Saham Farmasi-RS Terus Meroket, Hati-Hati Valuasi Mahal
Saham emiten kesehatan, farmasi hingga rumah sakit (RS) mencuri panggung akhir-akhir ini.
IDXChannel – Saham emiten kesehatan, farmasi hingga rumah sakit (RS), mencuri panggung akhir-akhir ini. Seolah mengulang memori 2020-2021, ketika pagebluk Covid-19 merebak, saham-saham emiten tersebut tergolong mahal.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), per Selasa (19/12), saham emiten farmasi BUMN PT Kimia Farma Tbk (KAEF) ditutup melonjak hingga auto rejection atas (ARA) 24,90 persen. Nilai transaksi mencapai Rp192,26 miliar dan volume perdagangan 129,76 juta saham.
Dalam sepekan, saham KAEF terbang 80,57 persen dan dalam sebulan meroket 119,44 persen.
Selain KAEF, saham emiten penyedia peralatan dan perlengkapan medis PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) melompat ARA 24,82 persen. Saham anak usaha KAEF PEHA juga melesat 23,13 persen
Saham INAF dan MEDS juga menguat 10,00 persen dan 3,92 persen.
Kemudian, saham KLBF juga terapresiasi 1,83 persen.
Saham SIDO dan TSPC juga menghijau 1,83 persen dan 1,11 persen. Saham PYFA turut menguat 0,43 persen.
Saham pengelola rumah sakit (RS) macam PRIM juga melonjak 6,38 persen, sedangkan SRAJ naik 3,92 persen. Saham BMHS dan DGNS membukukan keuntungan 3,61 persen dan 2,11 persen.
Tidak hanya itu, saham SILO dan HEAL masing-masing menghijau 1,42 persen dan 1,02 persen.
Sempat ‘Party’ hingga Terjun Bebas
Saham-saham farmasi dan RS sempat membumbung ke angkasa pada 2020 hingga awal 2021 silam saat Covid-19 melumpuhkan ekonomi dan upaya pemerintah menanggulanginya dengan vaksinasi masal.
Namun, saham-saham tersebut mengalami penurunan tajam dan tidak pernah bisa pulih hingga saat ini atau mengalami tren penurunan alias bearish yang kuat hingga pandemi mereda. (Lihat grafik di bawah ini.)
Valuasi Mahal
Hanya saja, penurunan harga saham yang signifikan tidak membuat valuasi emiten-emiten farmasi utama lantas menjadi murah. Malahan, lebih buruk lagi, sejumlah emiten malah mengalami rugi, macam farmasi BUMN KAEF, INAF, PEHA sehingga valuasi dalam bentuk metrik price-to earnings ratio (PER) negatif.
Sejumlah nama lainnya juga memiliki PER yang tinggi (overvalued), seperti IRRA dengan angka 67,13 kali. Angka ini jauh di atas rerata PER industri 14,6 kali.
Saham pengelola RS seperti BMHS juga memiliki PER luar biasa tinggi, yakni 357,66 kali, di atas aturan umum (rule of thumb) 10-15 kali. (Lihat tabel di bawah ini.)
Asal tahu saja, PER mengukur seberapa mahal atau murah suatu saham dibandingkan dengan laba bersih per lembar sahamnya.
Bisa dibilang, investor saat ini lebih mengedepankan momentum tinimbang valuasi dalam membeli saham-saham farmasi hingga RS, semata mengikuti pemberitaan mengenai tren kenaikan kasus Covid-19 yang—secara teoretis berpotensi mampu menjadi katalis positif untuk kinerja keuangan emiten terkait.
Namun, ada risiko bagi para investor yang membeli saham dengan PER tinggi, atau malah sedang mengalami rugi menahun—yang memiliki pertumbuhan laba yang tidak pasti. Risiko-risiko tersebut seperti, volatilitas tinggi hingga ketergantungan pada sentimen pasar.
Selain itu, jika ekspektasi terhadap pertumbuhan laba perusahaan tidak terpenuhi, saham dengan PER tinggi dapat mengalami koreksi valuasi, yang dapat berarti penurunan harga saham.
Singkatnya, investor perlu melakukan analisis menyeluruh terhadap saham yang memiliki PER tinggi, mempertimbangkan faktor-faktor di atas, dan memastikan bahwa valuasi tersebut benar-benar sebanding dengan pertumbuhan dan kinerja perusahaan di masa depan.
Tren Infeksi Covid-19
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap, telah terjadi peningkatan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia. Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan pada 17 Desember 2023 total kasus aktif Covid-19 di Indonesia mencapai 2.070 kasus, dengan kasus sembuh 128 orang, dan kasus konfirmasi positif 216 kasus.
Tercatat juga satu pasien Covid-19 meninggal dunia per 17 Desember 2023. Tidak dijelaskan secara rinci detail data pasien yang meninggal ini, termasuk berapa usianya, apakah ada komorbid atau tidak, pun soal apakah sudah divaksinasi dosis lengkap atau tidak.
Tren kenaikan kasus konfirmasi Covid-19 terlihat sejak awal Desember dan semakin tampak pada pertengahan bulan ini. (Lihat tabel di bawah ini.)
Eks Direktur Penyakit Menular Badan Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mendesak agar masyarakat kembali pakai masker, terutama saat berada di tempat ramai.
Imbauan itu pun sudah dilakukan pemerintah Singapura yang mana kasus COID-19 di sana pun melonjak, serupa seperti di Indonesia. Pemerintah Singapura amat menganjurkan atau strongly encouraged penggunaan masker di tempat kerumunan, apalagi kalau di dalam ruangan dan kalau mengunjungi kelompok rentan.
"Pengetatan aturan pakai masker perlu dipertimbangkan pada wilayah yang melaporkan kenaikan kasus," kata Prof Tjandra melalui pesan WhatsApp, Senin (18/12/2023).
Selain pakai masker, masyarakat diimbau juga untuk melengkapi dosis vaksin Covid-19. Vaksinasi penting untuk menekan potensi lonjakan kasus. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.