MARKET NEWS

Proyek Geothermal Berisiko, PGEO Diminta Hati-Hati Gunakan Dana IPO

Rista Rama Dhany 06/03/2023 23:30 WIB

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) berencana menggunakan 85 persen dana yang didapat initial public offering (IPO) untuk investasi pengembangan usaha.

Proyek Geothermal Berisiko, PGEO Diminta Hati-hati Gunakan Dana IPO (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) berencana menggunakan 85 persen dana yang didapat initial public offering (IPO) untuk investasi pengembangan usaha. Perseroan diminta menghitung ulang lagi, pasalnya proyek panas bumi (geothermal) di Indonesia masih berisiko.

Dosen Teknik Energi Baru Terbarukan (EBT) Universitas Darma Persafa, Riko F. Ibrahim mengungkapkan, PGEO sebaiknya menghitung ulang rencana mereka dalam penggunaan dana yang diperoleh dari IPO.

Penggunaan dana sekitar Rp7,7 triliun atau 85 persen dari emisi IPO dengan nilai Rp9,05 triliun tersebut harus dihitung ulang meski sudah ada rencana dan feasibility study terkait penambahan 600 MW di wilayah kerja panas bumi (WKP) seperti yang diungkap perseroan dalam prospektusnya.

Riki mengatakan pada best practice sebelumnya, tiap 1 MW dari PLTP membutuhkan nilai investasi sekitar US$5 juta. Angka ini hanya untuk penyediaan energi primer, turbin, dan generator hingga menghasilkan listrik. Belum termasuk biaya pembebasan lahan. 

“Sebaiknya dihitung ulang,” ungkap Riki, Senin (6/3/2023).

Riki yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) melanjutkan, masih ada risiko berupa kegagalan yang mengintai saat pengeboran untuk mendapatkan panas bumi. 

“PGE harus bisa memaksimalkan tingkat kesuksesan pengeboran sumur panas bumi dengan potensi kegagalan 30 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan best practice di masa lalu yang potensi gagalnya sangat tinggi,” tambahnya.

Hal yang sama juga diungkapkan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa. Ia menyebut rata-rata investasi untuk pembangkit geothermal sekitar USD5-7 juta per Mega Watt (MW). 

Jika dihitung, jika 1 MW membutuhkan sekitar Rp75 miliar maka uang hasil IPO yang ditarget menjadi 600 MW sangat tidak masuk akal. Jika dibagi antara Rp7,7 triliun dengan Rp75 miliar biaya investasi 1 MW maka hanya didapat 102 MW saja.

Sebelumnya, PGEO menargetkan untuk meningkatkan basis kapasitas terpasangnya yang dioperasikan sendiri, dari 672MW saat ini menjadi 1.272MW pada tahun 2027. Selain juga mendukung ambisi PGE untuk terus tumbuh dan mengembangkan seluruh value chain dari sumber daya panas bumi Indonesia, sesuai dengan tagline PGE “Energizing Green Future".

Berdasarkan informasi dan data dari prospektus, kapasitas pembangkit listrik panas bumi di Indonesia diperkirakan akan tumbuh dengan kuat dari sekitar 2,8GW di tahun 2022 menjadi sekitar 6,2GW di tahun 2030, dengan CAGR sekitar 10,4 persen, dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata global pada CAGR sekitar 3,9 persen dalam periode yang sama. 

Pada 2030, Indonesia akan memiliki kapasitas panas bumi terbesar di dunia dengan menyumbang sebesar 28 persen dari proyeksi kapasitas panas bumi bersih secara global.  (RRD)

SHARE