Saham Perbankan Kompak di Zona Merah, Ini Penyebabnya
Saham perbankan kompak melemah pada perdagangan Selasa (14/1/2025). Ternyata ini penyebabnya.
IDXChannel - Sektor keuangan memimpin pelemahan pada sesi I perdagangan Selasa (14/1/2025) dengan penurunan 1,42 persen. Saham-saham perbankan kompak turun siang ini.
Saham empat bank jumbo melemah berjamaah. Hingga pukul 15.05 WIB, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) turun 1,81 persen di Rp5.425, saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) terpangkas 1,43 persen ke Rp4.150.
Kemudian saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) melemah 0,52 persen menjadi Rp3.830, dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) susut 0,26 persen di Rp9.650.
Bukan hanya saham bank big caps saja. Saham bank lain ikut terseret ke zona merah, yakni saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) tergelincir 2,21 persen di Rp2.660, saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) merosot 2,31 persen di Rp1.055.
Pun dengan saham PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) turun 0,58 persen ke Rp1.700, saham PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) melorot 1,14 persen ke Rp865, saham PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) turun 0,93 persen di Rp212.
Selanjutnya saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) anjlok 1,89 persen, dan saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) terpental 1,09 persen ke Rp910, serta saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) turun 0,91 persen di Rp1.080.
"Pelemahan terbesar terjadi pada sektor keuangan seiring menurunnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan perebutan dana antara pemerintah, Bank Indonesia, dan perbankan di tengah banyaknya utang jatuh tempo SRBI dan SBN di tahun ini," tulis riset Panin Sekuritas, siang ini.
Menurut riset tersebut, setelah rilis data dan inflasi yang masih kuat, mengindikasikan bahwa The Fed tidak akan menurunkan suku bunga pada pertemuan Januari 2025 dengan probabilita yang mencapai 80 persen.
"Investor melihat ada ruang bahwa suku bunga tidak akan dipangkas di tahun ini, seiring dengan risiko meningkatnya inflasi karena kebijakan tarif dari Presiden terpilih AS, Donald Trump," katanya.
Di samping itu, riset Panin Sekuritas juga mengatakan, biaya dana perbankan berpotensi kian membengkak di tengah
persaingan antara pemerintah dan BI dalam berebut dana masyarakat.
Pada 2025, pemerintah berpotensi mengguyur pasar dengan surat utang baru seiring banyaknya utang jatuh tempo pemerintah dan BI di tahun ini.
Sebagai informasi, SRBI jatuh tempo tahun ini mencapai Rp922,4 triliun, sementara utang pemerintah jatuh tempo sekitar Rp833 triliun.
"Kami melihat adanya potensi pembengkakan biaya dana ini terjadi seiring Rupiah yang belum stabil di tengah banyaknya utang pemerintah dan BI yang akan jatuh tempo, sehingga kami melihat ini akan menjadi tantangan bagi perbankan untuk mencari alternatif lain agar DPK tetap tumbuh," tuturnya.
"Selain itu, kami melihat adanya potensi kenaikan bunga bank seiring upaya bank dalam menjaga labanya" ujarnya.
Meski begitu, perbankan masih mendapatkan keuntungan dari adanya penerbitan surat utang ini melalui pendistribusian SBN ritel yang mampu meningkatkan pendapatan non bunga perbankan.
(Fiki Ariyanti)