MARKET NEWS

Selamat Datang Agustus, IHSG Sering Tak Begitu Tokcer di Bulan Ini

TIM RISET IDX CHANNEL 01/08/2022 12:44 WIB

Namun, secara historis, kinerja bulanan (seasonality) Agustus tidak begitu menggembirakan. Bagaimana nasib IHSG di Agustus kali ini?

Selamat Datang Agustus, IHSG Sering Tak Begitu Tokcer di Bulan Ini. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri bulan lalu dengan kenaikan 0,57 persen di tengah tekanan sentimen negatif global. Namun, secara historis, kinerja bulanan (seasonality) Agustus tidak begitu menggembirakan. Bagaimana nasib IHSG di Agustus kali ini?

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG mengawali Agustus dengan kenaikan 0,28% hingga penutupan sesi I, Senin (1/8/2022).

Menilik kinerja historis dalam 20 tahun belakangan, IHSG secara rata-rata turun 1,65% selama Agustus. Sejak 2002 sampai 2021, IHSG menguat 10 kali dan melemah 10 kali selama Agustus. Itu berarti kemungkinan IHSG untuk menguat atawa melemah sebanyak 50% alias fifty-fifty.

Sementara, dalam 10 tahun terakhir, IHSG naik 6 kali dan turun 4 kali. Hanya saja, secara rerata, IHSG turun 0,90% selama Agustus sejak 2012-2021. (Lihat tabel di bawah ini.)

Adapun, pada tahun lalu IHSG naik 1,32% selama Agustus, sedangkan pada tahun pandemi 2020 IHSG menguat 1,73% sepanjang Agustus.

Catatan saja, data historis tersebut hanya dimaksudkan sebagai indikator awal soal pola musiman IHSG dan tidak serta merta  mampu ‘membaca masa depan’.

Sentimen Pasar

Sepanjang bulan ini, mirip bulan-bulan sebelumnya, IHSG masih akan dihantui sentimen suku bunga acuan, baik dari bank sentral global (termasuk AS) maupun Bank Indonesia (BI).

Senin pagi ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa inflasi di Juli 2022 mencapai 0,64%, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 111,80, naik dari 111,09 pada Juni 2022.

Inflasi berdasarkan tahun kalender (Juli 2022 terhadap Desember 2021) mencapai 3,85%, sementara inflasi tahun ke tahun/year-on-year (yoy) Juli 2022 terhadap Juli 2021 mencapai 4,94%.

BPS  menyebutkan bahwa secara inflasi yoy 4,94% merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2015, di mana pada saat itu terjadi inflasi 6,25% secara yoy. Selain itu, angka inflasi tahunan Juli lebih tinggi tinimbang konsensus ekonom.

Menurut konsensus ekonom yang dikutip Tradingeconomics, laju inflasi Juli diproyeksikan mencapai 4,82%.

Setali tiga uang, angka inflasi inti—yang biasa menjadi patokan bank sentral--naik menjadi 2,86% yoy pada Juli dari posisi Juni 2,63%. Inflasi inti RI juga lebih tinggi dibandingkan konsensus ekonom 2,85%.

Menilik angka inflasi headline yang mendekati 5% tersebut, itu berarti semakin menjauh dari sasaran Bank Indonesia (BI).

Dikutip dari pers rilis BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20-21 Juli lalu, pihak BI sendiri memprakirakan inflasi 2022 akan lebih tinggi dari batas atas sasaran ‘dan kembli ke dalam sasaran 3,0±1% pada 2023.

Kendati inflasi dalam negeri terus ke atas--seperti fenomena global saat ini di tengah perang, kebijakan proteksionisme dan macetnya rantai pasok—BI sendiri masih terus menahan suku bunga acuan di angka 3,50%.

Rilis data inflasi pada hari ini tentu akan menjadi sinyal lanjutan apakah BI akan mulai menaikkan suku bunga acuan dalam rapat akhir bulan ini atau malah masih berani menahan suku bunga acuan kembali.

Selain soal inflasi, penguatan dolar di tengah pengetatan kebijakan moneter di AS yang membuat spread antara suku bunga AS dan RI akan semakin menyempit turut menekan nilai tukar rupiah.

Pelemahan rupiah yang signifikan tentu bukan kabar gembira buat BI dan RI secara umum.

Karena itu, keputusan BI dalam rapat akhir Agustus tetap menjadi perhatian investor saham RI.

Tidak hanya soal inflasi, pada Jumat (5/8), BI juga akan mengumumkan soal posisi cadangan devisa (cadev) yang diproyeksikan akan turun tipis menjadi USD135,6 miliar per Juli, dari bulan sebelumnya USD136,4 miliar.

Pada hari yang sama, Jumat, BPS juga akan merilis data pertumbuhan ekonomi (PDB) RI pada kuartal II 2022. Konsensus ekonom yang disitir Tradingeconomics memprakirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,13% yoy pada kuartal II tahun ini, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya 5,01%.

Angka PDB yang positif tentu menjadi kabar baik untuk pasar modal RI.

Adapun, dirilis pagi ini, data indeks PMI Manufaktur RI per Juli naik menjadi 51,3, dari bulan sebelumnya 50,2.

Data eksternal

Sementara, dari luar negeri, investor akan menyimak data ekonomi makro, mulai dari tingkat pengangguran di sejumlah negara (seperti Italia dan Uni Eropa) sampai keputusan suku bunga (misalnya, bank sentral Australia).

Selain itu, pelaku pasar juga akan menggali informasi dari Negeri Paman Sam AS terkait kesehatan ekonomi negara tersebut. Data indeks manufaktur (Senin), pembukaan lapangan kerja (Selasa), sampai neraca dagang Juni (Kamis) bakal menjadi sentimen yang diperhatikan di pasar saham AS dan juga global. (ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE