Sejarah Saham HMSP, Kisah Keluarga Mengelola Bisnis Rokok
HMSP diawali dengan upaya gigih Liem Teeng Seeng dalam merintis usaha rokoknya di Surabaya.
IDXChannel—Berbicara tentang sejarah saham HMSP berarti berbicara tentang keluarga Sampoerna juga. Bisnis yang ditekuni Sampoerna generasi pertama yang kini berakhir menjadi emiten rokok, salah satu yang terbesar di Indonesia.
HMSP adalah kode saham milik PT HM (Hanjaya Mandala) Sampoerna Tbk, perusahaan yang memproduksi rokok lebih dari 90 tahun. HM Sampoerna dirintis oleh imigran Tionghoa Liem Seeng Tee dan istrinya Siem Tjiang Nio.
Bisnis itu bermula dari usaha rokok kecil-kecilan di toko di Ngaglik, Surabaya. Liem saat itu sudah berpengalaman dalam melinting dan meracik rokok. Dia sendiri yang menjajakan rokok lintingannya keliling dengan sepeda.
Perjalanan bisnis HM Sampoerna melewati beberapa periode krusial sarat sejarah sebelum akhirnya generasi terakhir Sampoerna menjual perusahaannya kepada Philip Morris International.
Sejarah Saham HMSP, Sarat Momentum Krusial
Liem jatuh bangun merintis bisnis rokoknya. Rokok pertama yang diproduksi secara komersial, dan setelah usaha Liem terdaftar dalam wadah perusahaan dagang, adalah Dji Sam Soe.
Hambatan pertama yang dihadapi Liem adalah toko mereka yang terbakar habis pada 1916, namun akhirnya Liem merintisnya kembali dengan membeli pabrik rokok dan mulai meracik resep rokok terbaik selama lima tahun setelahnya. Liem berhasil menjual beberapa merk rokok pada masa-masa ini.
Liem menyematkan nama ‘Sampoerna’ pada 1930. Dia juga memindahkan kegiatan produksi ke Jembatan Merah, ia membeli bekas panti asuhan untuk menunjang produksi. Pada masa itu, usaha Liem sudah sangat sukses. Ia memiliki 1.300 karyawan dan memproduksi 3 juta batang rokok tiap minggu.
Namun pada 1942, Jepang datang dan lagi-lagi Liem harus melihat bisnisnya hancur. Liem dipaksa untuk memproduksi rokok untuk dibagikan secara gratis ke tentara jepang. Liem juga sempat dikirim kerja paksa di Jawa Barat, sehingga otomatis Sampoerna terbengkalai.
Liem memulai kembali bisnisnya dari nol sekembalinya ke Surabaya. Pabrik kembali beroperasi, namun menghadapi konflik internal pada penghujung 1950. Kematian Liem enam tahun kemudian juga turut berpengaruh, rupanya manajemen baru dari kedua puteranya tidak mampu mengangkat bisnis Sampoerna.
Sampoerna sempat tutup pada 1959 karena kesulitan keuangan.
Sejarah Saham HMSP, Restrukturasi dan Akuisisi
Salah seorang putera Liem, Aga Sampoerna, mengambil alih PT HM Sampoerna dan melakukan restrukturasi. Aga saat itu sudah memiliki usaha sendiri, yakni PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas.
Aga memindahkan pabrik Sampoerna ke Malang. Produksi kembali normal dan Sampoerna berhasil menjual rokok hingga 2,5 juta batang per hari. Tak lama kemudian, Sampoerna meluncurkan produk keduanya, yakni Sampoerna Hijau.
Aga menunjuk putera bungsunya, Putera Sampoerna, untuk menjadi penerus bisnis rokok keluarga (Sampoerna & Panamas). Dari tangan Putera, Sampoerna banyak melakukan terobosan dan modernisasi.
Putera membangun pabrik baru dengan luas 153 Ha, ia juga membuat kebijakan untuk membeli tembakau langsung dari petani. Putera juga menggunakan metode penyimpanan dan produksi rokok yang berbeda dari kakek buyutnya.
Salah satu terobosan yang membawa Sampoerna kian melambung adalah peluncuran A Mild, rokok bernikotin rendah, yang hingga kini masih sangat laris di pasaran. Sampoerna bahkan berhasil mengekspor ke Malaysia, Myanmar, Vietnam, Filipina, dan Brazil.
Pada 1988, Putera melakukan restrukturasi besar-besaran. PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas mengambil alih PT Handel Maatschappij Sampoerna, lantas mengganti namanya menjadi PT Hanjaya Mandala Sampoerna.
Kemudian pada 15 Agustus 1990, HM Sampoerna melakukan penawaran saham perdana dengan melepas 15% sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya, harga penawarannya saat itu sangat tinggi, mencapai Rp12.600/lembar.
Usai ayahnya meninggal, Putera Sampoerna mulai memasukkan professional di luar keluarga ke dalam perusahaan untuk menjadi pimpinan perusahaan. Pada tahun 90an, produksinya mencapai puluhan juta batang rokok per minggu. Sampoerna juga menguasai pangsa rokok hingga 19,4% pada 2004.
Kemudian pada Maret 2005, Putera menjual kepemilikan sahamnya ke Philip Morris International dengan nilai transaksi US$5,4 miliar, dan Putera tercatat mendapatkan Rp18,5 triliun dari akuisisi ini. Pada Mei 2005, PMI akhirnya mengakuisisi saham Sampoerna hingga 97%.
Manajemen melakukan stock split pada 2016 dengan maksud agar saham mudah dibeli oleh publik, namun setelahnya, harga HMSP malah terus menurun. Sebelum stock split, HMSP pernah mencapai level Rp100.000 lebih, dan terus menurun tajam ke kisaran level Rp3.000-Rp4.000 sesudahnya.
Demikianlah sejarah saham HMSP yang sarat kejadian sejarah. Bisnis keluarga ini akhirnya berakhir begitu Putera Sampoerna menjual HM Sampoerna ke perusahaan asing. (NKK)