MARKET NEWS

Pilihan Saham Potensial saat IHSG Dibayangi Hawa Bearish di September

TIM RISET IDX CHANNEL 11/09/2024 15:42 WIB

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tengah dalam tren kenaikan sejak Agustus lalu berusaha melawan hawa bearish September.

Pilihan Saham Potensial saat IHSG Dibayangi Hawa Bearish di September. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tengah dalam tren kenaikan, dan beberapa kali mencetak rekor, sejak Agustus lalu berusaha melawan hawa bearish musiman selama September. Saham apa saja yang potensial di bulan yang kerap tidak bersahabat ini?

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG berhasil menguat 1,1 persen dari akhir Agustus hingga pertengahan September, seolah menafikan efek musiman atawa seasonality di bulan ini.

Apabila ditilik dalam sebulan belakangan, indeks acuan tersebut malah sudah mendaki 4,28 persen.

Hal tersebut seiring aliran dana investor asing yang kembali masuk ke Tanah Air, merespons narasi pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) di bulan ini (tepatnya, pekan depan) yang menopang penguatan rupiah terhadap dolar Paman Sam.

Dalam sebulan, beli bersih (net buy) asing di bursa saham RI mencapai Rp14,49 triliun di pasar reguler.

Menurut riset DBS Group Research pada 3 September 2024, ada dua faktor pendorong dan potensi re-rating jangka panjang untuk IHSG.

DBS Group Research meyakini skenario soft landing dan potensi carry trade antara dolar AS/rupiah (USD/IDR) akan mendorong indeks IHSG bergerak lebih tinggi dalam jangka panjang seiring ekspektasi The Fed memulai siklus pemangkasan suku bunga.

Investor asing berpotensi masuk ke pasar Indonesia seiring melebarnya spread suku bunga dan menguatnya rupiah.

Dalam skenario optimistis, DBS Group Research memperkirakan IHSG bisa bergerak menuju level 8.000 pada akhir 2024.

Tertahan di September?

Namun, kata DBS reli IHSG kemungkinan akan tertahan pada September.

Meski The Fed diperkirakan akan melakukan pemangkasan suku bunga pertama pada bulan September, ekspektasi pasar mungkin terlalu agresif dengan proyeksi tiga kali pemotongan di 2024 dibandingkan pandangan DBS Group Research yang hanya dua kali (total 50 basis poin/bps).

DBS Group Research melihat ada ruang untuk aksi ambil untung (profit taking) atau koreksi jika The Fed lebih hawkish daripada perkiraan pasar, mengingat reli IHSG yang kuat sebesar 17 persen sejak menyentuh titik terendah pada Juni.

DBS pun menyarankan untuk ambil untung pada saham yang berkinerja kuat dan melakukan rotasi ke saham yang tertinggal (laggard) dan undervalued.

DBS Group Research meyakini sektor dan saham yang berkinerja baik sejak kuartal II-2024 rentan terhadap aksi ambil untung dalam jangka pendek.

Dalam catatan mereka, sektor properti, energi, dan unggas adalah yang terbaik dalam beberapa bulan terakhir.

Beralih ke Saham Laggard

DBS Group Research merekomendasikan investor untuk beralih ke saham-saham yang laggard, tetapi memiliki prospek pertumbuhan yang lebih baik dan fundamental yang kuat dalam jangka pendek.

DBS Group Research merekomendasikan saham bank raksasa Bank Central Asia atau BCA (BBCA), Bank Mandiri (BMRI), dan Telkom (TLKM) karena fundamentalnya mendukung prospek jangka pendek sementara kinerja harga sahamnya tertinggal dengan risiko penurunan yang lebih kecil, kecuali untuk Bank Mandiri.

DBS Group Research juga menyukai saham-saham raksasa bervaluasi murah alias value stock dengan potensi pemulihan pada semester II-2024 seperti Astra (ASII), Indofood CBP (ICBP), dan Mayora Indah (MYOR).

Untuk saham yang direkomendasikan untuk ambil untung, DBS menyarankan Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bukit Asam (PTBA), Perusahaan Gas Negara (PGAS), dan XL Axiata (EXCL).

IHSG Ditopang Saham Konglomerat

Pandangan lainnya datang dari riset Algo Research pada 9 September 2024.

Algo Research menilai, kenaikan IHSG cenderung terkonsentrasi pada saham-saham tertentu yang terkait dengan grup Barito, Sinarmas, dan Salim, seperti BREN, DSSA, dan DNET, yang mungkin menjadi target masuk ke indeks FTSE atau MSCI.

Meski ada berita positif seperti pemangkasan suku bunga The Fed dan penguatan rupiah, kata Algo, arus modal tetap terbatas di pasar Indonesia karena indikator ekonomi menunjukkan risiko penurunan baik di tingkat global maupun domestik.

Ini terlihat dari pasar global yang mengalami penurunan signifikan pada September, membalikkan keuntungan dari akhir Agustus.

Mengikuti penjelasan Algo Research, dua faktor yang membuat pasar global merosot, yakni memburuknya data tenaga kerja AS dan lesunya pertumbuhan ekonomi China.

Hal tersebut juga terlihat dari kurva imbal hasil obligasi yang menanjak, yang mengindikasikan ekonomi yang melemah, dan biasanya diikuti oleh koreksi pasar saham.

Asing Bermain Taktis?

Algo Research juga menjelaskan, sebagian besar dana asing terkonsentrasi pada saham bank besar, menunjukkan bahwa ini adalah langkah taktis mengejar reli, bukan keyakinan penuh terhadap ekonomi Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS), misalnya, menunjukkan, kelas menengah Indonesia semakin tertekan, yang dapat mengurangi pertumbuhan konsumsi ke depan.

Septem-bear?

Algo Research pun menyajikan permainan kata dalam judul risetnya, “IHSG: Downside Risks in Septem-Bear,” seolah memberikan peringatan awal soal indeks yang cenderung bearish alias memerah di bulan tersebut.

Memang, kata Algo, secara historis, September sering kali menjadi bulan negatif untuk IHSG.

Dalam 10 tahun terakhir, ada kemungkinan (probabilitas) 70 persen untuk IHSG ditutup lebih rendah di September dan rata-rata pengembalian (return) indeks minus 1,7 persen selama 2014-2023.

Berdasarkan amatan Algo Research, faktor-faktor seperti aksi ambil untung pasca hasil kuartal kedua, depresiasi rupiah, dan pengetatan likuiditas turut memperberat kondisi ini. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE