MARKET NEWS

Termasuk TELE dan MDLN, Ini Deretan Saham Milik Investor Misterius Haiyanto

Aldo Fernando - Riset 08/06/2022 16:00 WIB

Mirip Lo Kheng Hong, yang dikenal sebagai Warren Buffett Indonesia, Haiyanto tercatat memiliki sejumlah saham di emiten bursa dengan porsi kepemilikan atas 5%.

Termasuk TELE dan MDLN, Ini Deretan Saham Milik Investor Misterius Haiyanto (Foto: Pixabay)

IDXChannel – Nama Haiyanto mungkin tidak sebeken Lo Kheng Hong (LKH) di dunia investasi saham Indonesia. Namun, mirip LKH, yang dikenal sebagai Warren Buffett Indonesia, Haiyanto tercatat memiliki sejumlah saham di emiten bursa dengan porsi kepemilikan atas 5%.

Seorang investor individual, profil Haiyanto minim beredar di media daring atawa di internet. Hanya sekelumit alamat domisili miliknya saja yang bisa diakses via data pemegang saham KSEI atau BEI.

Nama Haiyanto terkadang menjadi bahan pembicaraaan underground atau sepintas lalu di sejumlah forum komunitas saham atau di tulisan-tulisan blog yang membahas soal investasi saham.

Karenanya, sukar untuk membahas dengan detail siapa bagaimana sepak terjang Haiyanto di belantara investasi saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Yang bisa dilacak adalah portofolio saham Haiyanto, terutama dengan porsi kepemilikan di atas 5%.

Kabar paling gres, salah satu saham koleksi Haiyanto, emiten ritel dan distribusi produk perangkat telekomunikasi, PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE), keluar dari masa supensi (penghentian sementara perdagangan saham) pada Selasa (7/6) setelah memenuhi kewajiban kepada bursa.

Asal tahu saja, BEI telah ‘menggembok’ saham TELE sejak medio 2020 lalu.

Lantas, saham-saham (terutama dengan porsi di atas 5%) apa saja sebenarnya yang dimiliki Haiyanto?

Tiphone Mobile Indonesia (TELE)

Menurut data KSEI di website BEI per Senin (6/6/2022), Haiyanto tercatat memiliki 7,94% saham TELE, terbesar ketiga di bawah dua pemegang saham lainnya.

Jejak Haiyanto di saham TELE mulai terlihat lewat laporan keuangan TELE per 31 Maret 2020 yang mana dia menggenggam 7% saham perusahaan.

Namanya tidak ada di laporan per 31 Desember 2019. Barangkali karena porsi kepemilikannya belum di atas 5% atau memang belum memborong TELE sama sekali.

Dalam periode kuartal I 2020, kinerja TELE tertekan dengan penurunan pendapatan (minus 56,09% secara tahunan/yoy) dan berbalik menjadi rugi Rp186,67 miliar.

Defisiensi modal TELE juga meningkat menjadi minus Rp2,02 triliun per 31 Maret 2020, membengkak dari posisi akhir Desember 2019 yang minus Rp1,64 triliun.

Puncaknya pada 5 Juni 2020, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringkat dari idBB+ menjadi level idCCC terhadap Obligasi Berkelanjutan II Tiphone Tahun 2019 senilai maksimum Rp 1,44 triliun. Adapun obligasi tersebut akan diterbitkan selama 2 tahun sejak efektifnya Pernyataan Pendaftaran pada 28 Januari 2019 hingga 28 Januari 2021.

Kemudian, per 10 Juni 2020 lalu, bursa menghentikan sementara perdagangan efek TELE karena keraguan atas kelangsungan usaha perseroan berdasarkan hasil pemantauan khusus yang dilakukan oleh Pefindo.

 “Efek utang dengan peringkat idCCC pada saat ini rentan untuk gagal bayar tergantung pada kondisi bisnis dan keuangan yang lebih menguntungkan untuk dapat memenuhi komitmen keuangan jangka panjangnya atas efek utang,” tulis rilis Pefindo pada 8 Juni 2020.

Bidang usaha utama TELE saat ini adalah distribusi produk seluler, yakni voucher dan telepon seluler dan jasa perbaikan.

Mengutip penjelasan di materi public expose (31 Mei 2022), bisnis voucher dan kartu perdana merupakan kegiatan usaha utama perseroran yang memberikan kontribusi pendapatan sebesar 90%.Perseroan mendistribusikan voucher dari operator Telkomsel.

Sementara, distribusi telepon seluler TELE selama ini bekerja sama dengan vendor global, antara lain Samsung dan iPhone.

Modernland Realty (MDLN)

Di MDLN, Haiyanto memiliki 9,07% saham MDLN berdasarkan data KSEI di website BEI per Senin (6/6). Dia menjadi pemegang saham terbesar kedua di bawah pengendali milik Keluarga Honoris PT Honoris Corporindo Pratama (20,23%).

Haiyanto mulai tercatat sebagai pemegang saham MDLN di atas 5% per kuartal I 2021, yang mana saat itu ia menggenggam 9,46% saham MDLN.

Usai disuspensi, saham MDLN melaju kencang.

Sejak awal tahun (ytd) saham ini melesat 44,59% dan dalam setahun meroket 109,80%.

Sebelumnya, pihak BEI membuka suspensi atawa penghentian sementara perdagangan saham tersebut mulai 20 Desember 2021 silam. Ini lantaran pihak MDLN efektif melakukan restrukturisasi utang (obligasi) globalnya.

Sebagai informasi, saham MDLN telah disuspensi oleh otoritas bursa di seluruh pasar sejak 30 September 2020 lantaran adanya kasus gagal bayar kupon obligasi oleh anak usaha MDLN.

Sementara, kinerja fundamental MDLN tampak mulai pulih.

Per laporan keuangan triwulan I 2022 dengan berhasil membukukan laba bersih Rp51,14 miliar. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya MDLN masih menanggung rugi bersih Rp289,39 miliar.

Adapun, pada kuartal I 2020, MDLN juga membukukan rugi bersih Rp159 miliar.

Torehan positif tersebut tidak terlepas dari naiknya pendapatan perusahaan sebesar 98,24% secara tahunan (yoy) menjadi Rp390,43 miliar per 31 Maret 2022.

Indal Aluminium Industry (INAI)

Haiyanto menjadi pemegang saham emiten aluminium Grup Maspion PT Indal Aluminium Industry Tbk (INAI) dengan porsi 10,29%.

Detail kapan Haiyanto masuk ke INAI tidak diketahui secara pasti lantaran data laporan tahunan INAI di website perusahaan hanya sampai 2016.

Sementara, menurut penelusuran cepat di internet, dalam laporan tahunan full year INAI 2013, Haiyanto tercatat pertama kali di daftar pemegang saham di atas 5% (ia memiliki 10,72%) per 31 Desember 2013. Per 31 Desember 2012, namanya belum masuk ke dalam daftar.

Saham INAI tergolong saham minim transaksi. Pada Rabu ini (8/6), misalnya, nilai transaksi hanya Rp4,93 juta dan volume 15 ribu saham. Harga saham INAI pun tak bergerak di Rp320/saham.

Sejak awal tahun (ytd), saham ini sudah naik 9,59%.

Kedawung Setia Industrial (KDSI)

Beralih ke emiten produsen peralatan rumah tangga KDSI, Haiyanto menggenggam 5,495% saham perusahaan tersebut.

Berdasarkan laporan tahunan KDSI 2011, Haiyanto mulai tercatat di daftar pemegang saham di atas 5% pada 31 Desember 2011. Saat itu, ia mengempit 6,9% saham KDSI, setelah per akhir 2010 memiliki 4,9%.

Saham emiten dengan kapitalisasi pasar kecil ini (Rp486 miliar per 8 Juni 2022), sudah tumbuh 20% dalam sebulan dan naik 9,59% sejak awal tahun (ytd) di harga Rp1.200/saham. Pada 2011, ketika Haiyanto telah menggenggam 6,9% saham KDSI, saham ini masih berada di Rp200-250 an.

Radiant Utama Interinsco (RUIS)

Haiyanto menjadi pemegang saham mayoritas di emiten sektor migas RUIS dengan kepemilikan mencapai 27,53%. Barangkali, ini saham Haiyanto dengan kepemilikan terjumbo di antara yang lainnya.

Praktis, porsi Haiyanto lebih besar tinimbang pemegang saham pendiri RUIS, PT Radiant Nusa Utama yang menguasai 22,64%.

Berdasarkan penelusuran cepat di internet, nama Haiyanto pertama kali nangkring di daftar pemegang saham utama RUIS (di atas 5%) per 31 Desember 2013. Saat itu, dia memiliki 25,11% saham perusahaan.

Per 31 Desember 2012, namanya tidak ada di daftar tersebut. Kemungkinan karena Haiyanto belum memiliki porsi saham RUIS di atas 5%.

Seperti KDSI di atas, kapitalisasi pasar saham RUIS tergolong mini (Rp160,16 miliar). Selama sepekan belakangan saham ini naik cukup tinggi 14,29% ke Rp208/saham. Dalam sebulan naik 9,47%.

Secara ytd, saham RUIS naik 0,97%. Gambaran lebih luas, sejak menembus Rp340/saham pada 4 September 2020, saham RUIS cenderung merosot hingga saat ini.

Sebagai gambaran singkat, selama 2013 ketika Haiyanto menggenggam 25,11% saham RUIS, pergerakan harga saham RUIS berkisar di Rp230-an per saham.

Bersama LKH di CFIN dan ABMM

Tentu, tidak semua portofolio saham Haiyanto bisa diakses dan dibahas dalam tulisannya. Bahasan di atas berfokus pada koleksi saham Haiyanto dengan kepemilikan di atas 5%.

Namun, berdasarkan pencarian cepat di internet, setidaknya Haiyanto menggenggam dua saham dengan kepemilikan di bawah 5%, yakni saham emiten jasa keuangan PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN) dan emiten batu bara PT ABM Investama Tbk (ABMM).

Menariknya, di kedua saham tersebut Lo Kheng Hong mencatatkan kepemilikannya. Di CFIN LKH memiliki 5,16% saham dan di ABMM Pak Lo—panggilan akrabnya—mempunyai 3,107% saham.

Adapun, menurut laporan tahunan CFIN 2021, per 31 Desember 2021, Haiyanto berada di peringkat keempat di bawah LKH dengan porsi kepemilikan 4,15%.

Kemudian, mengacu pada laporan tahunan ABMM 2021, per akhir tahun tersebut, Haiyanto memiliki 0,599092% saham perusahaan. (ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE