The Fed Kian Agresif, Bursa Asia Kompak Memerah
Bursa saham Asia sebagian besar bergerak di zona merah pada perdagangan Kamis pagi (6/4/2022).
IDXChannel - Bursa saham Asia sebagian besar bergerak di zona merah pada perdagangan Kamis pagi (6/4/2022).
Berdasarkan data Investing hingga pukul 10:41 WIB, KOSPI Korea Selatan (KS11) turun -1,47% di 2.694,95, Hang Seng Hong Kong (HSI) tertekan -1,11% di 21.836,00, dan Nikkei 225 Jepang (N225) koreksi -1,77% di 26.865.
Shanghai Composite China (SSEC) terpuruk -0,75% di 3.258,67, Taiwan Weighted (TWII) anjlok -1,14% di 17.323,29. Adapun Straits Times Singapura longsor -0,99% di 3.251,06, SET Thailand ambruk -0,75% di 1.686,18, dan Australia ASX 200 (AXJO) tertekan -0,52% di 7.451,30.
Berbeda dari lainnya, Indonesia Composite Index / IHSG justru menguat 0,31% di 7.126,59.
Bursa Asia tampak terkena aksi jual diterpa isu langkah agresif Federal Reserve terhadap kebijakan moneter. Hal ini mendorong kenaikan dolar dan obligasi, sekaligus mengancam aset berisiko seperti saham.
Indeks MSCI yang mengukur kinerja saham Asia Pasifik di luar Jepang turun -0,53% pada pagi tadi.
"Seluruh sikap politik dan kebijakan di AS telah bergeser, dan pasar mulai menyadarinya," kata Analis Saxo Markets Hong Kong, Redmond Wong, dilansir Reuters, Kamis (7/4/2022).
Fed diperkirakan bakal segera melakukan pengetatan kuantitatif menyusul rilis pertemuan Komite Terbuka Federal bulan Maret.
Risalah pertemuan Fed 15-16 Maret yang dirilis Rabu kemarin (6/4), menunjukkan kekhawatiran yang mendalam di antara para pembuat kebijakan bahwa inflasi telah meluas ke seluruh roda perekonomian. Hal ini mendorong Fed untuk menambah kembali kenaikan suku bunga menjadi 50 basis poin.
Wong mengungkapkan bahwa dalam jangka panjang suku bunga riil yang positif akan baik untuk ekonomi global, tetapi dalam jangka menengah akan ada re-pricing aset.
Hantaman terhadap bursa saham terlihat sejak semalam, di mana tiga indeks acuan Wall Street berakhir melemah. Sementara di pasar valuta asing, prospek pengetatan kuantitatif membuat dolar mendekati level tertinggi dua tahun terhadap sekeranjang mata uang lainnya.
(NDA)