IDXChannel – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) dinilai menunjukkan hasil positif dari program de-risking yang dijalankan selama lima tahun terakhir.
De-risking adalah program strategis yang dijalankan BNI dalam rangka memperkuat struktur portofolio dan meningkatkan ketahanan perusahaan pascapandemi Covid-19.
Analis Bahana Sekuritas, Razqi M. Kurniawan mengatakan, pandemi Covid-19 saat itu memukul berbagai sektor industri, yang pada gilirannya juga memicu tekanan besar terhadap industri perbankan, di mana Non-Performing Loan (NPL) membengkak dan laba bersih tertekan.
Untuk mengatasi problem itu, BNI menjalankan de-risking sejak 2020, yang dirancang untuk menata kembali kualitas aset, memperbaiki profil debitur, serta membangun fondasi pertumbuhan yang lebih berkelanjutan selama pandemi Covid-19.
Sejak awal, program tersebut diarahkan untuk menormalkan portofolio kredit melalui pembersihan aset bermasalah, pengetatan manajemen risiko, dan reposisi eksposur kredit menuju sektor dan debitur yang memiliki profil risiko lebih kuat.
Selain itu, de-risking menyasar portofolio eksisting, secara sistematis menurunkan keterpaparan pada sektor-sektor yang dinilai berisiko tinggi serta memperkuat proses analisis kredit guna memastikan kualitas pertumbuhan baru semakin terjaga.
Diluncurkan pada 2020, program de-risking BNI dijalankan secara berkelanjutan dan mencakup pembersihan kredit bermasalah, reposisi portfolio menuju debitor menengah-atas dan korporasi berkualitas, serta penguatan kerangka manajemen risiko.
"Bahana Sekuritas memantau lekat program tersebut, mencatat adanya perubahan signifikan dalam fundamental BNI sejak tahun 2023. Salah satu yang terpenting adalah penurunan biaya kredit (cost of credit/CoC) yang berlangsung konsisten selama lima tahun," ujar Razqi M. Kurniawan dalam risetnya, dikutip Minggu (7/12/2025).
Pada September 2025, Cost of Credit (CoC) BNI turun hingga ke level 1 persen, terendah sepanjang periode transformasi. Tren penurunan ini diperkirakan berlanjut pada 2026 dengan proyeksi mencapai 0,9 persen.
Angka itu mencerminkan membaiknya kualitas kredit dan efektivitas tata kelola risiko di bank pelat merah tersebut, terutama jika dibandingkan dengan kondisi pada 2020–2022 tatkala industri perbankan masih dibebani restrukturisasi besar-besaran.