Saham Bank Konvensional Versus Bank Digital, Siapa Jawaranya?
Harga saham bank digital cenderung lesu dibandingkan bank konvensional utama sepanjang 2022.
IDXChannel – Adanya pandemi Covid-19 mendorong berkembangnya bank digital di Indonesia. Pandemi membantu aktivitas ekonomi yang tadinya dilakukan secara offline berubah menjadi memanfaatkan ekosistem digital.
“Pandemi menjadi momentum yang sangat bagus untuk bank digital hadir dan memberikan pelayanan mereka ke masyarakat,” kata Senior Analyst PT Sucor Sekuritas, Edward Lowis, Rabu (9/2/2022) dikutip dari IDX Channel. Ia juga menilai tahun 2021 lalu menjadi tahun kebangkitan bank digital di Indonesia.
Lalu bagaimana kinerja saham bank digital di Tanah Air?
Di bawah ini Tim Riset IDX Channel merangkum kinerja sejumlah saham bank digital dibandingkan dengan bank konvensional mengacu pada data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Selasa (31/5/2022).
Perbandingan Kinerja Saham Bank Digital Vs Bank Konvensional
Jenis Bank |
Nama Bank |
Harga Saham (Rp) |
Kinerja Year to Date (%) |
Bank Digital |
Allo Bank Indonesia (BBHI) |
4.360 |
9,57 |
Bank Aladin Syariah (BANK) |
1.995 |
-12,23 |
|
Bank Neo Commerce (BBYB) |
1.390 |
-46,96 |
|
Bank MNC Internasional (BABP) |
148 |
-20,43 |
|
Bank Capital Indonesia (BACA) |
172 |
-34,96 |
|
Bank Jago (ARTO) |
8.900 |
-44,22 |
|
Bank Konvensional |
Bank Mandiri (BMRI) |
8.250 |
17,79 |
Bank Rakyat Indonesia (BBRI) |
4.450 |
11,44 |
|
Bank Central Asia (BBCA) |
7.625 |
5,14 |
|
Bank Negara Indonesia (BBNI) |
9.225 |
36,67 |
Sumber: Tim Riset IDX Channel, RTI (31/5), pukul 13.01 WIB (data olahan)
Mengacu pada tabel di atas, hanya memiliki harga yang relatif tinggi dibanding bank digital, bank konvensional tersebut juga memiliki kinerja harga saham yang lebih baik. Selain menjadi bank konvensional dengan harga saham tertinggi, BBNI juga mencetak kinerja harga saham yang baik sepanjang tahun 2022 (Year to Date/YTD).
Menurut data RTI pada hari dan jam yang sama, kinerja YTD BBNI mencapai 36,67 persen. Sedangkan kinerja YTD Bank Mandiri (BMRI) sebesar 17,79 persen dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) berada di angka 11,44 persen.
Dari data RTI di atas, sebagian besar kinerja harga saham bank digital cenderung memerah. Meski memiliki harga saham yang tinggi, kinerja harga saham ARTO merupakan yang terendah dibanding emiten bank digital lainnya. Persentase kinerja harga saham YTD ARTO per Selasa (31/5/2022) pada pukul 13.01 berada di angka -44,22 persen.
Sementara kinerja harga saham YTD BBYB menunjukkan persentase -46,96 persen. Dua bank digital lain juga nampak menunjukkan kinerja harga saham yang negatif, yaitu BACA (-34,96 persen) dan BANK (-12,23 persen).
Salah satu hal yang mempengaruhi kinerja harga saham bank digital yang berada di bawah emiten bank konvensional yakni kondisi perusahaan bank digital yang masih berada di fase awal sehingga perolehan laba belum stabil. Imbasnya, investor lebih memilih bank konvensional yang fundamentalnya sudah solid.
Selain itu, harga dan valuasi saham bank digital memang sudah terlampau tinggi akibat kenaikan pada tahun lalu. Ambil contoh, BBHI meroket 4.230-an persen sepanjang 2021.
Di sisi lain, performa BBHI terbilang cukup baik dibanding emiten bank digital lainnya. Terpantau kinerja harga saham YTD BBHI per Selasa (31/5) pada 13.01 berada di angka 9,57 persen.
Menilik secara fundamental, bank-bank konvensional utama memang memiliki rapor yang positif.
Sebut saja, BNI berhasil mencatatkan kinerja positif pada kuartal I 2022 dengan meraih laba bersih perseroan Rp3,96 triliun, tumbuh 63,2 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Adapun pencapaian laba bersih BNI ini didapatkan dari pendapatan operasional sebelum pencadangan (PPOP) yang tumbuh 7,3 persen yoy menjadi Rp 8,5 triliun
Nama lainnya, BRI berhasil mencetak laba bersih secara konsolidasi sebesar Rp12,22 triliun pada kuartal I-2022. Laba bersih tersebut naik 78,13 persen secara tahunan dari sebelumnya Rp 6,86 triliun.
Walaupun, memang, kinerja keuangan bank-bank digital lumayan positif. ARTO, misalnya, sukses mencetak laba bersih Rp18,93 miliar pada kuartal I 2022, setelah pada periode yang sama tahun sebelumnya merugi Rp38,13 miliar. (ADF)
Periset: Melati Kristina