Rupiah Melemah Dekati Level Rp15.500 per USD Jelang Akhir Pekan
Rupiah hari ini (4/10) kembali ditutup melemah 56 poin atau 0,37 persen ke level Rp15.485 per USD.
IDXChannel - Rupiah hari ini (4/10) kembali ditutup melemah 56 poin atau 0,37 persen ke level Rp15.485 per USD.
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, USD dipengaruhi oleh fokus investor yang tertuju pada laporan utama penggajian non pertanian Amerika Serikat (AS) yang akan dirilis hari ini. Data ekonomi tersebut akan memberikan petunjuk lebih lanjut tentang prospek suku bunga Federal Reserve.
Di sisi lain, investor juga fokus pada meningkatnya ketegangan di Timur Tengah yangmembuat pasar gelisah.
"Serangkaian rilis data minggu ini menunjukkan bahwa ekonomi AS masih dalam kondisi solid, setelah aktivitas sektor jasa negara itu melonjak ke level tertinggi satu sampai satu setengah tahun pada September di tengah pertumbuhan yang kuat dalam pesanan baru," kata Ibrahim dalam risetnya, Jumat (4/10).
Hal itu membuat para pedagang mengurangi taruhan tentang pemotongan suku bunga 50 basis poin (bps) lagi oleh Fed bulan depan, dengan kontrak berjangka menunjukkan peluang hanya 35 persen dari skenario seperti itu.
Pasca serangan Iran ke Israel sebelumnya, AS sedang mendiskusikan apakah akan mendukung serangan Israel terhadap fasilitas minyak Iran sebagai balasan atas serangan rudal Teheran terhadap Israel, kata Presiden AS, Joe Biden, Kamis lalu.
Sementara militer Israel menyerang Beirut dengan serangan udara baru dalam pertempurannya melawan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah.
Sentimen lainnya, Perdana Menteri (PM) Jepang, Shigeru Ishiba mengatakan bahwa kondisi ekonomi di negaranya tidak siap untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh Bank of Japan (BOJ), membalikkan nada hawkish yang dia lontarkan sebelum kemenangan pemilihannya.
"Dari sentimen domestik, pasar terus mengamati deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024, memperlihatkan dengan jelas masyarakat kelas menengah (pekerja) sudah tidak punya uang lagi untuk berbelanja," ujar Ibrahim.
Oleh karena itu, sambungnya, permintaan Bank Indonesia agar masyarakat lebih banyak belanja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen mustahil terwujud. Pasalnya, hampir semua sektor industri melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), yang bakal berimbas pada anjloknya daya beli.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini terjadi. Pertama, PHK. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 53.993 tenaga kerja terkena PHK per 1 Oktober 2024. Ribuan orang yang di-PHK itu sebagian besar berasal dari sektor manufaktur. Tiga provinsi dengan angka PHK terbesar adalah Jawa Tengah, Banten, dan Jakarta.
"Angka PHK diprediksi sampai akhir tahun ini akan melonjak lebih dari 75 ribu. Pasalnya, mulai banyak perusahaan dinyatakan pailit atau akhirnya pindah ke daerah lain yang upah minimumnya lebih kecil," kata Ibrahim.
Kedua, minimnya lapangan kerja di sektor padat karya. Di tengah membludaknya PHK, pembukaan lapangan pekerjaan baru di sektor padat karya dalam lima tahun terakhir juga nyaris tidak ada.
Padahal sektor ini menjadi andalan untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar sehingga diharapkan bisa melahirkan apa yang disebutnya sebagai warga kelas menengah.
Namun data BPS terakhir menunjukkan 9,48 juta warga kelas menengah Indonesia justru turun kelas dalam lima tahun terakhir, menjadi hanya 47,85 juta.
Situasi tersebut tak lepas dari kebijakan pemerintah yang lebih menggenjot investasi di sektor padat modal seperti tambang ketimbang padat karya yang membuka lapangan kerja baru.
Ketiga, tingginya suku bunga. Walaupun BI sudah memangkas suku bunga acuan pada September 2024 menjadi 6 persen dari sebelumnya 6,25 persen, namun uang yang beredar di masyarakat jadi lebih mahal dan bukan berarti bisa "mengurangi lonjakan deflasi" di bulan-bulan mendatang.
Sebab, PHK massal dan tidak adanya lapangan kerja baru belum sepenuhnya teratasi. Konsekuensinya, daya beli masyarakat juga belum akan membaik.
"Berdasarkan data di atas, mata uang Rupiah pada perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp15.470-Rp15.580 per USD," kata Ibrahim.
(Fiki Ariyanti)