MARKET NEWS

Soal Divestasi Saham Vale Indonesia (INCO), Begini Perintah Tegas Jokowi

Taufan Sukma/IDX Channel 26/07/2023 22:18 WIB

pihak INCO sejauh ini belum menyampaikan berapa harga yang harus dibayar oleh MIND ID dalam proses divestasi kali ini.

Soal Divestasi Saham Vale Indonesia (INCO), Begini Perintah Tegas Jokowi (foto: MNC Media)

IDXChannel - Proses divestasi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) masih terus berlangsung, dengan belum adanya titik temu soal porsi saham yang bakal dilepas ke pemerintah.

Dalam diskusi yang berjalan, pihak INCO disebut telah setuju untuk melepas 14 persen kepemilikan sahamnya ke PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID), sebagai representasi dari pemerintah.

Sayang, dengan porsi saham sebesar itu, tentu belum bisa menjadikan MIND ID sebagai pemegang saham mayoritas, mengingat kepemilikan holding BUMN tambang tersebut terhadap saham INCO saat ini hanya sebesar 20 persen.

Dengan demikian, maka kepemilikan MIND ID atas INCO pasca divestasi hanya akan sebesar 34 persen, atau masih di bawah kepemilikan Vale Canada Limited (VCL) yang merupakan pemegang saham pengendali, dengan porsi mencapai 43,79 persen.

Pun, selain itu, pihak INCO sejauh ini belum menyampaikan berapa harga yang harus dibayar oleh MIND ID dalam proses divestasi kali ini.

Dalam hal ini, berbagai pihak mendesak agar proses divestasi dapat menjadikan MIND ID sebagai pemegang saham pengendali, sehingga keberadaan INCO dapat dikonsolidasikan sebagai bagian dari aset tambang nikel di dalam negeri.

Desakan menguat lantaran Indonesia pada dasarnya memiliki daya tawar yang cukup kuat, mengingat pemerintah memiliki kuasa dalam pemberian perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada pihak INCO.

Tanpa adanya perpanjangan izin, secara hukum INCO harus berhenti beroperasi pada 2025 mendatang, dan mengembalikan aset tambang yang ada pada Indonesia.

"Segera akan kita putuskan. Insya Allah akhir bulan (Juli) ini akan kita putuskan. Intinya, kepentingan nasional harus didahulukan," ujar Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dalam menjawab tekanan yang ada.

Dalam keterangan resminya, Jokowi menyampaikan bahwa proses divestasi harus ditujukan untuk industrialisasi dan hiliriasi nasional, dengan tetap melindungi kepentingan investor.

"Harus win-win solution. Dua-duanya harus berjalan dengan baik. Dan yang paling penting industrialisasi, hilirisasi, betul-betul harus berjalan," tutur Jokowi.

Menjawab arahan tegas dari Jokowi, tiga menteri terkait dalam kasus divestasi pun telah menyampaikan sikapnya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, misalnya, meminta agar pencatatan aset dan cadangan INCO harus dapat dilakukan di Indonesia.

Selama ini, lantaran posisi pemegang saham pengendali masih dipegang oleh Vale Canada Limited (VCL), maka nilai aset dan cadangan INCO masih tercatat di Kanada.

Artinya, dengan ingin pencatatan aset dilakukan di Indonesia, Luhut secara implisit mendorong agar MIND ID dapat menjadi pemegang saham pengendali, menggeser posisi VCL.

"Kita juga maunya begitu (aset dan cadangan tercatat di Indonesia). Selama ini kita suka ngalah-ngalah. Nggak boleh lagi," ujar Luhut, dalam kesempatan terpisah.

Sedangkan Menteri BUMN, Erick Thohir, lebih menyoroti sikap INCO yang selama ini cenderung tidak mau mempercepat investasinya di Indonesia, meski telah lama beroperasi.

Investasi baru akan dilakukan ketika komoditas nikel kini mulai jadi primadona seiring dengan berkembangnya ekosistem kendaraan listrik.

Karenanya, Erick berharap MIND ID dapat menjadi pemegang saham pengendali INCO, karena dengan penguasaan tersebut, maka Indonesia bakal memiliki perusahaan tambang yang setara dan siap bersaing dengan negara lain.

"Jadi BUMN (MIND ID) siap mengambil alih saham INCO. Secara finansial kita siap. Berapa pun (harganya), kita siap. BUMN itu punya duit. Jadi jangan bilang BUMN tidak ada uang sekarang. Kita punya net income sekitar Rp 250 triliun, jadi ada uangnya," ujar Erick.

Di lain pihak, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menekankan bahwa BUMN dan BUMD harus lebih besar dalam industri pertambangan, khususnya hilirisasi.

Karena dengan begitu, diharapkan cita-cita untuk memiliki ekosistem kendaraan listrik secara nasional, khususnya baterai, dapat diwujudkan.

“Yang terpenting adalah semua produksi pertambangan, kita dorong kepada hilirasi. Jadi hilirisasi yang melibatkan BUMN dan BUMD. Jadi tidak bisa lagi kita memberikan opsi perpanjangan jika tidak melibatkan BUMN atau BUMD. Negara harus mengambil peran maksimal," ujar Bahlil.

Dengan komitmen dari Presiden Joko Widodo dan jajaran menterinya, maka hasil divestasi INCO diharapkan tetap mengutamakan negara, sebelum mendapatkan perpanjangan izin.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengagetkan banyak pihak dengan menyatakan bahwa nantinya pihak Vale Canada Limited (VCL) akan tetap memegang hak pengendali operasional untuk aset tambang INCO.

Hal ini menurut arifin dengan mempertimbangkan pengalaman dan keahlian operasional yang dimiliki perusahaan asing tersebut dalam kegiatan tambang.

"Memang ada kesepakatan. Intinya pihak Vale (Indonesia) sudah menunjukkan fleksibilitasnya. Nah pengendaliannya itu maksudnya adalah operasional. Kan yang jago tambang siapa? (merujuk pada VCL)," ujar Arifin, saat itu.

Nantinya, bila kemudian MIND ID tidak mau mengakuisisi saham INCO sebesar 14 persen tersebut, pemerintah disebut Arifin bakal membuka opsi dengan melepasnya ke publik melalui Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pendekatan ini seperti halnya yang pernah dilakukan sebelumnya, di mana kepemilikan saham publik di INCO saat ini telah mencapai 21,18 persen.

"Ya kalau MIND ID gak membeli, ya mungkin kejadiannya seperti dulu lagi, dilepas ke bursa," tutur Arifin.

Secara prosedur, divestasi saham INCO harus ditawarkan terlebih dulu kepada pemerintah pusat. Bila kemudian pemerintah pusat tidak mengambil, maka divestasi ditawarkan kepada BUMD, swasta nasional dan terakhir kepada bursa saham.

Divestasi ke pasar saham membuat hasil divestasi INCO bisa dilakukan kepada siapa saja, termasuk investor asing.

Hal ini tercermin dari 20,7 persen saham INCO yang dilepas ke publik, sebesar 59,47 persen diantaranya dimiliki oleh investor asing, termasuk diantaranya pihak-pihak yang berafiliasi dengan VCL dan Sumitomo Metal Mining.

Porsi tersebut didasarkan pada data kepemilikan saham INCO per Juni 2023 lalu. Dalam data tersebut, hanya 40,53 persen dari keseluruhan saham publik INCO dimiliki oleh investor domestik. (TSA)

SHARE