IDXChannel – Menjelang akhir tahun, investor mulai mencari cuan dari window dressing. Adapun sejumlah saham memiliki peluang menarik yang dapat menjadi pilihan investor.
Strategi window dressing digunakan manajer investasi dalam meningkatkan kinerja portofolio, yakni dengan masuk ke saham top holding dengan jumlah besar supaya harga sahamnya naik. Dengan demikian, portofolio dari fund manager terlihat memiliki kinerja yang baik.
Melansir riset DBS Group Research Equity bertajuk “Indonesia Stock Picks” yang dirilis pada Selasa (22/11), kinerja IHSG yang menguat dapat menjadi peluang untuk mengambil cuan di akhir tahun.
“Menurut pandangan kami, hal ini berpotensi menjaga reli akhir tahun relatif terkendali,” tulis riset tersebut.
DBS juga menyebutkan sejumlah saham yang memiliki potensi menarik di akhir tahun, di antaranya adalah saham blue chips, saham dengan dividen stabil, dan saham yang memiliki pertumbuhan modal lebih dari 12 bulan.
Adapun saham blue chips yang menjadi pilihan DBS adalah saham emiten telekomunikasi, yakni PT XL Axiata Tbk (EXCL).
Menurut DBS, EXCL memilki peluang kenaikan pendapatan dari akuisisi penyedia broadband terbesar kedua di Indonesia, sehingga memungkinkan EXCL untuk menjual paketnya ke pelanggan kelas atas karena keuntungan dari fixed-mobile convergence.
“Kami memperkirakan bahwa kesepakatan tersebut akan meningkatkan penghasilan EXCL sebesar 3 persen hingga 4 persen,” tulis riset tersebut.
Selain itu, DBS juga memproyeksikan pertumbuhan 7 persen yoy untuk industri telekomunikasi Indonesia. Ini lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada tahun 2021, yaitu sebesar 4 persen.
Saham selanjutnya, yaitu PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang masuk dalam kategori dividen stabil.
Kenaikan harga jual tepung terigu pada Juli-Agustus 2022, akan menjadi sinyal positif bagi pertumbuhan margin Bogasari di kuartal III-2022.
“Kami memilih INDF karena keunggulan harganya pada Bogasari yang memungkinkan perusahaan lolos dari kenaikan biaya input yang dibebankan ke pelanggan serta ketahanan permintaan mie instan di tengah naiknya harga BBM bersubsidi dan inflasi,” tulis riset DBS.
DBS juga memilih dua emiten lainnya yang memiliki pertumbuhan modal selama 12 bulan terakhir, yaitu PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA).
DBS mencatat, harga ayam pedaging yang dapat menguntungkan JPFA akan terus berlanjut hingga semester II-2022 dengan menguatnya permintaan di sektor hotel, restoran, dan katering.
Sementara permintaan di kuartal IV-2022 diperkirakan dapat lebih baik didorong oleh liburan Natal dan Tahun Baru diikuti dengan penurunan harga komoditas lunak yang bisa jadi katalis positif untuk memperluas margin JPFA.
“Kami yakin valuasi JPFA saat ini tetap menarik. Menurut pendapat kami, ini bisa menjadi entri yang bagustitik untuk akumulasi.”
Di lain pihak, CTRA juga punya posisi baik dengan proyek yang beragam dan eksposur lebih besar ke segmen menengah kebawah.
Dilansir dari DBS, CTRA mencatatkan penjualan pemasaran sebesar Rp6,6 triliun hingga 9 bulan 2022. Ini menunjukkan permintaan yang kuat bagi sektor properti terutama dari luar Jawa seperti Medan dan Makassar.
Adapun DBS merevisi pendapatan CTRA di tahun 2022 menjadi Rp2,06 triliun atau tumbuh 29 persen karena beban bunga yang lebih rendah.
“Kami juga merevisi perkiraan penjualan pemasaran menjadi Rp8,2 triliun sesuai dengan target perusahaan mengikuti kinerja CTRA yang kuat pada 9 bulan 2022,” tulis DBS.
Periset: Melati Kristina
(ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.