Saham Bank Digital Bangkit Berjamaah, tapi Masih Downtrend
Investor kembali mengoleksi saham-saham tersebut usai mengalami tekanan jual yang besar akhir-akhir ini.
IDXChannel – Saham emiten bank kecil, termasuk bank digital, mengalami rebound (penguatan kembali) di awal perdagangan Rabu (19/10/2022). Investor kembali mengoleksi saham-saham tersebut usai mengalami tekanan jual yang besar akhir-akhir ini.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 09.45 WIB, saham emiten milik CT Corp PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) memimpin kenaikan dengan lonjakan 18,97 persen ke Rp2.320 per saham.
Pada Selasa kemarin (18/10), saham BBHI ditutup hingga menyentuh batas auto rejection atas (ARA) 25,00 persen.
Ini terjadi usai saham ini sempat anjlok selama 7 hari beruntun.
Kendati naik dalam dua hari terakhir, harga saham BBHI masih minus 2,11 persen, sedangkan dalam 3 bulan anjlok 32,95 persen. Artinya, saham BBHI masih dalam tren turun (downtrend).
Di bawah saham BBHI, saham PT Bank Victoria International Tbk (BVIC) naik 3,85 persen.
Kemudian, saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) menguat 3,57 persen ke Rp5.075 per saham usai naik 4,70 persen kemarin.
Kasus ARTO mirip dengan BBHI. Harga saham ini sebelumnya sempat merosot selama 7 hari beruntun.
Praktis, harga saham ARTO juga masih dalam tren penurunan, dengan minus 32,78 persen dalam sebulan terakhir dan anjlok 68,13 persen sejak awal tahun (ytd).
Selain tiga saham di atas, masih ada beberapa saham bank mini lainnya.
Sebut saja, saham PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) dan PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) masing-masing naik 2,94 persen dan 1,89 persen.
Nama lainnya, saham PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA) dan PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) menguat 0,73 persen dan 0,26 persen.
Kejar Modal Inti, Masih Berprospek Bagus?
Bank digital saat ini sedang mengejar pemenuhan modal inti minimum. Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi peringatan kepada umum dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk memenuhi ketentuan memiliki modal inti Rp3 triliun pada akhir 2022.
Berdasarkan ketentuan pemenuhan modal Rp3 triliun sesuai Peraturan OJK No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, bank yang tidak memenuhi ketentuan tersebut akan turun kasta menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Adapun menurut riset Samuel Sekuritas Indonesia bertajuk “Digital Banking Sector: Long-term Growth Opportunities” yang dirilis pada Senin (10/10) menyebutkan, terdapat tiga bank yang belum memenuhi kriteria tersebut yakni BBYB, BANK, dan AGRO.
Dalam riset tersebut juga disebutkan bahwa adanya kemungkinan yang ditempuh bank digital dalam meningkatkan modalnya melalui pasar ekuitas.
“Kami melihat jika bank tersebut memilih meningkatkan modal tambahan melalui pasar ekuitas, maka ada kemungkinan terjadinya tekanan terhadap saham mereka karena pasar dan sentimen yang kurang menguntungkan saat ini,” tulis analis Samuel Sekuritas Indonesia, Paula Ruth.
Selain kendala dalam memenuhi modal inti minimum, bank digital juga dihadapkan dengan tantangan dalam memperluas Net Interest Margin (NIM). Adanya inflasi dan kenaikan suku bunga bisa jadi mempersulit bank mini dalam memperluas NIM mereka.
Kendati demikian, Samuel Sekuritas menilai pertumbuhan bank digital di Indonesia tetap menarik.
Adapun pertumbuhan bank digital tetap berada pada lintasan yang kuat seiring meningkatnya penetrasi smartphone secara signifikan dan rendahnya penetrasi lembaga keuangan konvensional yang menjadi celah bagi bank digital untuk masuk di sektor ini.
“Namun di jangka pendek, saham bank digital mungkin tetap bergejolak di tengah ketidakpastian pasar karena kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga,” tulis Paula. (ADF)