MARKET NEWS

Saham-Saham Ini Diprediksi Bersinar di Semester II-2025

Aldo Fernando 30/06/2025 15:52 WIB

Memasuki paruh kedua 2025, analis menyarankan pelaku pasar untuk mulai mencermati saham-saham yang didukung oleh rencana aksi korporasi.

Saham-Saham Ini Diprediksi Bersinar di Semester II-2025. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Memasuki paruh kedua 2025, analis menyarankan pelaku pasar untuk mulai mencermati saham-saham yang didukung oleh rencana aksi korporasi.

Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai, katalis semacam ini bisa menjadi pendorong utama pergerakan harga saham di tengah masih tingginya ketidakpastian global dan tekanan ekonomi domestik.

“Saham-saham yang berpotensi menguat adalah saham-saham yang memiliki aksi korporasi untuk growth emiten sendiri,” ujarnya, Senin (30/6/2025).

Salah satu emiten yang disorot adalah PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI), yang disebut-sebut tengah bersiap menggelar penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (rights issue/RI). “Seperti PANI, yang rumornya akan melakukan RI pada tahun ini,” kata Michael.

Ia juga melihat potensi pada PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), yang kabarnya akan melepas sebagian kepemilikannya kepada investor strategis. “PGEO yang rumornya akan dijual sebagian kepemilikannya,” imbuh Michael.

Sementara itu, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga tak luput dari perhatian. Menurut Michael, “BUMI yang menunggu approval kuasi reorganisasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” menjadi salah satu saham yang juga patut dipantau.

Meski demikian, Michael mengingatkan bahwa secara keseluruhan IHSG masih dibayangi tekanan yang cukup besar menjelang semester II-2025.

Hingga perdagangan intraday Senin (30/6/2025), IHSG tercatat turun 2,43 persen secara year-to-date. Di saat yang sama, arus keluar dana asing mencapai Rp39,3 triliun, menandakan berlanjutnya minat jual investor global di tengah tensi geopolitik dan kekhawatiran terhadap ekonomi nasional.

“Secara teknikal, IHSG membentuk pola bearish double top dengan neckline resistance di angka 7.000,” ujar Michael. Ia menilai pola ini menunjukkan sinyal koreksi yang belum usai.

“IHSG masih berpeluang terkoreksi hingga 6.538 menyusul adanya gap cukup besar di angka itu,” tuturnya. Ia juga mencatat bahwa tekanan jual dari investor asing masih menjadi faktor dominan.

Di sisi global, Michael menyarankan agar investor mencermati arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) serta rencana restrukturisasi utang pemerintah Amerika Serikat (AS) yang tengah dibahas.

“Akan ada potensi bagi AS untuk memangkas suku bunga The Fed. Kemudian, di saat yang bersamaan, ada restrukturisasi utang yang akan dilakukan oleh AS,” ujarnya.

Jika skenario tersebut berjalan mulus, maka Indonesia berpeluang mengambil langkah pelonggaran moneter. “Jika terjadi pemangkasan suku bunga serta restrukturisasi utang yang dilakukan AS berjalan mulus, maka ini akan memberikan ruang yang cukup lega bagi Indonesia untuk melakukan pelonggaran moneter,” kata Michael.

Namun, dari sisi domestik, daya beli yang masih lemah dinilai menjadi tantangan besar bagi pemulihan pasar. “IHSG saat ini masih berkutat dengan lemahnya daya beli,” ujar Michael.

Ia merujuk pada laporan keuangan perbankan yang menunjukkan penurunan margin bunga bersih (net interest margin atau NIM). “Hal ini tercermin dari laporan keuangan perbankan yang mengalami kontraksi dari NIM yang menurun,” katanya.

Michael menegaskan bahwa tantangan struktural Indonesia masih panjang. “Pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah kita cukup panjang, yaitu bagaimana menarik investor asing serta memberikan lapangan pekerjaan,” tuturnya.

“Dan itu merupakan proyeksi dengan time frame jangka panjang untuk mengembalikan GDP (pertumbuhan ekonomi/PDB) kita di atas 5 persen,” demikian Michael menutup analisisnya. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE