Sejarah Saham KINO, Emiten Produsen FMCG yang Go International
Sejarah saham KINO, produsen FMCG yang memulai usaha dari bidang distribusi hingga merambah usaha ke bidang produksi FMCG.
IDXChannel—Bagaimana sejarah saham KINO sejak pertama kali melantai di bursa sejak 2015? Emiten yang bergerak di bidang fast moving consumer goods (FMCG) ini mencatatkan rekam jejak yang menarik untuk diikuti.
KINO adalah kode saham PT Kino Indonesia Tbk. Perjalanan Kino dimulai dengan perusahaan distribusi kecil bernama PT Dutalestasi Sentratama yang didirikan oleh Harry Sanusi pada 1991.
Produk pertama yang didistribusikan Dutalestari saat itu adalah larutan penyegar cap kaki tiga, dan di bawah komando Sanusi, popularitas produk itu perlahan terkerek naik. Sayang kerja sama itu tak berlangsung lama karena perbedaan rencana dan keinginan.
Sanusi ingin melakukan diversifikasi agar produk yang didistribusikannya makin beragam, sementara produsen larutan penyegar cap kaki tiga ingin Sanusi hanya mendistribusikan produk mereka.
Setelahnya Sanusi berhasil mengembangkan bisnisnya hingga ia mengelola 42 titik distibusi di seluruh Indonesia. Barulah setelahnya, Sanusi mulai terjun ke industri FMCG. Ia memulai dengan mendirikan PT Kino Sentra Industrindo yang memproduksi permen lunak.
Selanjutnya, Sanusi terus mengembangkan bisnisnya, menambah jumlah dan ragam produk. Ia juga mendirikan PT Kinocare Era Kosmetindo untuk memproduksi produk perawatan tubuh dan pemeliharaan, perlengkapan mandi, makanan, dan farmasi.
Produk-produk Kino tidak hanya dijual di pasar domestik, namun juga di ekspor ke Filipina dan Malaysia. Jenis produk yang populer di kalangan masyarakat adalah Ovale, Resik-V, Eskulin, Kino candy, Cap Kaki Tiga, Segar Sari, dan lain-lain.
Secara total, Kino memiliki 32 merk dengan 21 kategori produk. Hingga 2017, perseroan memiliki 15 anak perusahaan, dan enam pabrik.
Sejarah Saham Kino: Ekspansi Internasional
Kerja sama Kino dengan perusahaan asing pertama kali dilakukan pada November 2013, saat 51% saham PT Kino Sentra Industrindo dikuasai oleh Morinaga Jepang, namun perusahaan itu melepas kepemilikan sahamnya pada 2019.
Pada 2003, Kino mendirikan Kino Care Sdn, Bhd, Malaysia. Setahun kemudian Kino Consumer Phillipines Inc, didirikan. Kino juga berhasil mengantongi lisensi dari Wen Ken Drug Co Pte Ltd, Singapura, untuk memproduksi dan memasarkan produk cap kaki tiga di Indonesia.
Kino mendirikan Kino International Pte Ltd, Singapura dan Kino Vietnam Co Ltd, pada 2013. Setahun kemudian, Kino International menjadi perusahaan induk untuk perusahaan Kino cabang Singapura, Vietnam, dan Filipina.
Sejarah Saham Kino: Kinerja Menarik
KINO pertama kali diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia pada 11 Desember 2015. Perseoran menawarkan kepemilikan 16% sahamnya kepada masyarakat, total senilai Rp228,5 juta dengan penawaran Rp3.800 per lembar.
Perseroan memercayakan PT Deutsche Securities Indonesia, PT Indo Premier Securities, dan PT Credit Suisse Securities Indonesia sebagai penjamin emisi utama.
Pemegang saham terbesar KINO adalah PT Kino Investindo dengan persentase kepemilikan mencapai 67,41%, disusul oleh Harry Sanusi selaku pemilik dengan persentase kepemilikan 12,61%.
KINO pernah mencapai harga penjualan tertinggi pada Juni 2016, saat itu KINO ditutup seharga Rp6.700, dan setelahnya terus merosot serta cenderung naik turun, bergerak dari kisaran Rp2.000-Rp3.000 dari tahun ke tahun. Sedangkan penjualan terendahnya pernah mencapai Rp1.615 pada Agustus 2018.
Demikianlah sejarah saham KINO dari tahun ke tahun. Kinerjanya cukup menjanjikan, mengingat perseroan bergerak di industri FMCG dengan pangsa konsumen di Indonesia yang tergolong tinggi. (NKK).