Selamat Tinggal Agustus, September Kali Ini Bisa Bersahabat dengan IHSG?
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (31/8/2022), IHSG ditutup naik 0,27% ke 7.178,59. Sepanjang Agustus, IHSG berhasil naik 3,27%
IDXChannel – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup Agustus dengan positif. Memasuki September, IHSG dihadapkan oleh kinerja bulanan atawa musiman (seasonality) yang cenderung kurang begitu meyakinkan.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (31/8/2022), IHSG ditutup naik 0,27% ke 7.178,59. Sepanjang Agustus, IHSG berhasil naik 3,27%.
Ini semakin meneguhkan kinerja sepanjang tahun (ytd) IHSG yang melesat 9,07%, terbaik di kawasan Asia-Pasifik.
Seiring penguatan IHSG, investor asing sudah melakukan beli bersih (net buy) Rp11,94 triliun di pasar reguler sepanjang agustus. Sementara, secara ytd, asing net buy Rp60,99 triliun.
Lantas, bagaimana seasonality IHSG di September?
Secara historis, dalam 10 tahun terakhir (2012-2021), IHSG naik 5 kali selama September dan turun 5 kali. Hanya saja, secara persentase, IHSG turun rerata sebesar 0,63%. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sementara, rekor IHSG di September dalam 5 tahun belakangan kurang menguntungkan.
Selama 5 tahun terakhir (2017-2021), IHSG naik 2 kali dan turun 3 kali (2018, 2019, 2022) selama September.
Alhasil, secara rerata, IHSG merosot 1,48% selama September dalam 5 belakangan.
Catatan saja, tren historis tersebut diwarnai oleh sejumlah sentimen utama, baik domestik maupun global, yang seringkali berdampak berbeda terhadap IHSG secara musiman.
Sentimen September
Sepanjang September, secara umum mirip bulan-bulan sebelumnya, pasar saham domestik masih akan dihantui sentimen suku bunga acuan akibat inflasi yang meninggi, baik dari bank sentral global (termasuk AS dan eropa) maupun Bank Indonesia (BI).
Teranyar, pidato ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell di simposium Jackson Hole minggu lalu --yang menyatakan, bank sentral akan tetap galak dalam perang terhadap inflasi--membuat bursa saham AS, Wall Street, anjlok yang kemudian menular ke bursa global, termasuk IHSG.
Sementara, dari dalam negeri, pada Kamis ini (1/9), pelaku pasar akan menanti rilis data inflasi tahunan per Agustus 2022. Konsensus yang dihimpun Tradingeconomics menyebutkan, inflasi tahunan RI akan berada di 4,9% atawa lebih rendah tinimbang bulan lalu yang menyentuh rekor 4,94%.
Inflasi yang meninggi, di tengah lonjakan harga energi dan komoditas lainnya, bisa menjadi sentimen negatif untuk pasar saham dan ekonomi RI, apalagi kalau Bank Indonesia (BI) semakin agresif mengerek suku bunga acuan.
BI akan mengumumkan keputusan soal tingkat suku bunga acuan pada 22 September mendatang, di tanggal yang sama dengan rapat FOMC suku bunga The Fed.
Sebelumnya, pada Rapat Dewan Gubernu (RDG) BI pada 22-23 Agustus, Perry Warjiyo dan rekan memutuskan mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75% setelah berbulan-bulan tidak berubah.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara memperkirakan BI akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali sampai dengan akhir 2022. Totalnya diprediksi menjadi 100 basis poin (bps).
Bahkan katanya, bukan hanya di tahun ini saja Bank Sentral akan mengerek suku bunga acuannya, tetapi juga hingga tahun depan.
"Ini bukan kenaikan suku bunga yang pertama tahun ini, perlu bersiap suku bunga naik secara persisten hingga tahun depan," ungkap Bhima saat dihubungi IDXChannel, Rabu (24/8/2022).
Berkaitan dengan inflasi yang meninggi, wacana pemerintah untuk menaikkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi masih terus menjadi kekhawatiran pasar soal efek domino yang akan terjadi. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.