Pembatasan Mobilitas di China Bikin Harga Minyak Dunia Turun Tipis
Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan pada perdagangan Jumat siang (14/1/2022).
IDXChannel - Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan pada perdagangan Jumat siang (14/1/2022). Salah satu yang menjadi sentimen negatif adalah kebijakan pembatasan mobilitas yang dilakukan di China.
Pelemahan ini terjadi di tengah ekspektasi pasar bahwa Amerika Serikat akan mengeluarkan kebijakan untuk menstabilkan harga tetap berada di atas USD80 per barel. Sementara itu, pembatasan mobilitas di China turut membebani permintaan bahan bakar.
Hingga pukul 12:39 WIB, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun -0,16% di USD81,99/barel, sementara Brent Oil berjangka unggul tipis 0,07% di USD84,53/barel.
China, sebagai konsumen minyak terbesar kedua di dunia telah menangguhkan sejumlah penerbangan internasional sebagai upaya untuk mengendalikan wabah virus corona, khususnya di wilayah Tianjin. Sementara itu, wabah Omicron juga dikabarkan telah menyebar hingga Dalian.
Sejumlah kota, termasuk Beijing, terus mendesak warganya untuk tetap berada di rumah selama liburan Tahun Baru Imlek. Hal ini membebani permintaan bahan bakar untuk kebutuhan transportasi.
China yang merupakan importir minyak utama dunia juga mencatat ada penurunan pertama kalinya terhadap pengiriman minyak mentah dari luar negeri. Ini terjadi menyusul langkah pemerintahan Beijing yang memakai cadangan besar-besaran.
Analis mencermati laporan Covid-1q9 di China dan penjualan cadangan minyak strategis di Amerika Serikat sebagai dua isu utama pergerakan komoditas ini.
Departemen Energi AS pada hari Kamis (13/1) lalu mengumumkan pihaknya telah menjual 18 juta barel cadangan minyak mentah strategis kepada enam perusahaan, termasuk Exxon Mobil dan satu unit pengilangan Valero Energy Corp.
Sejumlah lembaga keuangan memproyeksikan harga minyak akan mencapai USD100 per barel pada akhir tahun ini karena permintaan diperkirakan melebihi pasokan.
"Prospek jangka pendek masih memiliki cukup berisiko," kata Analis OANDA Edward Moya dalam sebuah catatan, dilansir Reuters, Jumat (14/1/2022).
Di tengah upaya menstabilkan harga minyak agar tetap di atas USD80, baru-baru ini muncul tekanan politik dari Gedung Putih untuk melobi negara-negara yang tergabung dalam OPEC+ untuk mencapai kuota produksi mereka. (TYO)