MARKET NEWS

Plus dan Minus ‘Tanam Duit’ di Deposito-Saham-Obligasi, Mana yang Oke?

Melati Kristina - Riset 04/10/2022 16:21 WIB

Berinvestasi di deposito, obligasi, hingga saham memiliki berbagai macam keuntungaBerinvestasi di depon maupun risiko, terlebih di tengah era suku bunga tinggi.

Plus dan Minus ‘Tanam Duit’ di Deposito-Saham-Obligasi, Mana yang Oke? (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Berinvestasi kini semakin beragam, untuk itu investor perlu mengetahui macam-macam jenis investasi beserta plus minusnya terutama di era suku bunga tinggi seperti saat ini.

Kenaikan suku bunga acuan tentunya turut menaikkan bunga deposito sebagai penyesuaian dari naiknya suku bunga tersebut.

Adapun Bank Indonesia (BI) menaikkan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen. Sementara Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan bunga deposito perbankan akan naik hingga 10 hingga 15 poin suku bunga deposito pada akhir 2022.

Saat ini, besaran rata-rata suku bunga deposito rupiah perbankan di big four bank Tanah Air dalam kurun 12 bulan berkisar antara 1,90 persen hingga 3 persen. Bank Mandiri mencatatkan persentase rata-rata suku bunga deposito rupiah dalam kurun 12 bulan terbesar yakni mencapai 3 persen.

Kemudian disusul dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang mencapai 2,75 persen dan Bank Central Asia (BCA) sebesar 2,50 persen. Terakhir yaitu Bank Negara Indonesia (BNI) yang rata-rata suku bunga depositonya dalam kurun 12 bulan sebesar 1,90 persen.

Dibanding suku bunga deposito, berinvestasi di obligasi menawarkan imbal hasil atau yield yang lebih tinggi. Adapun menurut data Investing, yield obligasi pemerintah RI tenor 10 tahun per Rabu (28/9) mencapai 7,52 persen.

Selain kedua jenis investasi tersebut, berinvestasi di saham dengan dividend yield  tinggi juga menawarkan cuan yang menarik. Terutama, berinvestasi di emiten dengan dividend yield  tinggi dari sektor pertambangan yang sedang mengalami booming komoditas.

PT Mitrabara Adiperkasa Tbk (MBAP) misalnya, yang dividend yield nya per September 2022 mencapai 16,79 persen. Kemudian, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga punya dividend yield yang tinggi, mencapai 16,01 persen berdasarkan dividen terakhir yang dibagikan.

Sedangkan emiten lainnya yaitu perusahaan alat berat PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA) juga memiliki rata-rata dividend yield  yang tinggi dalam kurun tiga tahun terakhir yakni mencapai 16,87 persen.

Adapun HEXA masuk dalam IDX High Dividend 20 (IDXHIDIV20), yakni kelompok saham emiten yang rajin membagikan dividennya.

Selain HEXA, terdapat beberapa emiten lainnya yang masuk dalam deretan IDXHIDIV20 dengan rata-rata dividend yield  dalam tiga tahun terakhir seperti emiten-emiten batu bara yakni PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PTBA.

Rerata dividend yield  ITMG dalam tiga tahun terakhir mencapai 11,49 persen, sementara PTBA sebesar 10,41 persen.

Dividend yield  adalah tingkat pengembalian dalam bentuk dividen tunai kepada pemegang saham. Dengan kata lain, dividend yield  dapat digunakan untuk melihat tingkat keuntungan yang diberikan perusahaan.

Bila dividend yield suatu perusahaan di atas 5 persen, bisa dikatakan perusahaan tersebut punya dividend yield  yang tinggi.

Selain dapat ‘cuan’ dari perolehan dividen, berinvestasi di saham juga mendatangkan cuan dari perolehan capital gain yaitu selisih keuntungan dari jual-beli saham.

Sebagai contoh, HEXA mencatatkan capital gain yang jumlahnya menanjak hingga 80 persen dalam lima tahun. Ini karena semenjak mengalami rebound pasca pandemi Covid-19 pada 2020 lalu, saham HEXA berada dalam tren menanjak (uptrend).

Plus Minus Jenis-Jenis Investasi

Berinvestasi tentunya memiliki masing-masing plus minus. Seperti berinvestasi di saham, meskipun potensi cuannya cukup besar, akan tetapi harga saham yang sangat fluktuatif dapat menyebabkan capital loss atau kondisi dimana investor menjual saham dengan harga lebih rendah dari harga belinya.

Di samping itu, investor juga dihadapkan dengan risiko dilikuidasi yakni bila emiten dinyatakan bangkrut oleh pengadilan atau perusahaan tersebut dibubarkan.

Sehingga, investor perlu mencermati kinerja perusahaan, prospek industri dari emiten tersebut, tren kenaikan harga saham, hingga dividend yield yang konsisten setidaknya di atas 7 persen dalam kurun tiga tahun terakhir.

Sama halnya dengan investasi saham, berinvestasi di deposito maupun obligasi yang juga memiliki kelebihan dan kekurangan.

Dari segi keamanan, berinvestasi di deposito tentunya lebih unggul karena risiko kerugian yang lebih kecil dari fluktuasi pasar serta dijamin LPS bila bank tempat menyimpan uang mengalami kebangkrutan, dengan syarat bank tersebut adalah anggota LPS.

Berinvestasi di obligasi juga menguntungkan untuk tabungan jangka panjang serta lebih aman dan terpercaya bila memilih obligasi pemerintah. Terlebih, risikonya juga lebih rendah dibanding berinvestasi di saham.

Kendati demikian, investasi di deposito menawarkan imbal hasil yang rendah, terlebih menyimpan uang di deposito rentan terkena inflasi yang tinggi karena meski nilai bunga yang diberikan tinggi, akan tetap tergerus inflasi sehingga tidak menambah keuntungan nasabah.

Sementara berinvestasi di obligasi juga rentan akan risiko gagal bayar terlebih jika peminjam tidak mampu membayar bunga dan pokok utang. Walaupun, dalam kasus obligasi pemerintah, risiko gagal bayar terbilang lebih minim dibandingkan dengan obligasi korporasi.

Selain itu, terdapat risiko lainnya, seperti meningkatnya inflasi secara signifikan yang dapat menyebabkan terkontraksinya tingkat pengembalian obligasi.

Periset: Melati Kristina

(ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE