Saham TOBA dan OASA Bertenaga Lagi, Tersengat Sentimen Proyek Waste-to Energy
Saham PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) dan PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) bangkit pada Kamis (28/8/2025).
IDXChannel – Saham PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) dan PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) bangkit pada Kamis (28/8/2025), menjaga momentum positif seiring sentimen positif dari rencana pemerintah mempercepat program waste-to-energy (WtE).
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI) pukul 10.45 WIB, saham PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) rebound 4,55 persen ke level Rp1.380 per saham, sementara saham PT Protech Mitra Perkasa Tbk (OASA) naik 4,07 persen menjadi Rp256 per saham.
Sehari sebelumnya, Rabu (27/8), keduanya sempat terkoreksi akibat aksi ambil untung, dengan TOBA turun 2,22 persen dan OASA melemah 3,91 persen.
Namun pada Selasa (26/8), TOBA sempat melesat 17,90 persen, sedangkan OASA melonjak 24,27 persen.
Kedua saham tersebut kini masih berada dalam tren bullish. Sepanjang 2025, TOBA sudah terbang 246,73 persen, sementara OASA menguat 81,56 persen.
Kebijakan WtE pemerintah diproyeksikan mendorong pertumbuhan industri pengelolaan sampah menjadi energi listrik di Indonesia, sekaligus membuka peluang bagi kedua perusahaan untuk memperluas bisnis energi bersih mereka.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menjelaskan bahwa persoalan sampah di Bantar Gebang memang sudah mendesak untuk segera ditangani. Menurutnya, proyek pengelolaan sampah bisa menjadi peluang besar bagi emiten di atas.
“Sampah di bantar gerbang terlalu menjadi problem, Memang perlu perpres buat mengatasinya,” ujarnya, Selasa (26/8). Ia menambahkan, peluang pengalihan proyek itu kemungkinan besar akan jatuh ke TOBA.
“Nanti pengalihannya kemungkinan besar TOBA yang dapat waste management-nya. Bayangkan kalau dapat tarif atau fee untuk urus sampah se-Jakarta,” katanya.
Terkait pergerakan saham, Michael menilai TOBA masih punya ruang penguatan. “1.500 Resistance TOBA, target kemungkinan ke harga 2.000,” imbuh Michael.
Manuver TOBA
Sebelumnya, TOBA dikenal sebagai perusahaan energi yang erat kaitannya dengan bisnis batu bara. Namun dalam beberapa tahun terakhir, Perseroan mulai merombak model bisnisnya secara menyeluruh dengan berinvestasi di sektor-sektor masa depan dan memposisikan diri sebagai perusahaan yang berfokus pada keberlanjutan (sustainability-centered business).
Beberapa segmen bisnis ‘masa depan’ yang kini tengah diperkuat TOBA mencakup kendaraan listrik, energi baru dan terbarukan (EBT), serta pengelolaan limbah yang diubah menjadi sumber energi.
Di segmen kendaraan listrik, TOBA hadir sebagai penyedia ekosistem motor listrik melalui merek Electrum, yang tidak hanya mengembangkan kendaraan listrik tetapi juga membangun infrastruktur penukaran baterai.
Perseroan masuk ke bisnis ini sejak 2021 melalui kemitraan dengan Gojek (GoTo Group). Seiring waktu, kerja sama tersebut diperluas dengan menyasar ekosistem kendaraan listrik untuk berbagai lini bisnis, termasuk sektor logistik.
Di segmen EBT, TOBA mulai memperluas portofolionya ke pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTM) sejak 2023. Pembangkit mini hidro yang berlokasi di Lampung dengan kapasitas 6 MW telah mulai beroperasi sejak Januari 2025.
Sementara itu, proyek PLTS yang dibangun di Batam menargetkan kawasan industri sebagai pasar utama dan saat ini masih dalam tahap konstruksi dengan kapasitas 46 MWp. TOBA memiliki partisipasi sebesar 49 persen di kedua proyek pembangkit ini.
Langkah transformasi TOBA ke arah bisnis berkelanjutan juga mencakup sektor pengelolaan limbah. Perseroan memulainya dengan menggarap limbah medis, dan kini telah merambah ke pengelolaan limbah secara umum. Menariknya, TOBA tidak hanya mengumpulkan limbah, tetapi juga mengolahnya menjadi sumber energi.
Ekspansi di sektor ini dimulai dengan akuisisi Asia Medical Enviro Services (AMES), perusahaan pengelola limbah medis berbasis di Singapura yang menguasai sekitar 50 persen pangsa pasar pada Agustus 2023.
Selanjutnya pada Desember 2023, TOBA juga mengakuisisi perusahaan asal Indonesia yang memiliki model bisnis pengelolaan limbah B3 medis, B3 komersial serta limbah domestik bernama ARAH Environmental. Perusahaan ini beroperasi di 15 Provinsi dan melayani lebih dari 5.000 pelanggan medis, industrial dan domestik.
Paling anyar, adalah akuisisi perusahaan pengelolaan limbah berbasis di Singapura bernama Sembcorp Environment Pte. Ltd. serta Sembcorp Enviro Facility Pte. Ltd. pada Maret 2025 dan Mei 2025.
“Langkah strategis ini patut diapresiasi, karena berbeda dengan perusahaan yang bisnisnya berbasis batubara lain, TOBA tidak hanya melakukan diversifikasi ke sektor yang ESG dan sustainability related, tetapi mereka merombak ulang model bisnis. Ini adalah transformasi yang bold,” ujar analis NH Korindo Sekuritas, Leonardo Lijuwardi, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, masuknya TOBA ke bisnis pengelolaan limbah ini akan menjadi katalis jangka panjang untuk kinerja Perseroan. Pasalnya model bisnis ini sangat relevan untuk kondisi Indonesia yang sudah masuk pada fase darurat sampah.
“Marketnya ada dan besar di kita [Indonesia] karena kita negara dengan populasi terbesar ke-4 dunia. Sampah dan limbah jadi persoalan nyata. Pemerintah coba cari solusi dan game changer-nya nanti adalah Perpres Sampah. TOBA menjadi perusahaan yang menjadi beneficiary dari regulasi ini nantinya,” imbuh Leonardo.
Lebih lanjut, Leonardo juga melihat, Perpres sampah akan menjadi katalis positif untuk TOBA ke depan. Ia berharap bahwa Perpres yang kabarnya akan segera diluncurkan tersebut mampu memberikan payung hukum yang jelas tentang proses koleksi, pemisahan, pengolahan sampah atau limbah hingga aspek pembayaran atau payment.
“TOBA telah menyiapkan infrastruktur yang kuat dan lengkap. Bisnis pengelolaan limbah domestik ada lewat AMES dan ARAH. Mereka juga akuisisi Sembcorp berbasis di Singapura yang notabene sudah sangat maju dalam pengelolaan limbah. Artinya mereka menyiapkan ini dengan matang. Kapabilitas dan transfer of knowledge maupun teknologi dapat terjadi secara smooth dan mereka siap untuk menjadi pemain utama nasional maupun regional,” tuturnya.
OASA
OASA juga terus berupaya memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam industri WtE di Indonesia.
Hal tersebut ditegaskan manajemen Perseroan, dalam pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), yang baru saja digelar di Jakarta, Jumat (15/8/2025) lalu.
Melalui unit usaha PT Indoplas Energi Hijau (IEH), pihak OASA tengah menyiapkan pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik (PLTSa/PSEL) di Cipeucang, Tangerang Selatan.
"Proyek ini akan dikerjakan bersama mitra kami dari China, yaitu China Tianying Inc, sebagai penyedia teknologi," ujar Direktur Utama OASA, Bobby Gafur Umar, usai pelaksanaan RUPST.
Menurut Bobby, industri pengolahan sampah menjadi energi memang telah menjadi fokus bisnis Perseroan sejak awal, dengan keyakinan bahwa sektor ini bakal bertumbuh pesat seiring prioritas pemerintah menambah kapasitas pembangkit listrik ramah lingkungan.
OASA tercatat telah memenangkan proyek pengolahan sampah di Tangerang Selatan dan proyek ITF di Jakarta Barat. Kedua proyek ini akan mampu mengolah setidaknya 3.100 ton sampah per hari.
Bobby menambahkan, proyeksi pertumbuhan industri energi baru terbarukan (EBT) semakin menjanjikan. Dalam draf RUPTL 2025–2034, target penambahan kapasitas pembangkit listrik naik menjadi 69,5 GW dengan porsi EBT mencapai 42,6 GW.
"Arus investasi clean energy global juga makin seimbang dengan energi fosil. Ini menciptakan iklim pendanaan yang lebih kondusif bagi proyek-proyek EBT di Indonesia," ujar Bobby.
Saat ini, OASA juga tengah mengincar peluang pengembangan proyek serupa di berbagai wilayah Indonesia, sekaligus mendukung pemerintah daerah membenahi sistem persampahan.
Tak hanya itu, Perseroan juga menantikan terbitnya revisi Perpres terkait PLTSa/PSEL yang ditargetkan mampu mempercepat penyediaan fasilitas di 33 kota seluruh Indonesia.
Perpres dan Obligasi Patriot
Melansir dari Antara, Senin (25/8/2025), Presiden Prabowo Subianto meminta Kementerian Koordinator Bidang Pangan mempercepat penyelesaian program waste to energy, dengan target maksimal 18 bulan.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menjelaskan, proyek ini bertujuan menyelesaikan masalah pengelolaan sampah yang tertunda selama satu dekade. Kontrak proyek telah ditandatangani, dan saat ini tinggal menunggu keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) dalam satu hingga dua hari ke depan.
Sebelumnya, administrasi proyek diperkirakan memakan waktu enam bulan dan pembangunan fisik 18 bulan. Namun, Presiden mendorong percepatan agar proyek dapat selesai lebih cepat dari rencana awal dua tahun.
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) berencana menerbitkan Obligasi Patriot senilai Rp50 triliun pada 1 Oktober 2025.
Instrumen ini akan terdiri dari dua seri, masing-masing senilai Rp25 triliun, dengan tenor 5 tahun dan 7 tahun.
Menariknya, obligasi ini menawarkan kupon hanya 2 persen, jauh di bawah imbal hasil obligasi pemerintah tenor sejenis yang berada di kisaran 6 persen.
Langkah ini juga mendapat dukungan sejumlah konglomerat seperti Prajogo Pangestu, Franky Widjaja, dan Boy Thohir.
Danantara menjelaskan, dana hasil penerbitan obligasi akan digunakan untuk mendanai proyek transisi energi. Namun, laporan Bloomberg menyebutkan, sebagian besar dana tersebut akan dialokasikan untuk proyek waste-to-energy (WTE).
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025, proyek pengolahan sampah menjadi energi ramah lingkungan akan tersebar di 12 kota besar, termasuk Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Makassar, dengan total kapasitas 453 MW hingga 2034.
Prospek ini langsung menjadi sentimen positif bagi saham-saham yang terlibat di sektor WTE.
"Rencana penerbitan obligasi ini memberikan sentimen positif kepada emiten-emiten yang memiliki eksposur pada bisnis WTE dan ekosistemnya seperti TOBA dan OASA," demikian mengutip riset Stockbit. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.