Rusia Ancam Stop Ekspor, Harga Minyak Bisa Tembus USD125 per Barel
UBS memproyeksikan, harga minyak mentah dunia bisa menembus USD125 per barel akibat reaksi Rusia terhadap rencana pembatasan harga.
IDXChannel - UBS memproyeksikan, harga minyak mentah dunia bisa menembus USD125 per barel akibat reaksi Rusia terhadap rencana pembatasan harga yang dipimpin Amerika Serikat (AS) untuk menekan pasokan.
Ahli Strategi Komoditas UBS mengatakan, AS mengancam memperketat pasar global lebih jauh. Moskow siap memangkas produksi minyaknya apabila negara-negara G7 melanjutkan rencana pembatasan harga. Memperingatkan tindakan itu akan berakhir merugikan mereka (negara-negara barat).
Kepala Komoditas di UBS Global Wealth Management, Dominic Schnider mengungkapkan, Rusia dapat menarik 1 juta barel per hari pada saat pasar minyak sudah menghadapi tekanan pasokan dari keputusan OPEC+ untuk memangkas target produksinya.
"Rusia jelas, 'jika Anda memaksa kami untuk menerima pembatasan harga, kami tidak akan mengirimkan minyak mentah kepada Anda," kata Schnider, seperti dikutip dari Market Insider, Kamis (12/10/2022).
"Jadi saya pikir situasi seperti ini berarti mungkin, dari perspektif pasokan global, ada tambahan 1 juta barel yang berisiko di sini," sambungnya.
"Saat kami mendapatkan penarikan lebih lanjut, Anda akan melihat harga naik. Sesederhana itu. Dan kami melihat USD110-USD125, bagi kami itu titik gravitasi kami untuk minyak mentah," Schnider menambahkan.
Harga minyak mentah berjangka Brent turun sekira 2% menjadi USD94,24 per barel pada perdagangan Selasa (11/10). Sementara minyak mentah berjangka WTI AS turun 2,4% menjadi USD88,97 per barel. Ini terjadi akibat kekhawatiran resesi dan wabah Covid-19 baru di China akan menekan permintaan.
Negara-negara G7, seperti Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan AS telah sepakat untuk menerapkan pembatasan harga minyak Rusia dalam upaya mengekang kemampuannya untuk mendanai perang dengan Ukraina.
Namun mereka menghadapi tantangan berat dalam membujuk China dan India, karena keduanya adalah pembeli terbesar minyak mentah Rusia. Jadi, sulit untuk ikut bergabung dengan rencana pembatasan harga negara Barat.
Sementara AS terjebak dalam tensi yang meningkat dengan OPEC+ dan pemimpin de factonya, Arab Saudi setelah mereka memutuskan untuk memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari.
Ini langkah yang berlawanan dengan upaya pemerintahan Joe Biden yang ingin membendung kenaikan harga minyak. Schnider sepakat pemotongan OPEC+ akan mendorong harga minyak lebih tinggi dalam beberapa bulan mendatang. Kemudian akan membuat dorongan G7 untuk memberlakukan pembatasan harga minyak Rusia pada akhir 2022 lebih sulit.
(FAY)