Selamat Datang Desember, IHSG Berharap Tuah Window Dressing
Ciamiknya kinerja IHSG sepanjang Desember sering dikaitkan dengan fenomena window dressing.
IDXChannel – Desember akhirnya tiba. Sering dianggap bulan terbaik untuk pasar saham, bagaimana nasib Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kali ini?
Selama November, tercermin di kinerja historisnya (seasonality), IHSG turun di tengah sejumlah sentimen makro yang memengaruhi.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (30/11/2022), IHSG ditutup di angka 7.081,31. Ini berarti, IHSG minus 0,25 persen selama November.
Sebagai informasi, kinerja IHSG selama November memang yang terburuk di antara bulan lainnya, dengan probabilitas naik hanya 27 persen dalam 10 tahun belakangan.
Berbeda, IHSG selalu menjaga rekor sempurna selama Desember. Setidaknya selama 20 tahun terakhir, IHSG selalu menguat atau menghijau sempurna (100 persen) pada bulan terakhir di kalender tersebut.
Rerata kenaikan IHSG selama 20 tahun terakhir di Desember mencapai 4,42 persen.
Sedangkan, dalam 10 tahun belakangan, rata-rata kenaikan indeks saham acuan RI tersebut di Desember sebesar 3,02 persen. (Lihat tabel di bawah ini.)
Ciamiknya kinerja IHSG sepanjang Desember sering dikaitkan dengan fenomena window dressing.
Sederhananya, window dressing adalah istilah di pasar saham yang merujuk ke strategi para fund manager untuk mempercantik kinerja portofolio mereka pada akhir tahun.
Biasanya, para fund manager akan menjual saham dengan performa jelek dan membeli saham—terutama yang likuid--yang kinerjanya tokcer demi memoles porto di penghujung tahun.
Berkaitan dengan itu saham-saham blue chips (unggulan) cenderung memiliki performa positif selama Desember.
Nama-nama, seperti duo bank jumbo PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), menjadi contoh saham dengan kinerja oke punya selama bulan tersebut.
Sebagai ilustrasi, probabilitas kedua saham tersebut untuk naik mencapai 80 persen. Artinya, dalam 10 tahun belakangan, saham BBCA dan BBRI naik 8 kali dan hanya turun 2 kali selama Desember.
Tingkat pengembalian (return) saham BBCA-BBRI pun terbilang baik. Rerata kenaikan masing-masing saham tersebut selama Desember mencapai 4,2 persen dan 3,5 peren dalam 10 tahun terakhir.
Selama Desember, sentimen kenaikan suku bunga, potensi resesi, dan kebijakan makro lainnya masih akan terus membayangi investor.
Walaupun ada potensi bahwa bank paling powerful sedunia, Federal Reserve (The Fed) Amerika Serika (AS), bakal menurunkan laju kenaikan suku bunga, pasar masih terus dalam mode hati-hati.
Sebagai kata penutup, kinerja masa lalu bisa menjadi acuan untuk melihat masa depan, tetapi tidak serta merta terjamin akan terulang kembali. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.