IDXChannel – Setelah menguat pada pekan lalu di tengah sentimen negatif global, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih akan menghadapi sejumlah kemungkinan kabar ‘penekan’ selama minggu ini. Ini lantaran investor bakal menyimak rilis data inflasi RI dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pekan lalu IHSG berhasil naik 0,93%. Sementara, Senin pagi (1/8/2022), IHSG menguat 0,47% ke 6984,66 dengan nilai transaksi Rp2,24 triliun dan volume perdagangan 5,01 miliar saham.
Sebanyak 245 saham naik, 202 turun, dan 178 stagnan.
Pekan lalu, IHSG ‘tahan banting’ mendengar kabar bank sentral AS, The Fed, mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar tiga perempat poin atau 75 bps pada pertemuan dewan kebijakan bank sentral Amerika Serikat (FOMC).
Kenaikan 75 basis poin ini mengangkat patokan suku bunga Fed berada di kisaran 2,25% - 2,5%.
Ini juga menandai kenaikan suku bunga keempat Fed sejak Maret, dan merupakan laju pengetatan tercepat sejak 1981, dikutip dari Associated Press (AP) 28 Juli 2022.
Rilis laporan keuangan emiten RI, terutama perbankan raksasa, tampaknya menjadi ‘perisai’ IHSG menghalau sentimen negatif The Fed.
Sentimen Pasar Sepekan
Dari domestik, investor akan menunggu publikasi data inflasi RI per Juli 2022 dari BPS pada Senin siang (1/8).
Menurut consensus ekonom yang dikutip Tradingeconomics, laju inflasi Juli akan mencapai 4,82% secara tahunan (yoy) atawa lebih tinggi daripada bulan sebelumnya yang di angka 4,35%.
Setali tiga uang, angka inflasi inti—yang biasa menjadi patokan bank sentral--diproyeksikan akan naik menjadi 2,85% yoy pada Juli dari posisi Juni 2,63%. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sumber: Tradingeconomics.com
Menilik angka inflasi headline yang mendekati 5% tersebut semakin menjauh dari sasaran Bank Indonesia (BI).
Dikutip dari pers rilis BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20-21 Juli lalu, pihak BI sendiri memprakirakan inflasi 2022 akan lebih tinggi dari batas atas sasaran ‘dan kembli ke dalam sasaran 3,0±1% pada 2023.
Kendati inflasi dalam negeri terus ke atas--seperti fenomena global saat ini di tengah perang, kebijakan proteksionisme dan macetnya rantai pasok—BI sendiri masih terus menahan suku bunga acuan di angka 3,50%.
Rilis data inflasi pada hari ini tentu akan menjadi sinyal lanjutan apakah BI akan mulai menaikkan suku bunga acuan dalam rapat akhir bulan ini atau malah masih berani menahan suku bunga acuan kembali.
Selain soal inflasi, penguatan dolar di tengah pengetatan kebijakan moneter di AS yang membuat spread antara suku bunga AS dan RI akan semakin menyempit turut menekan nilai tukar rupiah.
Pelemahan rupiah yang signifikan tentu bukan kabar gembira buat BI dan RI secara umum.
Karena itu, keputusan BI dalam rapat akhir Agustus tetap menjadi perhatian investor saham RI.