Rupiah Melemah 1,88 Persen dalam Sepekan, Sentuh Level Terburuk Sejak 1998
Nilai tukar (kurs) rupiah pada sepekan perdagangan 24-28 Februari 2025 anjlok ke Rp16.595 per dolar AS, level terburuk sejak Juni 1998.
IDXChannel - Nilai tukar (kurs) rupiah pada sepekan perdagangan 24-28 Februari 2025 anjlok ke Rp16.595 per dolar AS, level terburuk sejak Juni 1998.
Mengutip data Bloomberg, Minggu (2/3/2025), rupiah spot pekan ini ditutup melemah 0,86 persen pada level Rp16.595 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.228 per dolar AS di awal pekan. Dengan demikian, rupiah tercatat turun 1,88 persen dalam sepekan terakhir.
Sementara itu, rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) dalam sepekan ditutup melemah pada level Rp16.575 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.303 per dolar AS di awal pekan.
Berbeda dengan rupiah, Indeks Dolar AS (DXY) justru menguat sebesar 0,25 persen di posisi 107,56. Kemudian dalam sepekan, indeks dolar AS terpantau naik 0,87 persen.
Sejalan dengan tekanan rupiah, Bank Indonesia (BI) mencatat investor asing melakukan jual neto sebesar Rp10,33 triliun pada periode 24-27 Februari 2025.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyebut aliran dana asing keluar berasal dari jual neto Rp7,31 triliun di pasar saham, Rp1,24 triliun di Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp1,78 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
“Berdasarkan data transaksi 24-27 Februari 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp10,33 triliun,” kata Ramdan dalam keterangan resminya.
Sejalan dengan depresiasi rupiah, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun mengalami kenaikan, dari 6,88 persen pada Kamis (27/2/2025) menjadi 6,93 persen pada Jumat (28/2). Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) menguat ke level 107,24, yang turut menekan nilai tukar rupiah.
Di sisi lain, yield US Treasury (UST) 10 tahun justru mengalami penurunan ke level 4,260 persen, yang menunjukkan meningkatnya minat investor global terhadap aset safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi.
Bank Indonesia memastikan akan terus memantau perkembangan pasar keuangan dan mengambil langkah strategis guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta ketahanan ekonomi eksternal Indonesia.
"BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia," kata Ramdan.
Di sisi lain, Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah anjlok karena salah satunya kebijakan Presiden AS Donald Trump terkait tarif untuk Kanada, Meksiko, dan China.
Selain itu, sentimen negative datang dari klaim pengangguran AS yang melonjak lebih dari yang diharapkan pada minggu sebelumnya, sementara laporan pemerintah menegaskan kembali bahwa pertumbuhan ekonomi melambat pada kuartal keempat.
"Pasar juga menunggu rilis indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi AS yang akan datang pada hari Jumat, untuk mencari wawasan tentang keputusan suku bunga Federal Reserve di masa mendatang," kata Ibrahim.
Dari sentimen domestik, pasar merespons negatif terhadap badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri manufaktur masih terus berlanjut imbas banyaknya pabrik yang menutup operasinya, baik karena kebangkrutan maupun hengkangnya investor asing dari Indonesia.
"Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya kelas menengah yang merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, pakar khawatir jumlah kelas menengah akan terus menyusut apabila tidak ada aksi perkuat sektor industri," kata Ibrahim.
Dengan demikian, untuk perdagangan pekan depan Ibrahim memprediksi rupiah akan bergerak fluktuatif, namun ditutup kembali melemah di rentang Rp16.580-Rp16.670.
(Febrina Ratna Iskana)