Rupiah Mendekati Rp15.000, Begini Nasib Emiten Properti
Dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan membebani kinerja keuangan sejumlah emiten properti.
IDXChannel - Dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan membebani kinerja keuangan sejumlah emiten properti.
Diketahui, rupiah hampir mendekati angka Rp15.000 per 1 dolar AS. Pada penutupan perdagangan pasar spot via Bloomberg, Selasa (5/7), rupiah tertekan 0,15% di Rp14.994.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi peluang mata uang Garuda menembus level Rp15.000 sangat lebar, mengingat lonjakan permintaan dolar yang cukup tinggi.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp.14.990 - Rp.15.050," kata Ibra kepada media, Rabu (6/7/2022).
Berdasarkan riset Moody's Investor Service pada bulan lalu, depresiasi rupiah akan membuat para pengembang properti di Indonesia kerepotan dalam menanggung beban utang kurs dolar, saat memperoleh pendapatan dalam kurs rupiah.
"Jika rupiah melemah, kemampuan pengembang untuk membayar utang dolar AS akan lebih lemah karena jumlah pokok dan beban bunga akan meningkat dalam rupiah," tulis analis Moody's, dikutip dari Business Times Singapura.
Namun, menurut penelitan mereka, 4 dari 6 pengembang properti di Indonesia telah meninggalkan proporsi utang tanpa lindung nilai selama 2 tahun terakhir. Moody;s mencatat sebagian besar para pengembang memiliki lindung nilai keuangan dalam bentuk fasilitas call spread option non-deliverable untuk melindungi jumlah pokok utang dolar AS mereka.
Adapun sebagian besar pengembang properti -dalam catatan mereka tidak memiliki utang dolar AS yang jatuh tempo selama 12 hingga 18 bulan ke depan.
Dari sejumlah emiten yang dinilai, Moody's berekspektasi PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) akan menjadi perusahaan properti yang paling terlindungi dari pelemahan rupiah karena kepemilikan tunai dolar AS sebesar USD150 juta.
Bumi Serpong (BSDE) juga dipandang memiliki saldo kas rupiah yang besar dengan menyediakan penyangga yang cukup, sementara Modernland Realty (MDLN) juga tidak memiliki eksposur pembayaran bunga pada tahun 2022.
Sementara itu, Lippo Karawaci (LPKR) juga telah melakukan lindung nilai atas pembayaran bunga obligasi senilai USD417 juta pada tahun 2026, sedangkan saldo kas Alam Sutera (ASRI) meningkat sejalan dengan penurunan biaya bunga menyusul rampungnya pertukaran obligasi pada tahun 2020.
Jika rupiah melemah ke Rp17.000 terhadap dolar AS, Moody's memperkirakan Agung Podomoro Land (APLN) akan membutuhkan pinjaman luar negeri untuk menambah likuiditasnya.
(NDA)