MARKET NEWS

Rupiah Hari Ini Ditutup Melemah ke Rp16.492 per Dolar AS

Anggie Ariesta 23/06/2025 16:13 WIB

Nilai tukar rupiah melemah 95 poin atau sekitar 0,58 persen ke level Rp16.492 per dolar AS pada akhir perdagangan Senin (23/6/2025).

Rupiah Hari Ini Ditutup Melemah ke Rp16.492 per Dolar AS. (Foto: Inews Media Group)

IDXChannel - Nilai tukar rupiah melemah 95 poin atau sekitar 0,58 persen ke level Rp16.492 per dolar AS pada akhir perdagangan Senin (23/6/2025). Hal itu dipicu serangan AS ke Iran pada akhir pekan lalu.

Menurut pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, pasar mencerna serangan AS terhadap situs nuklir Iran sebagai potensi eskalasi yang mengerikan dalam konflik Timur Tengah. Hal itu sekaligus menandai masuknya Amerika secara resmi ke dalam konflik Israel-Iran yang baru.

“Donald Trump mengklaim bahwa serangan itu telah menyebabkan ‘kerusakan monumental’ dan telah memusnahkan fasilitas tersebut, meskipun hal ini tidak dapat segera diverifikasi. Investor sekarang mengamati bagaimana Teheran akan menanggapi serangan itu,” tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (23/6/2025). 

>

Titik fokus utama yaitu Selat Hormuz, jalur pelayaran utama untuk Asia dan Timur Tengah, yang dapat diblokir oleh Teheran. Laporan media Iran mengatakan Teheran sedang mempertimbangkan langkah tersebut. 

Blokade di selat tersebut akan sangat mengganggu pengiriman minyak dan gas bumi ke beberapa wilayah Asia dan Eropa, yang dapat menyebabkan gangguan ekonomi yang lebih besar di kawasan tersebut.

Di sisi lain, sektor manufaktur Jepang tumbuh pada Juni, kenaikan bulanan pertamanya dalam 11 bulan, karena produksi lokal dan pertumbuhan inventaris membantu mengimbangi permintaan yang lemah. Sektor jasa Jepang juga tumbuh lebih cepat, yang menunjukkan permintaan lokal membaik karena upah yang lebih tinggi.

Fokus minggu ini pada data inflasi Jepang pada Juni, yang akan dirilis Jumat mendatang. Data tersebut akan memberikan lebih banyak petunjuk tentang inflasi lokal.

>

Itu karena inflasi Jepang terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir, membuat investor waspada terhadap potensi kenaikan suku bunga oleh Bank Jepang.

Dari dalam negeri, pasar terus merespons negatif kondisi global yang terus meningkat akibat ekskalasi di Timur Tengah terus memanas. Hal itu membuat harga minyak mentah melambung tinggi. 

"Harga minyak sangat mudah terpengaruh oleh dinamika geopolitik. Kondisi ini mengancam stabilitas pasokan minyak global dan inflasi yang akan meningkat," kata Ibrahim.

Indonesia saat ini mengimpor minyak mentah diperkirakan 1 juta barel per hari untuk memenuhi kebutuhan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) . Ancaman terbesar dari konflik ini terhadap ekonomi Indonesia berasal dari potensi lonjakan harga minyak dunia.

Adapun Indonesia bukan lagi eksportir minyak bersih, sehingga setiap kenaikan harga minyak mentah secara langsung berdampak pada biaya impor dan tekanan terhadap neraca perdagangan.

Kemudian, pelemahan rupiah dianggap akan membawa implikasi fiskal yang cukup serius, terutama terhadap beban subsidi pemerintah. Saat harga minyak dunia naik dan rupiah melemah, maka harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) otomatis melonjak.

Padahal, apabila pemerintah mempertahankan harga BBM bersubsidi tetap seperti Pertalite dan Solar, selisih antara harga pasar dan harga jual harus ditanggung oleh anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dalam bentuk tambahan subsidi energi, sehingga defisit anggaran akan melebar.

Selain itu, Bank Indonesia terus melakukan intervensi transaksi NDF di pasar luar negeri serta transaksi spot, DNDF di pasar domestik. Strategi ini disertai dengan pembelian SBN di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas di pasar keuangan.

Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup menguat dalam rentang Rp16.450-Rp16.500 per dolar AS.

(Febrina Ratna Iskana)

SHARE