Sentimen The Fed Bikin Rupiah Hari Ini Keok di Rp14.348 per USD
Nilai tukar (kurs) Rupiah pada perdagangan hari ini ditutup kembali melemah sebesar 16 poin di level Rp14.348 per dolar Amerika Serikat (USD).
IDXChannel - Nilai tukar (kurs) Rupiah pada perdagangan hari ini ditutup kembali melemah sebesar 16 poin di level Rp14.348 per dolar Amerika Serikat (USD).
Pengamat rupiah, Ibrahim Assuaibi mengatakan, hal itu karena pelaku pasar mencerna tanda-tanda dari Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell bahwa bank sentral akan membahas penyelesaian pengurangan aset lebih cepat dari yang direncanakan.
"Powell mengatakan The Fed akan membahas apakah akan mengakhiri pengurangan aset beberapa bulan lebih awal dari yang dijadwalkan dalam pertemuannya di akhir bulan. Dia juga menyimpang dari menggambarkan inflasi tinggi sebagai "sementara"," tulis Ibrahim dalam risetnya, Rabu (1/12/2021).
Ibrahim menambahkan, untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp14.330 - Rp14.380.
Seperti diketahui Pejabat Fed tidak senang dengan inflasi di atas target bank sentral 2 persen dan menurunkan inflasi aktual akan menjadi penting untuk menjaga ekspektasi berlabuh di dekat tujuan Fed, menurut Wakil Ketua Fed Richard Clarida.
Sedangkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan agar tidak memberlakukan larangan perjalanan menyeluruh, yang telah diterapkan oleh beberapa negara. Penelitian kemanjuran vaksin saat ini terhadap varian baru juga terus berlanjut.
Walaupun WHO mengkategorikan varian Omicrona sebagai Variant of Concern (VoC). Bahkan kabar terbaru, yakni dari Bos Moderna, Stephane Bancel yang mengatakan bahwa Omicron lebih kebal terhadap vaksin Covid-19 yang beredar saat ini.
Bancel pun akan membuka opsi memodifikasi vaksin saat ini. Sebab jumlah mutasi pada lonjakan protein yang digunakan virus menginfeksi sel tinggi. Namun, Bancel mengatakan bahwa dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengembangkan dan mengirimkan vaksin khusus Omicron.
Di seberang Atlantik, anggota Komite Kebijakan Moneter Bank of England Catherine Mann mengatakan pada hari Selasa bahwa varian baru omicron COVID-19 dapat merusak kepercayaan konsumen, yang pada gilirannya melemahkan pemulihan ekonomi.
Sementara dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami inflasi atau kenaikan harga sebesar 0,37 persen secara bulanan pada November 2021. Sementara, secara tahun berjalan dan tahunan, masing-masing inflasi 1,3 persen dan 1,75 persen. Realisasi inflasi ini merupakan yang tertinggi sepanjang 2021, baik secara bulanan dan tahunan.
Sedangkan yang mempengaruhi inflasi adalah kenaikan harga beberapa komoditas di bawah kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Hal ini khususnya cabai merah, minyak goreng, dan daging ayam ras. Kemudian, kelompok lainnya yang menyumbang inflasi adalah transportasi, yakni mencapai 0,06 persen. Kelompok itu memberikan andil ke inflasi sebesar 0,51 persen. Ini disebabkan kenaikan tarif angkutan.
Berdasarkan komponennya, komponen bergejolak (volatile foods) inflasi 0,07 persen dengan andil 0,01 persen. Volatile foods, terdiri dari komponen energi dengan inflasi 0,1 persen dan andil 0,01 persen serta komponen bahan makanan 0,03 persen dan andil 0,01 persen.
Selain itu data PMI Manufaktur di Indonesia masih berada di fase ekspansif selama tiga bulan berturut-turut. Sektor manufaktur melanjutkan pemulihan seiring penurunan kasus Covid-19, terutama varian Delta. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di level 53,9 pada November 2021, jauh lebih rendah dibandingkan yang tercatat di bulan Oktober 2021 yakni 57,2.
Kendati melemah, PMI Indonesia di November masih memperpanjang tren level di atas 50, atau zona ekspansif, selama tiga bulan terakhir. Tahap ekspansif sektor manufaktur ditandai oleh angka PMI yang berada di atas 50.
Sebagai informasi, PMI Manufaktur Indonesia di bulan Oktober 2021 (57,2) adalah yang tertinggi dalam sejarah. Rekor terbaru sebelumnya adalah 55,3 pada bulan Mei 2021. (RAMA)