MARKET NEWS

Saham Batu Bara Memerah, BUMI Turun 5 Persen

TIM RISET IDX CHANNEL 19/06/2024 12:50 WIB

Saham emiten tambang batu bara condong melemah hingga penutupan sesi I, Rabu (19/6/2024).

Saham Batu Bara Memerah, BUMI Turun 5 Persen. (Foto: Freepik)

IDXChannelSaham emiten tambang batu bara condong melemah hingga penutupan sesi I, Rabu (19/6/2024).

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP) mengalami penurunan terbesar, yakni 8,30 persen ke Rp2.650 per saham.

Kemudian, disusul saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang turun tajam 5,41 persen ke Rp70 per saham.

Saham emiten Grup Bakrie dan Salim tersebut sempat menyentuh harga Rp69 per saham. Dengan ini, saham BUMI menembus level terendah sejak Juli 2022.

Selain MBAP dan BUMI, saham emiten yang terafiliasi Luhut Pandjaitan PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) terdepresiasi 3,67 persen.

Selanjutnya, saham FIRE turun 3,45 persen, DOID tergerus 3,20 persen, ADRO merosot 2,88 persen.

Tidak ketinggalan, saham ARII juga memerah 2,10 persen, MCOL minus 1,90 persen, HRUM 1,81 persen, INDY (-1,69 persen), SMMT (-1,42 persen), PTBA (-1,22 persen), CUAN (-0,92 persen), ABMM (-0,88 persen), ITMG (-0,31 persen).

Kontrak berjangka (futures) batu bara Newcastle juga melemah 0,44 persen ke USD134,90 per ton pada Selasa (18/6). Dalam sebulan, batu bara kontrak Juli 2024 tersebut sudah melemah 5 persen.

Menurut Sxcoal, Selasa (18/6), harga batu bara termal China pun turun di pelabuhan-pelabuhan transfer utama, seiring beberapa pedagang menurunkan harga untuk memenuhi terbatasnya permintaan akibat meningkatnya tekanan persediaan.

Kabar terbaru, melansir dari Reuters, Rabu (19/6), China meningkatkan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) secara tajam seiring hujan deras yang terjadi sepanjang musim semi telah memungkinkan negara tersebut untuk menggunakan bendungan besar secara lebih maksimal.

Seiring dengan itu, China juga mengurangi kebutuhan akan pembangkit listrik tenaga batu bara pada Mei.

PLTA China melonjak menjadi 115 miliar kilowatt-jam (kWh) pada Mei 2024, naik dari 82 miliar kWh pada bulan yang sama tahun lalu, ketika kekeringan berkepanjangan menurunkan permukaan sungai.

Penggunaan PLTA merupakan yang tertinggi kedua sepanjang tahun dalam dekade terakhir dan tidak jauh di bawah rekor 122 miliar kWh setelah hujan lebat pada musim semi 2022.

Pada Mei, China juga menghasilkan listrik dalam jumlah besar dari pembangkit listrik tenaga angin dan surya, sebagai hasil dari penerapan kapasitas pembangkit tambahan selama dua tahun terakhir.

Pembangkitan tenaga angin meningkat menjadi 77 miliar kWh dari 74 miliar kWh pada Mei 2023 dan 59 miliar kWh pada Mei 2022, menurut data yang diterbitkan oleh Biro Statistik Nasional.

Pada bulan yang sama, pembangkitan tenaga surya melonjak menjadi 36 miliar kWh dari 24 miliar kWh pada tahun lalu dan 21 miliar kWh pada 2022.

Peningkatan dari pembangkit listrik tenaga air (+33 miliar kWh), tenaga surya (+12 miliar kWh) dan angin (+3 miliar kWh) pada bulan lalu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi pertumbuhan konsumsi sekaligus mengurangi kebutuhan tenaga panas (-17 miliar kWh).

Akibatnya, pembangkitan listrik tenaga panas, yang sebagian besar berasal dari pembangkit listrik tenaga batu bara, menurun menjadi 454 miliar kWh pada Mei 2024 dari rekor musiman sebesar 471 miliar kWh pada Mei 2023.

Pembakaran batu bara yang lebih rendah berarti emisi karbon dioksida yang lebih rendah. Hal ini membantu kemajuan dalam mencapai target emisi pemerintah China yang mencapai puncaknya sebelum 2030.

Namun, sebagian besar PLTA yang potensial di negara ini telah dikembangkan sehingga peningkatan produksi lebih lanjut kemungkinan besar akan terbatas. (ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE