MARKET NEWS

Perusahaan EBT Diproyeksi Ramaikan Pasar IPO Dalam Negeri

Cahya Puteri Abdi Rabbi 14/10/2024 16:14 WIB

Perusahaan berbasis energi baru terbarukan (EBT) diperkirakan menjadi salah satu jenis emiten yang meramaikan pasar initial public offering (IPO) dalam negeri.

Ilustrasi penggunaan panel surya sebagai salah satu bentuk energi baru dan terbarukan (EBT). (Foto: Istimewa)

IDXChannel – Perusahaan berbasis energi baru terbarukan (EBT) diperkirakan menjadi salah satu jenis emiten yang meramaikan pasar initial public offering (IPO) alias penawaran umum perdana saham di dalam negeri. Pasalnya, minat pasar terhadap sektor tersebut dinilai semakin besar.

Hal itu tercermin dari sejumlah perusahaan EBT yang melakukan IPO dalam lima tahun terakhir yakni PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).

EY Indonesia Strategy and Transactions Partner, Reuben Tirtawidjaja mengatakan, meskipun jumlah IPO EBT mungkin tidak terlalu mengesankan, harga saham perusahaan-perusahaan tersebut telah meningkat setidaknya 30 persen pada 30 September 2024 sejak penawaran perdana. Hal itu menunjukkan tingginya minat investor.

“Mengingat komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060 dan antisipasi kebijakan yang menguntungkan dari pemerintahan baru terhadap industri energi terbarukan, diharapkan lebih banyak perusahaan energi terbarukan akan melakukan IPO di tahun-tahun mendatang,” kata Reuben dalam keterangan resminya, dikutip Senin (14/10).

Pasar IPO Indonesia sendiri mengalami perlambatan pada 3 kuartal pertama 2024. Tercatat ada 34 IPO yang berhasil mengumpulkan total USD300 juta. Kinerja itu jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencatat 66 IPO dan menghasilkan total USD3,3 miliar. 

Selain itu, perolehan dana IPO Indonesia pada kuartal III-2024 juga lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang sebesar USD1,4 miliar dan Thailand yang sebesar USD0,6 miliar.

Reuben menjelaskan, perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh pemilihan umum pada awal tahun ini dan antisipasi investor terhadap pembentukan pemerintahan baru pada bulan Oktober 2024. Hal itu memengaruhi keputusan seputar IPO karena investor semakin berhati-hati.

“Serta banyak yang lebih memilih untuk mengambil pendekatan wait and see mengenai kebijakan pemerintah yang akan datang sebelum membuat keputusan investasi,” imbuh Reuben.

Meski IPO mengalami perlambatan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari Rp7.139 pada awal Juli hingga mencapai puncaknya Rp7.905 pada pertengahan September 2024. Lonjakan ini dipicu oleh penurunan suku bunga Bank Indonesia sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen pada pertengahan September 2024. 

Selain itu, Federal Reserve juga menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada periode yang sama, sementara penurunan suku bunga lainnya diperkirakan terjadi pada November 2024, yang dapat memberikan sentimen positif lebih lanjut bagi pasar modal Indonesia.

(Ahmad Islamy Jamil)

SHARE
IPO