjaga posisi kas yang sehat per 31 Desember 2020. Hal ini mengindikasikan bahwa kami masih mampu untuk menjaga posisi likuiditasnya dengan baik meskipun masih berada di bawah tekanan Pandemi,” tulis manajemen BIRD dalam laporan tahunan perusahaan tahun 2020.
Setahun setelah pandemi, BIRD masih mencatat penurunan pendapatan sebesar Rp480,05 miliar pada Triwulan-I 2021 atau turun hingga 46 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. Pendapatan dari jasa kendaraan taksi pun turut merosot hingga 50 persen. Pada Triwulan-I tahun 2021, pendapatan BIRD dari jasa taksi hanya sebesar Rp347,72 miliar, padahal sebelumnya memperoleh Rp692,07 miliar.
Tak hanya dari segi pendapatan, emiten taksi ini juga mengalami penurunan armada. Pada 2021, armada BIRD menurun sebanyak 3.575 armada menjadi 14.519 unit yang terdiri dari taksi reguler dan eksekutif.
Rival yang ‘Ngos-Ngosan’
Selain BIRD, penyedia jasa layanan taksi lainnya—yang notabene pesaing Blue Bird--juga mengalami kerugian selama pandemi. Sebut saja, taksi Express besutan PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) juga membukukan kerugian hingga 86,39 persen pada Triwulan I-2021.
Berdasarkan Laporan Keuangan Publikasi TAXI, pendapatan bersih emiten ini pada periode tersebut merosot menjadi Rp2,15 miliar selama 3 bulan pertama 2021. Padahal, dalam periode yang saham tahun 2020 pendapatan TAXI mencapai Rp15,78 miliar.
Sementara pendapatan dari sektor jasa kendaraan taksi pada periode yang sama juga turut merugi hingga 99,05 persen secara year on year (yoy). Adapun pendapatan dari jasa kendaraan taksi pada Triwulan I-2021 sebesar Rp100,48 juta, sementara di tahun sebelumnya mencapai Rp10,63 miliar.
TAXI juga menanggung utang termasuk kewajiban (liabilitas) perusahaan sebesar Rp763,63 miliar per Triwulan I-2020. Kendati demikian, total liabilitas emiten ini turun menjadi Rp315,97 miliar per periode yang sama di tahun 2021.
Pendapatan Perusahaan Taksi Triwulan I Tahun 2020-2021
Sumber: Tim Riset IDX Channel, Juni 2022, Laporan Keuangan BIRD & TAXI (data olahan)
BIRD Bangkit Membalik Rugi di Masa Pemulihan Ekonomi
Usai mengalami masa-masa sulit, BIRD pun mampu membalik rugi di masa pemulihan ekonomi pasca pandemi. Di tahun 2021, BIRD mencatatkan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik induk (laba bersih) sebesar Rp7,71 miliar. Kondisi tersebut berbalik dari rugi bersih emiten ini sepanjang 2020, yakni Rp161,35 miliar.
Teranyar, di triwulan pertama 2022, Blue Bird mencatatkan laba bersih sebesar Rp47,14 miliar setelah merugi sebesar Rp28,25 miliar di periode yang sama 2021.
Selain itu, manajemen Blue Bird turut menyatakan peningkatan pendapatan neto yan diperoleh segmen operasi taksi sepanjang tahun 2021 sebesar Rp1,62 triliun. Adapun kenaikan pendapatan tersebut sebesar 10,20 persen dari semula Rp1,47 triliun.
“Sepanjang tahun 2021, kontribusi lapangan usaha transportasi dan perdagangan bagi pertumbuhan ekonomi naik dibanding tahun lalu. Salah satu faktor kenaikan itu disebabkan oleh peningkatan efisiensi transportasi dan logistik yang sejalan dengan ketersediaan infrastruktur konektivitas yang lebih baik, sehingga mendukung distribusi barang dan jasa,” ungkap Manajemen BIRD, dilansir dari laporan keuangan perusahaan tahun 2021.
Tak berhenti di situ, BIRD lagi-lagi mencatatkan peningkatan pendapatan dari sektor kendaraan taksi di tahun berikutnya. Pada triwulan pertama 2022, pendapatan jasa kendaraan taksi BIRD mencapai Rp517,47 miliar. Angka tersebut naik 48,82 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni Rp347,72 miliar. Kenaikan tersebut menjadi nafas kedua bagi BIRD setelah mengalami kemerosotan di masa pandemi.
Di tahun 2022, Blue Bird cukup optimis dengan pergerakan bisnis yang berangsur pulih. Adapun manajemen emiten ini menegaskan untuk mempersiapkan diri melakukan ekspansi usaha. BIRD mempersiapkan belanja modal sekitar Rp1 triliun untuk peremajaan armada taksi maupun kendaraan rental dan bus.
“Manajemen optimis dapat mewujudkan efisiensi operasional dan akan meningkatkan kinerja Blue Bird, khususnya di tahun 2022,” tulis manajemen Blue Bird pada laporan tahunan perusahaan tahun 2021.
TAXI Masih Tertekan, Pendapatan dari Taksi Nihil
Di sisi lain, TAXI sebagai kompetitor BIRD belum mencetak laba seusai pandemi meskipun ekonomi mulai pulih. Tercatat pada Triwulan I-2022, perusahaan ini masih merugi sebesar Rp2,65 miliar. Meski demikian, rugi bersih atribusi induk emiten ini telah menurun hingga 91,04 persen dari sebelumnya, yaitu minus Rp29,53 miliar pada periode yang sama di tahun 2021.
Ini lantaran pendapatan TAXI anjlok signifikan dari Rp2,15 miliar pada kuartal I 2021 menjadi hanya Rp399,03 juta pada periode yang saham 2022.
Ternyata, segmen pendapatan dari kendaraan taksi nihil atau tidak ada sepanjang 3 bulan pertama tahun ini. Padahal, triwulan pertama tahun lalu, segmen taksi masih menyumbang Rp100,48 juta dari total pendapatan TAXI. Praktis, TAXI hanya mengandalkan segmen sewa kendaraan sepanjang periode 3 bulan ini dengan sumbangan pendapatan Rp365,35 juta.
Dari kinerja saham, BIRD masih unggul dibanding TAXI. Harga saham BIRD per 3 Juni 2022 mencapai Rp1.720/saham, yakni naik 1,18 persen dari hari sebelumnya. Sementara kinerja secara Year to Date (YTD) emiten ini cukup baik, yakni 24,64 persen.
Di sisi lain, harga saham TAXI pada periode yang sama hanya mencapai Rp50/saham. Pada perdagangan di hari yang sama, saham TAXI minim transaksi dan cenderung ‘tidur’.
Adapun terdapat notasi X pada saham emiten ini yang artinya efek bersifat ekuitas dalam pemantauan khusus.
Maksudnya, Harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di pasar reguler kurang dari Rp51 per saham.
Selain itu, saham TAXI juga emiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp5 juta rupihan dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler. (ADF)
Periset: Melati Kristina