Primadona di Masa Pandemi, Kimia Farma Cs Masih Seksi?
Konsumsi produk kesehatan meningkat 73,3 persen pada 2021. Hal ini sempat menjadi magnet cuan bagi perusahaan farmasi dan penyedia alat penunjang kesehatan.
IDXChannel – Semenjak melanda Tanah Air di awal tahun 2020, pandemi Covid-19 menjadi penyebab melemahnya perekonomian nasional pada tahun tersebut. Tercatat, Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di tahun 2020 anjlok menyentuh minus 2,07 persen.
Tak hanya mempengaruhi PDB nasional, pandemi turut berkontribusi terhadap penurunan pendapatan perusahaan. Menurut hasil survei BPS, terdapat 82,85 persen perusahaan yang melaporkan adanya penurunan pendapatan.
Di tengah tren penurunan pendapatan berbagai sektor usaha, sektor kesehatan malah melesat di masa pandemi. Adapun data BPS menunjukkan bahwa sektor Jasa Kesehatan mengungguli sektor lainnya dalam hal pertumbuhan ekonomi. Adapun pertumbuhannya sekitar 10,46 persen pada 2021.
Melesatnya pertumbuhan tersebut sebagai dampak dari meningkatnya kebutuhan masyarakat akan produk kesehatan. Menurut data BPS dalam tajuk perubahan pola konsumsi masyarakat selama pandemi, konsumsi produk kesehatan mengalami peningkatan sebanyak 73,3 persen.
Hal ini tentunya menjadi potensi cuan bagi perusahaan farmasi dan penyedia alat penunjang kesehatan.
Emiten Farmasi dan Alat Kesehatan Jadi Primadona di Tengah Pandemi
Di tengah perekonomian yang sempat meredup di awal pandemi, perusahaan farmasi dan alat kesehatan malah melejit. Sejumlah perusahaan farmasi maupun alat kesehatan mencatatkan pertumbuhan pendapatan positif selama pandemi.
Adapun Tim Riset IDX Channel merangkum emiten farmasi dan alat kesehatan yang mengalami kinerja keuangan yang positif, yakni Kimia Farma (KAEF), Indofarma (INAF), Kalbe Farma (KLBF), Sido Muncul (SIDO), dan Itama Ranoraya (IRRA).
Berdasarkan kinerja keuangan tahun penuh pada 2021, IRRA mencatat pertumbuhan pendapatan tertinggi yang mencapai 134,04 persen. Adapun pendapatan emiten yang merupakan distributor rapid antigen tersebut melesat hingga Rp1,32 triliun di tahun 2021. Sementara di tahun sebelumnya, perusahaan ini memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp563,89 miliar.
Melesatnya pertumbuhan IRRA berkat program vaksinasi yang turut melibatkan perusahaan ini sebagai produsen jarum suntik. Apalagi, perusahaan ini menyediakan penyedia jarum suntik auto disable syringe (ADS) yang memiliki standar WHO.
Selain IRRA, INAF sebagai emiten farmasi BUMN juga mencatkan peningkatan pendapatan pada tahun 2021. Adapun pendapatan INAF di tahun 2021 mencapai Rp2,90 triliun atau naik 69,15 persen dibanding tahun sebelumnya.
Sekadar informasi, PT Bio Farma, induk usaha INAF dan KAEF menjadi produsen vaksin Sinovac yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu, anak usaha KAEF, PT Phapros Tbk (PEHA) juga ambil bagian dalam pengembangan vaksin dalam negeri.
Ketika sebagian besar emiten farmasi dan penyedia alat kesehatan mengalami pertumbuhan laba, INAF malah merugi di tahun 2021. Kerugian yang diderita sebesar Rp37,58 miliar, padahal di tahun sebelumnya INAF membukukan labanya meski hanya Rp27,58 juta.
Sumber kerugian INAF berasal dari beban pokok penjualan yang porsinya meningkat pada tahun lalu menjadi sebesar 84,44 persen dibanding dengan penjualan bersihnya. Sedangkan pada 2020, beban pokok penjualan memiliki porsi 76,65 persen terhadap total penjualan bersih.
Di samping itu, berbeda dengan tahun 2020, pada 2021 sumbangan laba dari entitas asosiasi INAF lebih kecil. Adapun di tahun 2021, jumlah bagian laba dari entitas asosiasi sebesar Rp99,66 juta, sedangkan di tahun sebelumnya mencapai Rp323,68 juta.
Belum lagi, ditambah dengan adanya pembengkakan di pos pajak penghasilan terutama beban pajak kini yang tumbuh sebesar 148,28 persen menjadi Rp64,45 miliar pada tahun 2021.
Pertumbuhan Kinerja Keuangan Emiten Farmasi dan Alat Kesehatan selama Pandemi
Sumber: Tim Riset IDX Channel, Laporan Keuangan KAEF, INAF, KLBF, SIDO, dan IRRA Juni 2022 (data olahan)
Sedangkan emiten farmasi dan alat kesehatan lainnya mencatatkan pertumbuhan laba bersih secara tahunan (year on year) pada tahun 2021. Emiten tersebut adalah KAEF (1.613,68 persen), IRRA (85,31 persen), SIDO (35 persen), dan KLBF (16,48 persen).
Sebagai emiten farmasi, KAEF memperoleh peningkatan pertumbuhan laba bersih yang signifikan. Padahal, pada tahun 2020 laba bersih emiten ini hanya mencapai Rp17,64 miliar. Namun, di tahun berikutnya naik 1.613,68 persen menjadi Rp302,27 miliar.
Selanjutnya, SIDO turut mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 35 persen menjadi Rp1,26 triliun di tahun 2021. Adapun penjualan jamu herbal dan suplemen berkontribusi sebesar Rp2,69 triliun terhadap pendapatan. Sedangkan, penjualan minuman dan makanan menyumbang pendapatan sebesar Rp1,19 triliun.
Sebagaimana dilaporkan dalam Public Expose SIDO tahun 2021, penjualan minuman sehat meningkat sebesar 19 persen pada Semester I-2021. Sementara minuman sehat seperti Susu Jahe, Vitamin C1000, dan Kopi Jahe berkontribusi lebih dari 45 persen bagi segmen usaha makanan dan minuman.
Sementara bila dilihat dari jumlah laba bersih, KLBF lebih unggul meski pertumbuhannya menjadi yang terendah dibanding emiten farmasi dan alat kesehatan lain. KLBF berhasil membukukan laba bersih di tahun 2021 sebesar Rp3,18 triliun. Sedangkan pedapatan emiten ini mencapai Rp26,26 triliun pada 2021 atau naik 13,62 persen dibanding tahun sebelumnya.
Laporan keuangan KLBF menunjukkan bahwa pendapatan emiten ini sebagian besar disumbang oleh distribusi dan logistik yang jumlahnya mencapai Rp9,75 triliun.
Informasi saja, KLBF memiliki anak usaha yang juga melantai di bursa, PT Enseval Putera Megatrading (EPMT) yang bergerak di bidang distribusi produk kesehatan.
Sementara sektor lainnya seperti nutrisi (Rp7,17 triliun), obat dan resep (Rp5,72 triliun), dan produk kesehatan (Rp3,62 triliun) juga menjadi pundi-pundi cuan emiten ini.
Manfaatkan Momentum, Sektor Lain Peroleh Cuan di Masa Pandemi
Tak hanya sektor kesehatan, berbagai emiten di sektor lain juga memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 guna memperoleh keuntungan. PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex mencoba peruntungannya dengan memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) dan masker kain.
KINO atau PT Kino Indonesia Tbk juga mengembangkan produknya guna bertahan di tengah pandemi. Melalui Eskulin, emiten ini memproduksi hand sanitizer yang diformulasikan bagi anak-anak. Pengembangan produk ini digunakan perusahaan sebagai strategi untuk memanfaatkan peluang di masa pandemi.
Selain KINO, PT Akasha Wira International Tbk. (ADES) turut melebarkan sayap bisnis ke penjualan sanitizer dan disinfektan. Berdasarkan keterbukaan informasi, manajemen produsen Nestle Pure Life ini menyampaikan rencana transaksi material dan perubahan kegiatan usaha.
PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK) yang merupakan produsen cetakan sarung tangan nitrile terbesar di dunia juga meraup untung di tengah pandemi. Adanya tren peningkatan permintaan sarung tangan dan gencarnya peningkatan kapasitas produksi berkontribusi dalam pertumbuhan volume penjualan emiten ini.
Jelang Endemi, Emiten Farmasi dan Alat Kesehatan Masih Tumbuh Positf
Melandainya kasus Covid-19 di tahun 2022 berkontribusi pada menurunnya kebutuhan produk kesehatan. Meski terjadi penurunan, tiga dari lima emiten farmasi dan alat kesehatan masih mampu mempertahankan peningkatan pertumbuhan pendapatannya pada Triwulan I-2022.
Adapun emiten yang mampu bertahan adalah SIDO (10,97 persen), KLBF (16,63 persen), serta IRRA (18,27 persen). IRRA memang mencatatkan pertumbuhan pendapatan tertinggi, akan tetapi dari segi jumlah perolehan pendapatan, KLBF lebih unggul.
Tercatat pendapatan yang diperoleh emiten ini pada Triwulan I-2022 yaitu Rp7,02 triliun. Sementara di periode yang sama tahun lalu, pendapatan KLBF sebesar Rp6,02 triliun. Sedangkan berdasarkan laporan keuangannya, sektor distribusi dan logistik menyumbang sebanyak Rp2,59 triliun terhadap pendapatan emiten ini pada Triwulan I-2022.
Di sisi lain, terdapat dua emiten lain yang mencatat pertumbuhan pendapatan negatif yakni KAEF (-1,73 persen) dan INAF (-9,16 persen). Pendapatan INAF pada mulanya sebesar Rp373,20 miliar di Triwulan I-2021, akan tetapi merosot hingga minus 9,16 persen menjadi Rp393,03 miliar di periode yang sama tahun ini. Adapun kerugian tersebut sebagian besar berasal dari beban pokok penjualan yang mencapai Rp309,08 miliar pada tahun 2022 atau melesat sebesar 55,95 persen secara tahunan (yoy).
Sementara, emiten lainnya terpantau masih membukukan labanya. Akan tetapi KAEF mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 66,64 persen menjadi Rp5,77 miliar. Sedangkan, sebanyak tiga emiten masih mencatatkan pertumbuhan laba bersih positif yakni KLBF (16,53 persen), SIDO (9,66 persen), dan IRRA (2,02 persen). (ADF)
Periset: Melati Kristina
Sumber: Riset IDX Channel, Juni 2022