Saham Bank Kakap Anjlok, ‘Tertular’ Bank Wall Street?
Amblesnya saham bank RI hari ini mengekor penurunan saham bank di bursa saham AS alias Wall Street.
IDXChannel – Harga saham perbankan anjlok di awal pekan seiring dengan jebloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada lanjutan sesi I perdagangan, Senin (13/6/2022). Amblesnya saham bank RI hari ini mengekor penurunan saham bank di bursa saham AS alias Wall Street.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), per 11.16 WIB, indeks saham sektor keuangan (IDXFINANCE) turun 2,42%, seiring semua indeks sektoral memerah pagi ini.
IHSG sendiri ‘terjun’ 2,13% ke 6.935,42, di tengah memerahnya saham bursa Asia (Nikkei 225, misalnya, turun 2,80% dan Hang Seng ambles 2,81%) pagi ini. Sebelumnya, tiga indeks utama Wall Street terjungkal pada Jumat pekan lalu, dengan Nasdaq menjadi yang paling minus, yakni 3,52%.
Aksi jual besar-besaran (sell-off) di bursa saham Paman Sama terjadi seiring rilis data inflasi AS yang ditunggu-tunggu menunjukkan kenaikan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Indeks harga konsumen AS per Mei menyentuh level tertinggi sejak 1981, naik 8,6% secara tahunan (yoy) dan 6% apabila mengeluarkan harga makanan dan energi. Sebagaimana dilansir CNBC International, ekonom yang disurvei Dow Jones sebelumnya memproyeksikan kenaikan inflasi sebesar 8,3% untuk indeks utama dan 5,9% untuk inflasi inti.
Inflasi yang meninggi membuat pasar khawatir akan adanya potensi resesi untuk ekonomi AS.
Saham perbankan utama AS, macam Bank of America (BoA) dan Citigroup (Citi) masing-masing ambles 3,88% dan 4,52%. Nama lain, seperti Wells Fargo juga melorot 6,04%.
Tampaknya, aksi jual saham bank AS tersebut ikut menular ke bursa saham RI. Saham bank berkapitalisasi besar (big cap) hingga bank mini (bank dengan modal inti di bawah Rp5 triliun) beramai-ramai terbenam di zona merah. (Lihat tabel di bawah ini).
Kembali ke soal bank AS, inflasi yang telanjur meroket tersebut saat ini sedang diatasi oleh bank sentral AS (The Fed) dengan cara pengetatan kebijakan moneter dan penaikan suku bunga acuan.
Sebenarnya, kenaikan suku bunga cenderung menguntungkan perbankan karena biaya pinjaman yang lebih tinggi. Hanya saja, kali ini aroma resesi ekonomi AS yang membayangi aksi kerek suku bunga tersebut membuat investor ragu-ragu terhadap prospek bank-bank AS, setidaknya dalam waktu dekat.
Apalagi, konflik Rusia-Ukraina juga turut menekan profitabilitas bank, terutama yang memiliki eksposur ke wilayah tersebut.
Ini terlihat dari kinerja sejak awal tahun (ytd) saham-saham bank-bank besar AS anjlok lumayan dalam. Saham BoA ambles 28.17% ytd, CITI terjun hingga minus 24,39% dan Wells Fargo tergerus hingga 20,99% sepanjang tahun ini.
Berbeda situasi, untuk sektor perbankan RI, terutama saham-saham bank besar, pemulihan ekonomi RI yang terus berlangsung dan sejauh ini belum diikuti oleh aksi kerek bunga oleh Bank Indonesia (BI) secara agresif serta fundamental perusahaan yang solid masih menjadi katalis positif.
Apalagi, kendati asing melakukan aksi jual bersih (net sell) hari ini, seperti di saham BBRI (Rp 60,46 miliar) dan BBCA (Rp58,65 miliar), sejak awal tahun asing masih rajin menaruh dananya ke kedua bank tersebut.
Asal tahu saja, kedua bank ini merupakan peringkat pertama dan kedua saham dengan kapitalisasi pasar atawa market cap terbesar. Karenanya, pergerakan keduanya menjadi salah satu acuan penting di pasar saham RI.
Lebih luas, asing juga masih melakukan pembelian bersih Rp59,11 triliun di pasar reguler bursa RI sepanjang 2022. Hal tersebut juga diiringi kinerja IHSG yang naik 5,53% ytd, terbaik di kawasan Asia-Pasifik.
Menilik penjelasan di atas, sejauh kondisi makro dan fundamental perbankan kokoh, aksi jual hingga sesi I kali ini tampaknya mencerminkan penurunan sementara.
Hanya saja, investor tetap harus terus mencermati angin perubahan dalam skala makro yang mungkin bisa mengganggu tren positif saham bank RI dan IHSG sepanjang tahun ini. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.