MARKET NEWS

OPEC+ Pangkas Produksi Minyak, Gertakan buat Para Spekulan

Maulina Ulfa - Riset 04/04/2023 16:23 WIB

Kabar mengejutkan datang di akhir pekan lalu di mana negara-negara eksportir minyak yang tergabung dalam OPEC+ mengumumkan pemangkasan produksi pada 2023.

OPEC+ Pangkas Produksi Minyak, Gertakan buat Para Spekulan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Kabar mengejutkan datang di akhir pekan lalu di mana negara-negara eksportir minyak yang tergabung dalam OPEC+ mengumumkan pemangkasan produksi pada 2023. Tak tanggung-tanggung, pemangkasan ini akan menargetkan sebesar 1,1 juta barel.

Pasar merespons dengan langsung melonjaknya harga minyak mentah. Harga minyak melonjak di awal perdagangan Asia pada Senin (3/4), setelah OPEC+ berupaya menstabilkan pasar yang dilanda kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi dan potensi krisis perbankan.

Mengutip Investing, minyak Brent berjangka (futures) melonjak lebih dari 6,2% atau sekitar USD5 menjadi USD84,19 per barel. Ini menjadi level terkuat minyak dalam hampir sebulan. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik 6,3% atau USD4,8 menjadi USD80,45 per barel.

Saham Energi Kompak Menguat

Di pasar saham, bursa Eropa menghijau pada pembukaan perdagangan Senin, (3/4) yang dipimpin oleh kenaikan saham perusahaan minyak memimpin. Reli saham energi ini adalah efek dari lonjakan harga minyak mentah menyusul pengumuman pemangkasan produksi OPEC+.

Pada jam 9 pagi waktu setempat atau Senin siang waktu Indonesia (2/4), indeks DAX di Jerman diperdagangkan 0,1% lebih tinggi, sementara CAC 40 di Prancis naik 0,4%, dan FTSE 100 di Inggris naik 0,7%.

Pengumuman OPEC+ yang tak terduga ini telah membantu perusahaan minyak dan gas (migas) besar di kawasan ini, seperti Shell (SHEL), BP (BP), TotalEnergies (TTEF), dan Eni (ENI) mencatatkan kenaikan sekitar 4 %.

Saham Shell naik 3,92%, sementara BP naik 4,22%. Perusahaan migas asal Prancis, TotalEnergies naik 4,1% dan ENI Italia naik 3,9%.

Sementara di bursa Wall Street, Saham energi dan penyedia layanan energi menguat tajam pada Senin karena lonjakan harga minyak.

Saham-saham perusahaan energi AS seperti Marathon Oil (MRO) ditutup naik lebih dari 9% dan memimpin kenaikan indeks S&P 500. Saham lainnya, Diamondback Energy (FANG) ditutup lebih dari 6% dan memimpin kenaikan di Nasdaq 100.

Selain itu, ConocoPhillips (COP) ditutup lebih tinggi dari 9%, APA Corp (APA) dan Hess Corp (HES) ditutup naik lebih dari 8%.

Ada juga Halliburton (HAL) yang ditutup lebih dari 7%, dan Schlumberger (SLB) ditutup lebih dari 6%.

Devon Energy (DVN) dan Exxon Mobil (XOM) juga ditutup menguat lebih dari 5%. Raksasa migas lainnya, Chevron (CVX) dan Occidental Petroleum (OXY) ditutup dengan kenaikan masing-masing lebih dari 4%. (Lihat grafik di bawah ini.)

Serangan buat Spekulan Minyak

Kebijakan pemangkasan produksi OPEC ini disebut sebagai upaya Arab Saudi, sebagai pemimpin OPEC, untuk ‘menghajar’ para spekulan minyak.

Mengutip Bloomberg, pengumuman mengejutkan itu ditujukan tepat pada satu audiens, yakni para spekulan yang bertaruh bahwa harga minyak akan turun.

Taktik ini pernah digunakan pertama kali oleh Menteri Energi Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman pada 2020 lalu.

Ia ingin orang-orang di balik lantai bursa menjadi segelisah mungkin dan bersumpah siapa pun yang berjudi di pasar ini akan seperti berada di neraka.

Serangan terbaru OPEC+ pada para short seller ini lumayan berhasil. Pasar salah langkah dan minyak berjangka melonjak sebanyak 8%.

Namun OPEC+ juga disebut juga menebar jebakan pada konsumen dan ekonomi global yang memicu kekhawatiran tentang inflasi. Langkah ini juga mendorong taruhan pada kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Secara sederhana, short selling adalah transaksi jual beli saham atau komoditas, dimana seorang investor tidak memiliki saham atau komoditas untuk melakukan transaksi tersebut. Ini merupakan suatu teknik perdagangan yang kerap dilakukan oleh investor dengan tingkat risiko kerugian cukup tinggi.

Short selling adalah wujud dari transaksi yang dilakukan oleh investor menggunakan sistem meminjam saham. Tujuan dari meminjam dana tersebut, untuk menjual saham dengan harga lebih tinggi. Harapannya, investor tersebut dapat membelinya ketika harga saham atau komoditas sedang turun.

Sebelumnya, minyak mentah Brent sempat turun ke level terendah dalam 15 bulan terakhir mendekati USD70 per barel karena krisis perbankan yang mengguncang AS dan pasar global.

Keputusan untuk menahan lebih dari 1 juta barel produksi minyak ini berlangsung cukup cepat dan dalam lingkaran yang sangat ketat.

Beberapa delegasi OPEC mengatakan mereka mengetahuinya hanya satu atau dua hari sebelum pengumuman. Dua pejabat mengatakan pada Bloomberg bahwa mereka benar-benar buta oleh keputusan tersebut.

Dampaknya semakin besar karena, menjelang pertemuan komite OPEC+ yang dijadwalkan pada Senin (3/4), Pangeran Abdulaziz berulang kali menyebut OPEC akan mempertahankan produksi stabil sepanjang tahun untuk menjaga pasar tetap stabil.

Namun, para delegasi menunjuk ke data pasar tentang adanya upaya peningkatan short-selling.

Kemerosotan harga minyak akibat krisis perbankan pada akhir Maret, disebut membuat spekulan semakin liar dalam memprediksikan bearish harga minyak.

Meskipun ketakutan finansial mereda menjelang akhir bulan lalu, namun, Saudi disebut merasa gugup. Ini karena pengambilalihan Credit Suisse Group AG yang tergesa-gesa memicu kekhawatiran bahwa penularan keuangan dapat merusak ekonomi global dan harga minyak.

Ketika kerajaan semakin khawatir tentang kekuatan permintaan, muncul bukti bahwa pasokan minyak  dalam posisi lebih dari cukup.

Pada akhir Maret, pipa ekspor utama dari Irak sempat dihentikan karena perselisihan hukum antara pemerintah daerah Kurdi dan Bagdad. Peristiwa ini sempat mengurangi pasokan minyak global sekitar 400.000 barel per hari.

Namun minyak mentah naik hanya 4%, yang memperkuat pandangan bahwa spekulan bearish menguasai pasar.

"Pasar telah menjadi arena bermain untuk para short-seller, dan OPEC+ ingin mengusir mereka, kata Amrita Sen, direktur riset di Energy Aspects Ltd., dalam wawancara televisi Bloomberg, Senin (3/4)

Pertarungan OPEC+ dengan short-seller juga memiliki implikasi politik. Ini membuat sebagian besar kelompok itu sejalan dengan Rusia, yang telah menginisiasi pemotongan produksi sepihak pada Februari dengan pengurangan 500.000 barel per hari sebagai pembalasan atas sanksi internasional batas harga.

Pembatasan tersebut belum sepenuhnya memiliki dampak terhadap harga minyak. Namun, dengan bergabungnya anggota OPEC+, Rusia akan merasa didukung.

Arab Saudi juga harus mempertimbangkan bagaimana keputusan itu akan mempengaruhi perpecahan dengan Washington.

Jika penghentian produksi membuat minyak mentah kembali di atas level USD100 per barel, ini akan membuat inflasi dan kenaikan suku bunga di AS terus membebani ekonomi global. (ADF)

SHARE