Pemerintah Diminta Percepat Divestasi Vale (INCO), Begini Sikap Empat Menteri Terkait
pemerintah lewat MIND ID bakal menguasai Vale Indonesia dengan menggeser Vale Canada yang saat ini masih menjadi pemegang saham mayoritas di INCO.
IDXChannel - Sejumlah pihak terus mendesak pemerintah agar segera mempercepat proses divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Hal tersebut dilakukan guna memperbesar kepemilikan pemerintah melalui PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) yang saat ini masih sebesar 20 persen, menjadi minimal 51 persen.
Dengan demikian, pemerintah lewat MIND ID bakal menguasai Vale Indonesia dengan menggeser Vale Canada yang saat ini masih menjadi pemegang saham mayoritas di INCO.
Terkait desakan tersebut, sejumlah menteri terkait rupanya telah mengambil sikap, yang sayangnya justru tidak satu suara.
Adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, yang nampak berseberangan dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia.
Jika Erick, Luhut dan Bahlil sepakat bahwa Indonesia harus menjadi penguasa INCO sebagai bagian dari sumber daya nasional, Arifin justru kukuh bahwa pihak INCO hanya perlu melakukan divestasi sebesar 11 persen, sesuai dengan Undang-Undang.
Karenanya, Arifin menilai bahwa INCO telah berhak mendapatkan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tanpa perlu menambah porsi divestasinya sesuai desakan yang ada.
Arifin beralasan bahwa MIND ID nantinya tidak menebus saham INCO, maka saham tersebut akan tetap dilepas menjadi saham publik. Jika hal tersebut terjadi, maka negara tetap tidak akan menjadi pengendali Vale Indonesia.
"Kalau MIND ID nggak membeli (saham Vale), ya mungkin kejadiannya seperti dulu lagi dilepas ke bursa," ujar Arifin, pekan lalu.
Awalnya, divestasi saham INCO sedianya bakal dilakukan sebesar 11 persen sesuai amanat Undang-Undang. Porsi tersebut diputuskan lantaran sebelumnya pihak Vale Canada sebagai pemegang saham pengendali telah melepas 20 persen saham ke MIND ID dan 20 persen lagi ke publik.
Sehingga dengan adanya rencana divestasi sebesar 11 persen, maka diharapkan kepemilikan pemerintah atas INCO bisa mencapai 51 persen.
Namun karena 20 persen diantaranya merupakan saham publik, maka pada dasarnya pemerintah tetap tidak dapat sepenuhnya menguasai saham INCO.
Kondisi inilah yang kemudian mendasari desakan agar porsi kewajiban divestasi oleh Vale Canada ditambah, sehingga pemerintah melalui MIND ID, dengan tanpa adanya porsi publik, tetap dapat menguasai 51 persen INCO.
Terakhir, Arifin mengatakan bahwa pihak INCO berminat untuk melakukan divestasi saham sebesar 14 persen. Namun tetap saja jumlah tersebut belum cukup untuk menjadikan pemerintah sebagai pemegang saham pengendali.
Setidaknya, dibutuhkan porsi divestasi tambahan minimal 20 persen, sehingga secara total kepemilikan MIND ID bakal menjadi 40 perssen, atau lebih besar dari kepemilikan Vale Canada ditambah Sumitomo Metal Mining.
Terbaru, Staf Khusus Menteri ESDM Irwandy Arif juga mengeklaim bahwa Kementerian ESDM masih tengah bernegosiasi dengan pihak INCO terkait porsi divestasi yang bakal dilakukan.
Namun, Irwandy juga masih enggan menjelaskan secara rinci terkait poin-poin yang masuk dalam bahasan kedua pihak. Termasuk juga gambaran porsi divestasi yang tengah digodok.
Sementara, Menteri BUMN Erick Thohir, tetap menegaskan agar MIND ID menjadi pemegang saham Vale Indonesia. Dengan begitu hilirisasi nikel bisa terjamin, dan Indonesia tidak lagi menjadi eksportir bahan mentah.
"Ya berapa pun (saham yang dilepas Vale siap diambil). BUMN punya duit loh. Jangan dilihat BUMN enggak punya duit sekarang. Kita punya net income saja kurang lebih Rp250 triliun. Jadi ada uangnya," ujar Erick.
Sedangkan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan juga menegaskan bahwa INCO harus tercatat di buku kekayaan negara.
"Kita mau aset dan cadangan tercatat di Indonesia. Selama ini kita suka ngalah-ngalah. Ini tidak boleh lagi terjadi," ungkap Luhut.
Sementara, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia secara tegas juga menyatakan keterlibatan BUMN dan BUMD harus lebih besar dalam pertambangan, khususnya hilirisasi. Dengan begitu, cita-cita untuk memiliki ekosistem kendaraan listrik, khususnya baterai, bisa tercapai.
“Yang terpenting adalah semua produksi pertambangan, kita dorong kepada hilirasi. Hilirisasi yang melibatkan BUMN dan BUMD, jadi tidak bisa lagi kita memberikan opsi perpanjangan, jika tidak melibatkan BUMN atau BUMD. Harus negara yang mengambil peran maksimal," tegas Bahlil. (TSA)