Bank Kucurkan Pembiayaan Tanpa Agunan, Pengamat: Termasuk Perbuatan Melawan Hukum!

IDXChannel - Kinerja perbankan nasional yang masih sangat bertumpu pada pembiayaan sektor tambang banyak disorot lantaran dinilai tidak sesuai dengan semangat ekonomi berkelanjutan. Tak terlebih, disinyalir ada salah satu bank yang bahkan berani mengucurkan pembiayaan ke sektor tambang dengan tanpa adanya agunan yang dijaminkan.
Ketiadaan agunan tersebut dinilai menjadi persoalan baru, di luar pilihan sektor tambang sebagai sasaran pembiayaan. Nihilnya agunan dinilai tidak sesuai dengan karakter umum industri perbankan yang bertumpu pada kepercayaan masyarakat dalam menempatkan dananya di lembaga tersebut.
"Ini bukan masalah sederhana. Kalau masyarakat tahu (ada pembiayaan yang diberikan tanpa agunan) tentu akan memantik kekhawatiran, karena industri keuangan itu dasarnya kepercayaan masyarakat," ujar Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, Jumat (10/6/2022).
Jika ternyata informasi tersebut benar dan terbukti di lapangan, menurut Yenti, maka praktik pencairan pinjaman tersebut bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
"Mereka (pihak bank) tidak bisa hanya bilang 'pokoknya terjamin, kok.' Bukan begitu aturannya. Sebagai sebuah perusahaan, apalagi perusahaan besar, tidak bisa sembarangan gitu. Itu (perbuatan) melawan hukum, karena kan memang sudah ada aturannya, dengan syarat jaminan dua kali lipat, atau berapa ratus persen, dan sebagainya. Gitu kan?" tutur Yenti.
Dengan adanya barang yang diagunkan, menurut Yenti, maka ketika terjadi gagal bayar, bank masih memiliki aset pengganti untuk dilelang. Tak hanya itu, aset agunan tersebut juga bisa dianggap sebagai investasi dari bank tersebut, yang tentunya menghasilkan keuntungan di kemudian hari.
LPS Sebut Bunga Kredit Bank Terus Menurun
"Maka ketika ada (pelanggaran) begini, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) bagaimana ini? Harus bertindak dong, karena kan seluruh bank berada dalam pengawasan OJK," ungkap Yenti.
Terlebih lagi, lanjut Yenti, bila bank yang melakukan hal tersebut merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya menganulir Undang-undang Korupsi pada Pasal 2 dan 3, maka jika sudah ada unsur dapat menimbulkan kerugian negara, hal tersebut sudah bisa diproses sebagai potensi korupsi.
Dengan demikian, maka seluruh manajemen mulai dari para direktur, manajer yang terlibat dalam proses pembiayaan, hingga manager kepatuhan dan prudentialitas, disebut Yentu dapat dijerat melalui pasal pidana.
"Minimal dua direktur atau manajer itu, untuk melihat bagaimana akad kredit harus didasarkan pada jaminan yang sudah diklarifikasikan. Mengapa uang besar tidak ada jaminan atau jaminannya gak sepadan dengan kreditnya dan bagaimana bank bisa kasih itu, bagaimana cara dan prosedurnya. Pendekatan-pendekatan itu harus kita tegakkan," ungkap Yenti.
Menurutnya, dalam permasalahan pendanaan tanpa agunan atau agunannya tidak sepadan tersebut sudah terjadi potensial loss. Dengan adanya dugaan potensi kerugian negara bisa menjaga dari hulu jangan sampai ada yang main-main dengan uang masyarakat dan negara.
“Ini namanya pengusaha itu kan ada untung ada rugi, kalau orangnya ada apa-apa bagaimana? Apalagi ini uang rakyat dan bank negara. Nanti masyarakat akan ambil semua uangnya dan ngga percaya lagi sama bank pelat merah mau apa?" tegas Yenti. (TSA)