Prospek Harga Minyak Usai IEA Naikkan Proyeksi Permintaan di 2023
Pekan lalu menjadi kejutan lain untuk komoditas minyak. Harga ‘emas hitam’ tersebut naik untuk minggu keempat berturut-turut.
IDXChannel - Pekan lalu menjadi kejutan lain untuk komoditas minyak. Harga ‘emas hitam’ tersebut naik untuk minggu keempat berturut-turut.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) yang diperdagangkan di bursa New York melonjak naik 0,4%, pada penutupan perdagangan Jumat (14/4) sebesar USD82,52 per barel.
Adapun harga minyak patokan Brent yang diperdagangkan di London dan merupakan patokan global untuk minyak mentah, ditutup naik 22 sen, atau 0,3%, menjadi USD86,31 per barel. Selama sepekan lalu, Brent naik 1,4% dan WTI naik 2.3% dari harga per 6 Maret 2023 sebesar USD80,7 per barel.
Di awal pekan ini, patokan minyak mentah WTI naik 0,05% di level USD 82,47 per barel. Sementara patokan Brent menguat 0,08% ke level USD86,38 per barel per pukul 10.50 WIB.
Fluktuasi harga minyak masih akan ditentukan sejumlah sentiment, setelah sebelumnya menghadapi pengumuman rencana pemotongan produksi dari negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC+.
Di antaranya adalah kelanjutan kenaikan suku bunga dan proyeksi terbaru kebutuhan minyak dunia oleh International Energy Agency (IEA).
Proyeksi IEA Tambah Sentimen Minyak
Harga minyak sempat pulih tajam dari posisi terendah selama 15 bulan setelah Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) mengumumkan pemangkasan produksi tak terduga awal bulan ini.
Tanda-tanda inventaris minyak AS yang lebih ketat dan gangguan pasokan dari Kurdistan Irak juga membantu pemulihan harga minyak.
Tetapi reli harga minyak ini tampaknya telah kehabisan tenaga di sesi baru-baru ini. Ini di tengah meningkatnya kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi di AS dan ekonomi utama lainnya, yang dapat mengimbangi pemulihan permintaan China.
Kenaikan suku bunga juga diperkirakan akan semakin menghambat pertumbuhan ekonomi tahun ini, terutama jika The Federal Reserve mempertahankan sikap hawkishnya.
OPEC telah memperingatkan skenario seperti itu dalam laporan bulanannya yang dirilis minggu lalu, yang sebagian memicu pengurangan produksinya baru-baru ini.
Minggu lalu, International Energy Agency (IEA) juga kembali merilis proyeksi tentang kebutuhan minyak pada 2023.
Permintaan minyak dunia diproyeksikan akan naik 2 juta barel per hari (bpd) sepanjang 2023 ke rekor 101,9 juta barel per hari.
Permintaan ini akan kuat di negara-negara non-OECD, didukung oleh kebangkitan China yang akan mencapai 90% dari pertumbuhan permintaan.
Aktivitas industri yang lemah dan cuaca yang hangat juga berdampak pada permintaan minyak yang berkontraksi sebesar 390 ribu barel per hari secara tahunan (yoy) di kuartal satu 2023 dan menjadi penurunan kuartal kedua berturut-turut.
Berdasarkan kalkulasi IEA, pemotongan ekstra oleh OPEC+ akan mendorong pasokan minyak dunia turun 400 ribu bpd pada akhir 2023.
Sepanjang Maret-Desember, kenaikan produksi 1 juta barel dari non-OPEC+ gagal mengimbangi penurunan produksi 1,4 juta.
Untuk tahun ini secara keseluruhan, pertumbuhan produksi minyak global melambat menjadi 1,2 juta bpd dibandingkan 4,6 juta bpd sepanjang 2022.
Produsen minyak non-OPEC+ yang dipimpin oleh AS dan Brasil, mendorong ekspansi produksi 2023, naik 1,9 juta bpd. Sementara produksi dari OPEC+ diperkirakan akan turun sebesar 760 ribu bpd.
Adapun total produksi per Maret 2023 mencapai 44,17 juta per barel dari seluruh anggota OPEC+. Sementara dari 19 negara anggota OPEC+ yang menyetujui pengurangan produksi hanya memproduksi 37,94 juta barel per hari, turun dari sebelumnya sebesar 38,41 pada Februari 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)
Ekspor minyak Rusia di bulan Maret melonjak ke level tertinggi sejak April 2020. Total pengiriman minyak Rusia juga naik 0,6 juta bpd menjadi 8,1 juta bpd, dengan produksi naik 450 ribu bpd secara bulanan menjadi 3,1 juta bpd.
Estimasi pendapatan ekspor minyak pulih sebesar USD1 miliar menjadi USD12,7 miliar tetapi 43% lebih rendah dari tahun lalu.
Persediaan global sebagian besar tetap stabil di bulan Februari lalu setelah melonjak sebesar 58 juta bpd di bulan sebelumnya.
Adapun proyeksi harga minyak WTI ke depan terhadap patokan 50-minggu di USD82,60 akan membawa penguatan lebih lanjut untuk harga minyak mentah AS dengan Simple Moving Average 200-Hari di USD82,9, menurut proyeksi Dixit dari SKCharting.com. (ADF)